Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

“TAK BISA TANPA KAMU”

SAME KADE by SAME KADE
April 10, 2025
in Bucin
Reading Time: 12 mins read
“TAK BISA TANPA KAMU”

Daftar Isi

  • Bab 1 – Pertemuan yang Mengubah Segalanya
  • Bab 2 – Dekat Tapi Jauh
  • Bab 3 – Rahasia di Balik Senyuman
  • Bab 4 – Saat Hati Mulai Jatuh
  • Bab 5 – Ujian yang Memisahkan
  • Bab 6 – Pergi Atau Bertahan?
  • Bab 7 – Ketika Jarak Menyadarkan
  • Bab 8 – Mencari Jalan Kembali
  • Bab 9 – Tak Bisa Tanpa Kamu
  • Bab 10 – Akhir yang Baru
  • Langkah Baru, Hidup Baru
  • Cinta yang Dewasa

Bab 1 – Pertemuan yang Mengubah Segalanya

Ketika Alana dan Reyhan bertemu secara tidak sengaja di sebuah kafe kecil di Jakarta, mereka tidak menyangka bahwa takdir akan mempertemukan mereka lebih dari sekali. Perkenalan singkat itu meninggalkan kesan mendalam di hati keduanya.

Alana tidak pernah menyangka bahwa hari yang biasa-biasa saja bisa menjadi titik balik dalam hidupnya. Sejak pagi, rutinitasnya berjalan seperti biasa—bangun, berangkat kerja, dan menyelesaikan tugas di kantor. Namun, sore itu, ketika ia memutuskan untuk singgah di sebuah kafe kecil di sudut kota, segalanya berubah.

Kafe itu bernama “Langit Senja”, tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Suasana tenang dan alunan musik jazz membuatnya nyaman. Ia memilih duduk di dekat jendela, menikmati secangkir cappuccino sambil membaca novel favoritnya.

Di meja sebelah, seorang pria duduk sendiri, tampak sibuk mengetik di laptopnya. Sesekali, ia menghela napas berat, seolah pikirannya sedang dipenuhi banyak hal. Alana tidak terlalu memperhatikannya—setidaknya sampai sebuah kejadian kecil mempertemukan mereka.

Ketika Alana hendak mengambil tasnya, ia tanpa sengaja menyenggol gelas kopi di meja pria itu. Cairan hitam pekat mengalir cepat, membasahi kemeja putih yang ia kenakan.

“Astaga! Maaf, aku benar-benar nggak sengaja!” Alana buru-buru mengambil tisu, panik melihat noda kopi yang melebar di pakaian pria tersebut.

Pria itu terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. “Tenang, ini bukan pertama kalinya aku mengalami hal seperti ini.”

Alana tertegun. Ia menduga pria itu akan marah, tetapi reaksi santainya justru membuatnya merasa semakin bersalah.

“Tetap saja, aku harus mengganti kerugianmu. Aku bisa bayar dry clean atau beli kopi lagi untukmu,” ucapnya cepat.

Pria itu tersenyum. “Kalau begitu, kita impas saja. Kopiku tumpah, tapi aku dapat kenalan baru. Aku Reyhan, dan kamu?”

Alana sedikit terkejut, tetapi akhirnya tersenyum juga. “Aku Alana.”

Dan sejak saat itu, percakapan mengalir dengan alami. Mereka mulai berbicara tentang banyak hal—tentang pekerjaan, tempat favorit, hingga impian yang belum tercapai. Alana menyadari sesuatu: ada ketenangan dalam cara Reyhan berbicara, namun ada juga kesedihan yang terselip di matanya.

Di balik pertemuan yang tampak biasa, ada sesuatu yang lebih besar yang menunggu mereka di masa depan. Sebuah kisah yang akan membawa mereka pada perjalanan penuh cinta, luka, dan pilihan.

Mereka belum tahu bahwa hari itu adalah awal dari sesuatu yang akan mengubah hidup mereka selamanya.


Bab 2 – Dekat Tapi Jauh

Meskipun sering bertemu, ada dinding tak kasat mata yang memisahkan mereka. Alana yang penuh impian dan Reyhan yang masih dihantui masa lalunya. Keduanya semakin akrab, tetapi ada sesuatu yang selalu membuat mereka ragu untuk melangkah lebih jauh.

Sejak pertemuan mereka di kafe “Langit Senja”, Alana dan Reyhan semakin sering berkomunikasi. Awalnya, hanya obrolan ringan lewat chat atau kebetulan bertemu di tempat yang sama. Namun, perlahan, kebersamaan mereka mulai terasa seperti rutinitas yang tak bisa dihindari.

Setiap sore, setelah lelah dengan pekerjaan masing-masing, mereka sering bertemu di kafe yang sama. Reyhan dengan laptopnya, menatap layar dengan ekspresi serius, sementara Alana tenggelam dalam novel yang ia baca. Meski sering bersama, ada sesuatu yang membuat Alana merasa mereka masih berdiri di dua dunia yang berbeda.

Reyhan selalu hadir, tetapi ada jarak yang terasa begitu nyata di antara mereka.

“Kenapa aku merasa seperti kamu ada di sini, tapi sebenarnya tidak benar-benar di sini?” tanya Alana suatu sore, setelah mereka menghabiskan hampir satu jam dalam diam.

Reyhan menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. “Maksudnya?”

Alana menyesap cappuccino-nya, menimbang kata-kata yang tepat. “Kita sering menghabiskan waktu bersama, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Seperti kamu nggak benar-benar membiarkan aku mengenalmu lebih dalam.”

Sejenak, Reyhan terdiam. Tatapan matanya berubah, seakan ada sesuatu yang ingin ia katakan tetapi ragu untuk mengungkapkannya.

“Mungkin karena aku memang begitu, Alana. Aku nggak terbiasa membiarkan orang lain masuk terlalu jauh.”

Alana menatapnya lekat-lekat. “Kenapa?”

Reyhan tersenyum tipis, tetapi senyuman itu tidak benar-benar sampai ke matanya. “Karena aku takut, kalau seseorang tahu terlalu banyak tentangku… mereka akan pergi.”

Alana terdiam. Kata-kata Reyhan terasa begitu dalam, menyiratkan luka yang belum sembuh.

“Aku bukan tipe orang yang gampang pergi,” ujar Alana pelan, tetapi cukup jelas untuk membuat Reyhan menatapnya lebih lama.

Namun, bukannya menjawab, Reyhan justru mengalihkan pembicaraan. Ia tertawa kecil dan berkata, “Sudah sore. Mau aku antar pulang?”

Alana tahu, ada tembok yang masih berdiri di antara mereka. Reyhan selalu ada, tetapi ia tidak benar-benar membuka dirinya. Mereka semakin dekat, tetapi pada saat yang sama, terasa begitu jauh.

Dan di dalam hati Alana, ia bertanya-tanya—apakah ia siap untuk mendobrak tembok itu, atau justru akan terluka jika mencoba?


Bab 3 – Rahasia di Balik Senyuman

Alana mulai menyadari bahwa Reyhan menyimpan luka yang belum sembuh. Di balik senyum ramahnya, ada trauma dan ketakutan yang tak mudah ia ceritakan. Alana ingin tahu lebih banyak, tetapi Reyhan justru semakin menjaga jarak.

Alana selalu penasaran dengan Reyhan. Pria itu punya senyuman yang tenang, seolah hidupnya baik-baik saja. Tapi semakin lama Alana mengenalnya, semakin jelas bahwa ada sesuatu yang Reyhan sembunyikan di balik ekspresi santainya.

Setiap kali mereka mengobrol, ada batas yang Reyhan pasang. Alana bisa merasakan itu. Seakan pria itu membiarkan dirinya didekati, tapi tidak benar-benar membiarkan orang lain masuk ke dalam hidupnya.

“Aku penasaran…” kata Alana suatu malam, saat mereka duduk berdua di taman kota.

“Penasaran apa?” tanya Reyhan, melirik ke arahnya.

“Tentang kamu.”

Reyhan terkekeh kecil. “Aku kan udah sering cerita ke kamu.”

Alana menggeleng. “Bukan cerita yang biasa. Aku mau tahu cerita yang sebenarnya. Yang nggak kamu tunjukin ke orang lain.”

Reyhan terdiam. Tatapannya menerawang ke arah langit yang dipenuhi bintang. Ada sesuatu di dalam dirinya yang bergetar mendengar ucapan Alana.

“Kamu yakin mau tahu?” gumamnya pelan.

Alana mengangguk. “Aku yakin.”

Reyhan menarik napas panjang sebelum akhirnya bicara. “Aku tumbuh di keluarga yang… rumit. Sejak kecil, aku terbiasa menyembunyikan perasaan sendiri. Kalau aku sedih, aku nggak bisa menunjukkan itu. Kalau aku marah, aku harus tetap tersenyum. Kalau aku terluka, aku harus berpura-pura baik-baik saja.”

Alana terdiam, menunggu Reyhan melanjutkan.

“Aku belajar kalau nggak semua orang peduli sama apa yang kita rasakan. Jadi aku memilih untuk menyimpan semuanya sendiri. Sampai sekarang, aku masih takut… kalau aku terlalu jujur soal perasaanku, orang-orang akan pergi.”

Alana menggigit bibirnya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa seseorang yang terlihat setenang Reyhan ternyata menyimpan luka sebesar itu.

“Aku nggak akan pergi,” bisiknya.

Reyhan tersenyum, tapi kali ini senyumnya terasa lebih nyata. “Terima kasih, Alana.”

Namun di dalam hatinya, Reyhan masih bertanya-tanya. Apa benar ada seseorang yang bisa menerima semua rahasianya tanpa menghakimi? Apa benar Alana akan tetap bertahan ketika tahu semuanya?

Alana mungkin berkata bahwa ia tidak akan pergi… Tapi apakah benar demikian?


Bab 4 – Saat Hati Mulai Jatuh

Tanpa disadari, keduanya mulai saling mengisi kekosongan dalam hidup masing-masing. Alana merasakan kehangatan yang tak pernah ia duga sebelumnya, sementara Reyhan merasa nyaman untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Sejak malam di taman itu, ada sesuatu yang berubah di antara Alana dan Reyhan. Hubungan mereka tak lagi terasa seperti sekadar pertemanan biasa. Alana merasa dirinya semakin memahami Reyhan, dan tanpa sadar, hatinya mulai jatuh lebih dalam.

Reyhan masih menjadi sosok yang sulit ditebak. Terkadang ia begitu dekat, membuat Alana merasa dirinya istimewa. Namun, di lain waktu, ia kembali menjaga jarak seakan takut terlalu terikat.

“Kamu kenapa sih?” tanya Alana suatu sore di kafe favorit mereka.

Reyhan, yang sedang sibuk dengan laptopnya, menoleh dengan ekspresi bingung. “Apa?”

“Kamu suka bikin orang bingung, tau nggak?” Alana menyilangkan tangan. “Kadang kamu perhatian banget, tapi kadang kamu kayak menarik diri. Kamu sadar nggak sih?”

Reyhan tersenyum kecil, lalu menutup laptopnya. “Aku sadar. Dan aku minta maaf kalau itu bikin kamu bingung.”

“Tapi kenapa?”

Reyhan menatap matanya dalam-dalam. “Karena aku takut, Alana. Aku nggak pernah benar-benar membiarkan diriku jatuh ke dalam perasaan. Aku nggak tahu bagaimana rasanya percaya sepenuhnya sama seseorang.”

Alana terdiam. Jantungnya berdebar mendengar pengakuan Reyhan.

“Apa aku bisa jadi orang pertama yang kamu percaya?” tanyanya pelan.

Reyhan tersenyum tipis. “Aku nggak tahu, Alana. Tapi kalau ada seseorang yang bisa membuatku mencoba… mungkin itu kamu.”

Kalimat itu seharusnya membuat Alana bahagia. Tapi entah kenapa, ada ketakutan yang muncul di hatinya. Jika Reyhan masih ragu untuk percaya, apakah perasaannya bisa bertahan? Apakah ia sanggup mencintai seseorang yang belum sepenuhnya yakin untuk menerima cinta?

Alana sadar, hatinya telah jatuh. Tapi apakah Reyhan juga akan memilih jatuh bersamanya, atau justru membiarkan dirinya pergi?


Bab 5 – Ujian yang Memisahkan

Ketika hubungan mereka mulai membaik, kenyataan pahit datang menghantam. Sebuah masa lalu Reyhan yang tak terduga muncul kembali, mengancam hubungan yang mulai tumbuh. Alana merasa dikhianati, sementara Reyhan merasa tak pantas bersamanya.

Hari-hari bersama Reyhan terasa begitu indah bagi Alana, meskipun ada banyak ketidakpastian dalam hubungan mereka. Namun, takdir seakan ingin menguji apakah perasaan itu cukup kuat untuk bertahan.

Suatu hari, kabar mengejutkan datang. Reyhan diterima di sebuah perusahaan ternama di luar negeri. Tawaran yang selama ini ia impikan akhirnya menjadi kenyataan. Tapi di sisi lain, itu berarti ia harus meninggalkan Alana.

“Kapan kamu berangkat?” suara Alana terdengar bergetar saat mereka duduk berdua di taman kota, tempat favorit mereka.

Reyhan menghela napas panjang. “Dua minggu lagi.”

Alana menundukkan kepala. Dadanya terasa sesak. Ia tahu Reyhan sudah berjuang keras untuk kesempatan ini, tapi mengapa ia merasa seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga?

“Aku nggak tahu harus senang atau sedih,” kata Alana pelan.

Reyhan menggenggam tangan Alana erat. “Aku juga nggak mau pergi ninggalin kamu, Al. Tapi ini kesempatan yang nggak bisa aku tolak.”

Mereka terdiam cukup lama. Angin sore berembus lembut, membawa keheningan yang menyakitkan.

“Lalu kita gimana?” tanya Alana akhirnya.

Reyhan menatapnya dalam. “Aku nggak tahu. Aku nggak mau kehilangan kamu, tapi aku juga nggak bisa janji apa-apa. Aku takut kalau jarak malah membuat kita semakin jauh.”

Kalimat itu menusuk hati Alana. Jadi, apakah ini berarti mereka harus berpisah? Apakah Reyhan bahkan tidak mau mencoba mempertahankan apa yang mereka miliki?

Air mata mulai menggenang di mata Alana. “Jadi ini akhirnya?”

Reyhan terdiam. Ia ingin berkata ‘tidak’, ingin meyakinkan Alana bahwa mereka akan baik-baik saja. Tapi kata-kata itu tak pernah terucap.

Saat itu, Alana mengerti bahwa cinta saja tidak cukup jika salah satu dari mereka tidak berani berjuang.

Hatinya sakit, tapi ia tahu… mungkin inilah ujian yang harus mereka hadapi. Ujian yang bisa memisahkan mereka.


Bab 6 – Pergi Atau Bertahan?

Alana dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan dengan seseorang yang ia cintai tetapi terus menghindar, atau melepaskan dan memilih jalannya sendiri. Reyhan harus menghadapi ketakutannya sendiri dan memutuskan apakah ia berani berjuang demi cinta.

Sejak kabar kepergian Reyhan, hari-hari Alana terasa semakin berat. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini bukan akhir, bahwa mereka masih bisa menemukan cara untuk tetap bersama. Tapi semakin dekat hari keberangkatan Reyhan, semakin ia merasa ada jarak yang tak bisa dijembatani.

Malam sebelum keberangkatan Reyhan, mereka bertemu di tempat yang penuh kenangan—taman kota yang selalu menjadi saksi perjalanan mereka. Langit malam bertabur bintang, tetapi hati Alana terasa gelap.

“Jadi… ini perpisahan?” suara Alana terdengar lirih.

Reyhan menatapnya lama, seakan ingin menghafal setiap detail wajah gadis itu. “Aku nggak pernah mau ini jadi perpisahan, Al. Tapi aku juga nggak bisa egois. Aku nggak mau kamu terus menunggu sesuatu yang nggak pasti.”

Air mata menggenang di mata Alana. “Tapi aku mau berjuang, Rey. Aku nggak masalah kalau kita harus menjalani hubungan jarak jauh. Aku nggak masalah menunggu.”

Reyhan tersenyum pahit. “Dan aku nggak mau membuatmu menunggu tanpa kepastian. Aku takut aku berubah, aku takut kamu berubah… dan aku takut kita jadi dua orang yang saling asing.”

Alana menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata. “Jadi, kamu memilih pergi?”

Reyhan terdiam. Lalu, dengan suara yang hampir berbisik, ia berkata, “Aku memilih kamu bahagia, Al. Dan kalau bahagiamu bukan denganku yang penuh ketidakpastian ini… maka ya, aku pergi.”

Alana merasakan hatinya hancur seketika. Cinta yang ia perjuangkan dengan segenap hati ternyata tidak cukup untuk membuat Reyhan bertahan.

Mereka berdua duduk dalam diam, menikmati sisa waktu yang mereka miliki. Tak ada lagi kata-kata yang perlu diucapkan.

Keesokan harinya, Alana berdiri di bandara, menyaksikan Reyhan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Ia berharap Reyhan akan berbalik, berlari ke arahnya, mengatakan bahwa ia memilih bertahan.

Tapi itu tidak terjadi.

Reyhan hanya menoleh sekali, memberikan senyuman terakhirnya, lalu menghilang di balik pintu keberangkatan.

Saat itu, Alana sadar.

Cinta adalah tentang memilih. Dan kali ini, Reyhan memilih pergi.


Bab 7 – Ketika Jarak Menyadarkan

Perpisahan mengajarkan banyak hal. Keduanya menjalani hidup masing-masing, tetapi selalu ada bayang-bayang yang tertinggal. Alana mencoba mengalihkan pikirannya dengan kesibukan, sementara Reyhan sadar bahwa ia tidak bisa terus lari.

Hari-hari tanpa Reyhan terasa hampa bagi Alana. Setiap sudut kota mengingatkannya pada pria itu—kedai kopi tempat mereka sering menghabiskan waktu, taman kota yang menjadi saksi percakapan panjang mereka, bahkan hujan pun terasa berbeda tanpa kehadiran Reyhan di sisinya.

Awalnya, Alana mencoba mengisi waktunya dengan kesibukan. Ia memperbanyak aktivitas, bertemu teman-teman, dan menyibukkan diri dengan pekerjaan. Namun, setiap malam sebelum tidur, pikirannya tetap kembali pada satu hal: Apakah keputusan Reyhan untuk pergi benar? Apakah seharusnya ia berusaha lebih keras untuk mempertahankan hubungan mereka?

Sementara itu, di kota yang berbeda, Reyhan juga dihantui oleh pertanyaan serupa. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusannya sudah tepat—bahwa meninggalkan Alana adalah cara terbaik agar mereka tidak saling menyakiti. Namun, semakin lama ia menjauh, semakin ia menyadari sesuatu.

Jarak tidak membuatnya melupakan Alana. Jarak justru membuatnya semakin mencintainya.

Setiap kali ia melihat pasangan yang tertawa bersama di jalan, pikirannya otomatis teringat pada Alana. Ia rindu caranya tertawa, rindu tatapan matanya, rindu obrolan panjang mereka tentang mimpi dan masa depan.

Suatu malam, Alana tak bisa lagi membendung rindunya. Ia membuka ponselnya, jari-jarinya melayang di atas layar, ragu-ragu untuk menghubungi Reyhan.

“Apa kabar?”

Hanya dua kata itu yang ia ketik, tapi butuh waktu berjam-jam untuk akhirnya mengirimkannya.

Di seberang sana, ponsel Reyhan bergetar. Begitu melihat nama Alana muncul di layar, dadanya berdebar.

Ia menatap pesan itu lama, sebelum akhirnya mengetik balasan.

“Aku baik… tapi aku lebih baik kalau kamu ada di sini.”

Saat itu juga, mereka berdua sadar.

Jarak bukanlah akhir. Jarak hanyalah cara bagi mereka untuk benar-benar memahami apa yang mereka miliki.

Tapi, apakah kesadaran ini cukup untuk membawa mereka kembali bersama?


Bab 8 – Mencari Jalan Kembali

Reyhan akhirnya memberanikan diri menghadapi masa lalunya dan berusaha mencari jalan untuk kembali kepada Alana. Tapi apakah Alana masih membuka hatinya? Ataukah semuanya sudah terlambat?

Setelah pesan singkat itu, baik Alana maupun Reyhan diliputi perasaan yang sama—kerinduan yang tak bisa lagi mereka abaikan. Namun, meski hati mereka masih saling terikat, ada pertanyaan yang menggantung di antara mereka: Bisakah mereka benar-benar kembali?

Alana menatap layar ponselnya, membaca ulang balasan Reyhan. Kata-katanya sederhana, tapi cukup untuk membuat hatinya berdebar. Tapi, apakah itu berarti Reyhan ingin kembali? Ataukah itu hanya sekadar kata-kata yang terbawa suasana?

Sementara itu, Reyhan duduk di kamarnya, memandangi langit malam yang sama seperti yang dilihat Alana. Jarak yang memisahkan mereka selama ini memberinya banyak waktu untuk berpikir. Ia telah mencoba hidup tanpanya, tetapi kenyataannya, ia hanya berjalan dalam lingkaran, selalu kembali ke satu nama yang sama—Alana.

Mereka akhirnya sepakat untuk bertemu.

Di sebuah kafe kecil yang dulu menjadi tempat favorit mereka, Alana datang lebih dulu. Tangannya menggenggam erat cangkir kopi, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Bagaimana jika ini pertemuan terakhir mereka? Bagaimana jika mereka menyadari bahwa semuanya sudah terlalu berbeda?

Beberapa menit kemudian, Reyhan datang. Tatapan mereka bertemu, dan dalam sekejap, segala kenangan itu menyeruak kembali. Senyuman yang dulu begitu familiar, kehangatan yang dulu terasa begitu dekat—semuanya masih ada.

“Aku nggak tahu harus mulai dari mana,” Reyhan membuka percakapan, suaranya terdengar ragu.

Alana menghela napas. “Aku juga. Tapi mungkin… kita nggak perlu buru-buru menjelaskan semuanya.”

Mereka berbicara lama. Tentang hal-hal kecil yang terlewat selama mereka berpisah, tentang hari-hari berat tanpa satu sama lain, dan tentang ketakutan mereka jika mencoba lagi tapi gagal.

“Aku takut kita akan mengulang kesalahan yang sama,” kata Alana lirih.

Reyhan menatapnya dalam. “Aku juga takut. Tapi lebih takut lagi kalau aku harus menghabiskan hidupku tanpa kamu.”

Hening.

Mereka sama-sama tahu, mencari jalan kembali bukan hanya soal bertemu lagi dan mengulang masa lalu. Ini tentang menerima luka, mempelajari kesalahan, dan berani memperjuangkan sesuatu yang berharga.

“Jadi… kita coba lagi?” tanya Alana pelan.

Reyhan tersenyum, menggenggam tangannya dengan erat. “Kita cari jalan kembali. Bersama.”

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hati mereka terasa utuh lagi.


Bab 9 – Tak Bisa Tanpa Kamu

Setelah semua yang terjadi, Alana dan Reyhan harus membuat keputusan akhir. Apakah mereka bisa menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan? Ataukah kisah mereka hanya akan menjadi kenangan?

Beberapa minggu setelah pertemuan di kafe itu, Alana dan Reyhan mencoba melangkah lagi. Mereka bukan dua orang yang sama seperti dulu—kali ini, mereka lebih hati-hati, lebih sadar akan kelemahan masing-masing, dan lebih memahami betapa berharganya satu sama lain.

Namun, meskipun mereka mencoba, bayang-bayang masa lalu masih sering menghantui.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk berdua di balkon apartemen Reyhan, menikmati senja yang mulai memudar, Alana tiba-tiba bertanya, “Apa yang membuatmu yakin kali ini kita nggak akan gagal?”

Reyhan terdiam sesaat, menatap mata Alana yang dipenuhi keraguan.

“Dulu aku pikir, cinta aja cukup buat kita bertahan,” katanya akhirnya. “Tapi sekarang aku sadar, cinta itu butuh usaha. Butuh keberanian buat tetap bertahan meskipun keadaan nggak selalu sempurna.”

Alana menunduk, memainkan ujung lengan sweaternya. “Aku takut, Rey… Aku takut kita bakal menyakiti satu sama lain lagi.”

Reyhan mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Alana dengan hangat. “Aku juga takut, Lana. Tapi aku lebih takut kehilangan kamu lagi.”

Hening.

Alana menatap wajah Reyhan, mencari kejujuran dalam tatapannya. Dan di sana, ia menemukan sesuatu yang membuatnya sedikit lebih tenang—kesungguhan. Reyhan tidak hanya ingin kembali karena rindu, tapi karena ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama tanpa Alana.

“Jadi kita akan coba lagi, tapi kali ini nggak asal jalan, ya?” Alana akhirnya berbicara, suaranya lebih lembut. “Kita harus belajar dari kesalahan. Kalau ada yang salah, kita selesaikan bareng-bareng.”

Reyhan tersenyum, menggenggam tangannya lebih erat. “Selalu.”

Saat itu juga, Alana menyadari sesuatu.

Mereka mungkin bukan pasangan yang sempurna.
Mereka pernah gagal, pernah terpisah, pernah merasa tak bisa lagi bersama.
Tapi jika ada satu hal yang pasti, itu adalah… mereka tak bisa tanpa satu sama lain.

Dan kali ini, mereka akan berjuang untuk membuktikannya.


Bab 10 – Akhir yang Baru

Kehidupan membawa mereka pada akhir yang tak terduga. Cinta bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang menerima. Pada akhirnya, takdir memberikan jawaban atas semua pertanyaan mereka.

Matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai kamar Alana, menyelimuti ruangan dengan cahaya keemasan yang hangat. Hari ini bukan hari yang biasa. Hari ini adalah langkah awal bagi Alana dan Reyhan untuk benar-benar menata ulang kisah mereka.

Sudah beberapa bulan sejak mereka memutuskan untuk kembali bersama, dan meskipun perjalanan mereka tidak selalu mulus, mereka mulai memahami satu hal: cinta itu bukan hanya tentang perasaan, tapi juga tentang keputusan untuk tetap memilih satu sama lain, setiap hari.

Langkah Baru, Hidup Baru

Alana menatap undangan di tangannya—sebuah tawaran kerja di luar negeri yang dulu sempat ia abaikan. Kali ini, ia tidak merasa harus memilih antara cinta dan karier.

“Aku ingin kamu tetap mengejar impianmu, Lana,” kata Reyhan saat mereka duduk berdua di tepi danau tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. “Aku nggak akan jadi alasan kamu mengorbankan sesuatu yang kamu inginkan.”

Alana tersenyum, menggenggam tangan Reyhan. “Dan aku ingin kita mengejar mimpi kita bersama. Aku nggak akan pergi kalau itu berarti meninggalkan kamu.”

Reyhan menatapnya dalam, lalu tersenyum kecil. “Mungkin ini saatnya kita merancang ulang cerita kita. Bukan tentang siapa yang harus mengalah, tapi bagaimana kita bisa berjalan beriringan.”

Cinta yang Dewasa

Berbeda dengan hubungan mereka dulu yang penuh ketidakpastian, kali ini mereka lebih terbuka, lebih berani untuk membicarakan segala hal. Mereka tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

Ketika tawaran kerja Alana akhirnya diterima, Reyhan tidak merasa ditinggalkan—karena mereka telah berjanji untuk tetap bersama, tak peduli di mana mereka berada.

“Aku akan datang ke tempatmu sesering mungkin,” kata Reyhan saat mengantar Alana ke bandara. “Dan ini bukan perpisahan. Ini hanya awal yang baru.”

Alana mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Kita akan baik-baik saja, kan?”

Reyhan mengusap pipinya lembut. “Selama kita terus memilih satu sama lain, kita akan selalu baik-baik saja.”

Dan saat pesawat Alana lepas landas, ia tidak merasa kehilangan.

Karena untuk pertama kalinya, ia tahu bahwa cinta mereka telah menemukan akhir yang baru—bukan sebagai perpisahan, tapi sebagai awal dari kisah yang lebih indah.

— Tamat — ❤️✨.***

—– THE END——

Source: MELDA
Tags: #cintasejati#NovelRomantis#perjuangancintaKisahMengharukanTakBisaTanpaKamu
Previous Post

cinta dalam sunyi

Next Post

CINTA YANG TERTUKAR DUSTA

Related Posts

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

May 13, 2025
JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

May 4, 2025
AKU CINTA, KAMU CUEK

AKU CINTA, KAMU CUEK

May 1, 2025
BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

April 30, 2025
PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

April 29, 2025
CINTA ATAU MIE INSTAN?

CINTA ATAU MIE INSTAN?

April 28, 2025
Next Post
CINTA YANG TERTUKAR DUSTA

CINTA YANG TERTUKAR DUSTA

“HANYA KAMU DIHATIKU”

"HANYA KAMU DIHATIKU"

DIUJUNG VIDIO CALL

DIUJUNG VIDIO CALL

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id