Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

MELODI RINDU DI ANTARA JAMARI

MELODI RINDU DI ANTARA JAMARI

SAME KADE by SAME KADE
February 17, 2025
in Cinta Pertama
Reading Time: 25 mins read
MELODI RINDU DI ANTARA JAMARI

Daftar Isi

  • Bab 1: Pertemuan Tak Terduga di Jamari
  • Bab 2: Kenangan Masa Lalu yang Menyentuh
  • Bab 3: Melodi yang Menghubungkan
  • Bab 4: Ketegangan yang Tak Terucapkan
  • Bab 5: Melodi Rindu yang Terungkap
  • Bab 6: Rintangan yang Menguji Cinta
  • Bab 7: Cinta yang Bersemi Kembali

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga di Jamari

Pagi itu, angin sepoi-sepoi berhembus lembut di antara pepohonan yang rimbun di Jamari. Salsabila, yang baru saja pindah ke desa ini, merasa sedikit canggung dengan suasana baru yang dihadapinya. Desa Jamari, yang terletak di ujung utara dengan hamparan sawah dan ladang hijau, terlihat begitu damai, jauh dari hiruk-pikuk kota besar yang biasa ia tinggalkan. Namun, ada perasaan tidak nyaman yang menggelayuti hatinya. Ia merasa asing di antara penduduk desa yang tampaknya sudah sangat akrab satu sama lain.

Salsabila memandang jalanan desa yang dipenuhi dengan rumah-rumah kecil berbentuk tradisional, dengan halaman yang luas dan tanaman bunga warna-warni yang indah. Setiap kali ia melewati orang-orang yang sedang beraktivitas di luar rumah, mereka selalu menyapanya dengan ramah, meski kadang ia hanya membalas dengan senyuman kecil. Tidak mudah baginya untuk beradaptasi di tempat baru. Ia harus mulai dari nol, mengenal orang-orang, dan mencari cara agar bisa merasa seperti di rumah sendiri.

Hari itu, Salsabila memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri jalan setapak yang membelah taman bunga di tengah desa. Taman itu adalah salah satu tempat pertama yang menarik perhatiannya saat ia pertama kali tiba di Jamari. Dari kejauhan, taman itu tampak begitu asri dan penuh warna, dipenuhi berbagai jenis bunga yang beraneka warna. Udara yang segar dan semilir angin yang menyejukkan membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

Saat ia memasuki taman, matanya tertuju pada seorang pria muda yang sedang duduk di bangku taman, memegang gitar. Sosok itu tampak begitu terfokus pada petikan gitar yang ia mainkan, seolah tak peduli dengan dunia sekitarnya. Salsabila merasa ada sesuatu yang berbeda pada pemuda itu. Dari cara dia memegang gitar, dari tatapan matanya yang dalam, ada aura yang begitu kuat, seolah melodi yang mengalir darinya mampu menggugah hati siapa saja yang mendengarnya. Namun, meskipun ada ketertarikan spontan, Salsabila merasa ragu untuk mendekat. Ia merasa sedikit canggung, tak tahu harus bagaimana untuk mulai berbicara.

Tak lama kemudian, tanpa disadari, langkah kaki Salsabila terhenti tepat di depan pemuda itu. Tentu saja, itu bukan sesuatu yang direncanakan. Ia seolah terperangkap dalam melodi yang dibawakan oleh pria itu. Terkejut, ia menatap pemuda itu dengan canggung, yang ternyata juga menyadari kehadirannya.

“Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu,” kata Salsabila dengan suara pelan, sambil mencoba tersenyum.

Pemuda itu mendongak, dan Salsabila merasakan sekelebat ketegangan di udara. Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat, dunia di sekitar mereka terasa begitu sunyi. Hanya ada suara hati yang saling berbicara tanpa kata-kata.

“Tak apa,” jawab pemuda itu dengan nada suara yang agak datar. “Senang ada yang mendengarkan.”

Salsabila merasa sedikit terkejut dengan jawaban yang tidak terlalu ramah, namun ia mencoba tidak memperdulikannya. “Boleh saya duduk di sini?” tanyanya, menunjuk bangku yang terletak di samping pemuda itu.

“Silakan,” jawabnya singkat.

Salsabila duduk dengan hati-hati, menjaga jarak antara dirinya dan pemuda itu. Ia tidak tahu harus memulai percakapan dengan apa. Mereka hanya duduk dalam keheningan, sementara suara gitar yang dimainkan oleh pemuda itu mengisi ruang di sekitar mereka. Melodi yang keluar dari gitar itu terasa begitu mengalun lembut, namun ada kesedihan yang tersembunyi dalam setiap petikan senar yang dimainkan. Salsabila merasa tersentuh, meskipun ia tidak tahu apa yang sebenarnya ada di balik lagu itu.

Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya Salsabila memberanikan diri untuk berbicara lagi. “Lagu ini… sangat indah,” kata Salsabila pelan, tidak yakin apakah pemuda itu akan menanggapinya.

Pemuda itu menghentikan petikan gitarnya dan menolehkan kepala, memandang Salsabila dengan sedikit terkejut, seolah tak menyangka ada orang yang mengomentari permainannya. Ia mengangguk pelan, dan seketika itu juga, rasa canggung mulai menghilang sedikit demi sedikit.

“Terima kasih,” jawabnya dengan senyum kecil yang mulai mengembang di wajahnya. “Ini lagu lama. Saya sering memainkannya ketika saya merasa… kesepian.”

Salsabila mengernyitkan alis, sedikit terkejut mendengar pengakuan itu. “Kesepian?” tanyanya, mencoba untuk lebih mendalami.

Pemuda itu mengangguk lagi, meskipun sepertinya dia masih berusaha menjaga jarak. “Nama saya Aldo,” katanya, memperkenalkan diri setelah beberapa detik hening. “Saya biasa main gitar di sini, kadang kalau suasana hati saya sedang buruk.”

“Saya Salsabila,” jawabnya. “Baru pindah ke desa ini. Jadi, saya hanya jalan-jalan untuk mengenal tempat ini lebih dekat.”

“Jamari memang tempat yang cukup tenang,” ujar Aldo. “Tapi, kadang-kadang kesendirian tetap datang meskipun dikelilingi orang banyak.”

Salsabila merasa ada sesuatu yang dalam dari kata-kata Aldo, seolah dia sedang berbicara lebih dari sekedar tentang taman ini atau desa ini. “Kamu tidak suka tinggal di sini?” tanyanya, penasaran.

Aldo menghela napas panjang dan kembali memetik gitar, namun kali ini dengan nada yang lebih rendah. “Bukan tidak suka. Hanya… banyak kenangan yang sulit untuk dilupakan.”

Salsabila terdiam, menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan biasa ini. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi dalam hidup Aldo, namun ada sesuatu dalam tatapan matanya yang mengatakan bahwa ia membawa beban yang cukup berat.

“Aku rasa setiap tempat punya kenangan masing-masing,” kata Salsabila lembut. “Dan kita, kita hanya bisa belajar untuk menerima dan melanjutkan hidup, meskipun kadang itu sulit.”

Aldo berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan serius. Ada keheningan yang memeluk mereka sebelum akhirnya dia kembali memainkan gitar. Melodi yang ia mainkan kali ini terasa sedikit lebih ringan, lebih damai. Mungkin, hanya mungkin, mereka berdua bisa saling memahami satu sama lain melalui melodi yang mengalun antara mereka.

Dan meskipun ini adalah pertemuan pertama mereka, Salsabila merasakan sebuah koneksi yang tidak biasa dengan Aldo. Sesuatu yang menghubungkan mereka, meskipun belum terucapkan dengan jelas. Ia tahu, pertemuan ini hanya permulaan dari sebuah kisah yang akan membawa mereka pada perjalanan yang tak terduga.*

Bab 2: Kenangan Masa Lalu yang Menyentuh

Beberapa hari setelah pertemuan pertama dengan Aldo di taman bunga, Salsabila merasa ada sesuatu yang tak bisa ia lepaskan dari pikirannya. Meskipun mereka hanya berbicara sebentar, namun pertemuan itu meninggalkan kesan mendalam dalam hatinya. Lagu yang dimainkan oleh Aldo terus terngiang-ngiang di telinganya, dan ada sesuatu dalam suara gitar itu yang membuatnya merasa terhubung dengan pemuda tersebut, meskipun mereka belum benar-benar saling mengenal.

Salsabila memutuskan untuk kembali ke taman itu beberapa hari kemudian, berharap bisa bertemu Aldo lagi. Pagi itu, udara terasa sedikit lebih sejuk, seiring dengan awan gelap yang mulai memenuhi langit. Hujan tampaknya akan segera turun. Langkah Salsabila mantap menuju taman, hatinya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit kecemasan. Ia ingin lebih tahu tentang Aldo, tentang kisah yang tersembunyi di balik lagu-lagu yang dimainkan dengan penuh perasaan itu.

Sesampainya di taman, ia melihat Aldo sudah duduk di bangku yang sama seperti sebelumnya, gitar di tangannya. Kali ini, ia tampak lebih serius dan fokus, seolah dunia di sekelilingnya tak lagi ada. Hujan mulai turun perlahan, membasahi tanah dan dedaunan di sekitarnya. Suara rintik hujan itu melengkapi melodi yang sedang dimainkan Aldo, seolah mereka saling berharmoni.

Salsabila berhati-hati mendekat dan duduk di bangku sebelahnya. Aldo tidak langsung menyadari kehadirannya. Salsabila hanya duduk diam, mendengarkan dengan seksama setiap petikan gitar yang mengalun. Lagu itu terdengar sangat familiar, melankolis, dan penuh dengan emosi yang terpendam.

Setelah beberapa menit, Aldo akhirnya berhenti bermain dan menoleh ke arah Salsabila. Ia tampak sedikit terkejut, namun tidak berkata apa-apa. Salsabila, yang merasa sedikit canggung, akhirnya memecah keheningan.

“Aldo, lagu itu… terdengar seperti ada cerita di baliknya,” kata Salsabila pelan, matanya menatap pemuda itu dengan penuh perhatian.

Aldo menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan gitarnya di sampingnya. “Lagu ini… memang punya cerita,” jawabnya, suara rendah dan berat, seolah ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan sesuatu yang begitu pribadi.

Salsabila menunggu, memberikan ruang bagi Aldo untuk melanjutkan. Ia tahu, tak semua orang bisa langsung terbuka, apalagi dengan orang yang baru dikenalnya. Namun, rasa penasaran Salsabila semakin besar, dan ada sesuatu dalam diri Aldo yang membuatnya merasa perlu untuk lebih mengerti tentang pemuda itu.

Aldo menatap ke kejauhan, matanya seolah terfokus pada sesuatu yang jauh di luar taman itu. “Lagu ini… pertama kali saya buat saat saya kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup saya,” katanya, suaranya serak, seperti ada kepedihan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Salsabila mendengarkan dengan penuh perhatian, berusaha tidak mengganggu aliran cerita Aldo. Ia tahu, ini adalah saat yang sangat sensitif bagi pemuda itu.

“Aku dulu punya seorang gadis, namanya Arin. Kami tumbuh bersama di Jamari. Arin adalah segalanya bagiku. Kami menghabiskan waktu berdua hampir setiap hari, bermain di taman ini, saling berbagi cerita, dan tertawa. Seperti sebuah cerita cinta yang sempurna,” Aldo melanjutkan, suaranya kini mulai bergetar.

Salsabila bisa merasakan betapa berat kenangan itu bagi Aldo. Hujan yang semakin deras seolah menambah kesan melankolis pada suasana hati mereka berdua. Aldo terdiam beberapa saat, seolah mengingat kembali setiap detil kenangan indah bersama Arin. Salsabila tidak ingin mengganggu, namun hatinya penuh dengan perasaan iba. Ia tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat dicintai, tetapi ia bisa merasakannya melalui kata-kata Aldo.

“Ada sesuatu yang begitu indah tentang Arin. Dia selalu tahu bagaimana membuatku tersenyum, bahkan di saat-saat terburuk sekalipun. Namun, hidup tidak selalu berjalan sesuai harapan. Suatu hari, dia harus pindah ke kota lain, mengikuti keluarganya yang harus pindah karena pekerjaan,” lanjut Aldo, suaranya semakin berat. “Kami berjanji akan tetap berhubungan, bahwa jarak tidak akan mengubah apapun. Tapi… entah mengapa, setelah dia pergi, semuanya berubah. Arin tidak pernah menghubungiku lagi. Aku menunggu berbulan-bulan, tapi tak ada kabar. Bahkan pesan-pesan yang kukirim tak pernah dibalas. Seperti dia menghilang begitu saja.”

Salsabila merasakan betapa dalam kesedihan yang dirasakan Aldo. Ia bisa melihat bagaimana kenangan itu masih menghantui pemuda itu, merobek-robek hatinya dari dalam. Perasaan kehilangan yang begitu mendalam memang tidak mudah untuk dilupakan, dan Aldo sepertinya masih terjebak dalam kenangan itu, berusaha menerima kenyataan yang sangat pahit.

“Aku coba untuk melanjutkan hidup, mencoba membuka hati untuk orang lain. Tapi, setiap kali aku mencoba, aku selalu teringat Arin. Aku merasa seperti tidak bisa mencintai siapa pun dengan cara yang sama. Lagu ini adalah cara aku mengingatnya, cara aku mengungkapkan rasa rinduku yang tak pernah bisa terungkapkan dengan kata-kata. Dan, mungkin… mungkin ini adalah cara aku untuk melepaskannya, meski aku tahu itu tidak akan mudah.”

Salsabila terdiam, hatinya tergerak oleh kata-kata Aldo. Ia tidak tahu harus berkata apa, karena ia merasa sangat menghargai kejujuran Aldo. Terkadang, perasaan yang terpendam begitu dalam, dan kenangan tentang cinta pertama bisa menjadi sesuatu yang begitu sulit untuk dilupakan. Salsabila ingin menghibur Aldo, tapi ia tahu, tidak ada kata-kata yang bisa menyembuhkan luka itu.

“Aldo, aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Salsabila akhirnya, suaranya lembut. “Tapi, aku bisa merasakan bagaimana lagu ini begitu berarti bagimu. Terkadang, lagu-lagu seperti ini bisa menjadi teman ketika kita merasa sendirian. Dan meskipun aku tidak bisa merasakan apa yang kamu rasakan, aku ingin kamu tahu bahwa kamu tidak sendiri.”

Aldo menoleh ke arah Salsabila, dan untuk pertama kalinya, ia memberikan senyum yang tulus. Meskipun senyum itu tidak sepenuhnya bisa menghapus rasa sakit yang ia rasakan, Salsabila tahu bahwa mungkin, untuk pertama kalinya, Aldo merasa sedikit lebih ringan.

“Kamu baik sekali, Salsabila,” kata Aldo, suaranya lebih lembut. “Aku rasa aku sudah lama tidak berbicara tentang ini dengan siapa pun. Terkadang, rasa sakit itu membuatku ingin mengunci semuanya di dalam diri sendiri. Tapi kamu membuatku merasa lebih baik.”

Salsabila tersenyum kecil, merasa terharu. “Itu yang teman lakukan, kan? Membuatmu merasa tidak sendirian, meskipun kata-kata tidak selalu bisa mengubah apapun.”

Suasana menjadi lebih tenang setelah percakapan itu, dengan hujan yang kini deras membasahi tanah di sekitar mereka. Tidak ada yang perlu dipaksakan, hanya dua orang yang berbicara dengan jujur tentang rasa yang mereka simpan di dalam hati. Meskipun mereka hanya saling mengenal dengan singkat, Salsabila merasa ada sebuah ikatan yang mulai terjalin antara dirinya dan Aldo.

Salsabila tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia merasa bahwa pertemuan mereka bukan hanya sekadar kebetulan. Mungkin, ada alasan mengapa ia dipertemukan dengan Aldo, pemuda yang membawa kenangan masa lalu yang begitu berat, namun juga memiliki kemampuan untuk menghubungkan hatinya dengan melodi yang penuh perasaan.

Dan untuk pertama kalinya sejak ia tiba di Jamari, Salsabila merasa sedikit lebih dekat dengan rumah yang baru saja ia kenal.*

Bab 3: Melodi yang Menghubungkan

Hari-hari berlalu di Jamari, dan semakin sering Salsabila mengunjungi taman bunga itu, semakin ia merasa dekat dengan Aldo. Meski mereka belum banyak berbicara, pertemuan-pertemuan singkat mereka di bangku taman selalu memberikan kesan mendalam dalam hati Salsabila. Ada melodi yang mengalun antara mereka, meski tak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan perasaan yang mulai tumbuh di dalam hati Salsabila.

Pada suatu sore yang cerah, Salsabila memutuskan untuk kembali ke taman bunga. Hujan yang sempat turun beberapa hari sebelumnya kini telah berhenti, dan udara terasa segar. Pagi itu, saat Salsabila berjalan menuju taman, ia merasakan sesuatu yang berbeda, sebuah rasa rindu yang mulai tumbuh dalam dirinya. Tentu saja, ia tahu bahwa perasaan itu masih belum bisa disebut cinta. Namun, perasaan yang menyentuh hati dan penuh dengan rasa ingin tahu itu mulai hadir setiap kali ia teringat pada Aldo.

Sesampainya di taman, Salsabila menemukan Aldo sedang duduk di bangku taman seperti biasanya. Kali ini, ia tidak membawa gitar. Aldo hanya duduk diam, menatap bunga-bunga yang berwarna-warni di sekitarnya. Ada kesan khusyuk dalam dirinya, seolah ia sedang memikirkan sesuatu yang mendalam.

Salsabila mendekat, dan ketika Aldo menyadari kehadirannya, ia tersenyum kecil. Senyum itu, meskipun sederhana, memberikan rasa nyaman bagi Salsabila. Ada sesuatu dalam tatapan mata Aldo yang selalu membuatnya merasa diterima.

“Halo, Aldo,” sapanya dengan lembut.

“Halo, Salsabila,” jawab Aldo dengan senyum yang lebih lebar. “Apa kabar?”

“Baik,” jawab Salsabila. “Aku cuma ingin berjalan-jalan sebentar. Taman ini selalu membuatku merasa lebih tenang.”

Aldo mengangguk, lalu ia melirik ke arah bunga-bunga yang tumbuh subur di sekitar taman. “Aku juga suka di sini,” katanya. “Taman ini seolah punya cerita sendiri. Seperti lagu, bisa membuat orang merasakan sesuatu yang tak terucapkan.”

Salsabila duduk di bangku sebelah Aldo, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tahu, meskipun kata-kata itu sederhana, ada makna yang lebih dalam di baliknya.

“Terkadang, aku merasa lagu-lagu itu bisa menjadi penghubung antara hati dan kenangan,” lanjut Aldo. “Lagu-lagu itu tak hanya tentang melodi, tapi juga tentang perasaan yang ingin disampaikan, tentang sesuatu yang tak terucapkan.”

Salsabila terdiam, memikirkan apa yang baru saja dikatakan Aldo. “Melodi yang menghubungkan,” gumamnya pelan, mengulang kata-kata Aldo. “Itu benar. Mungkin lagu-lagu itu bisa membuat kita merasa terhubung meskipun kita tidak tahu siapa yang mendengarnya.”

Aldo mengangguk perlahan, seolah setuju dengan apa yang Salsabila katakan. “Ya, seperti saat aku pertama kali bermain gitar di sini dan kamu datang. Kita tidak saling mengenal, tapi lagu yang aku mainkan seolah menghubungkan kita. Tanpa kata-kata, hanya melodi.”

Salsabila merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Ada sesuatu dalam ucapan Aldo yang menggetarkan hatinya. Ia merasa semakin mengerti apa yang Aldo rasakan, meskipun ia tahu bahwa kenangan masa lalu yang dimiliki Aldo masih menghantuinya. Namun, ada sesuatu yang lebih kuat dari sekadar kenangan—ada koneksi yang mulai tumbuh di antara mereka, yang dipicu oleh melodi yang mengalun di taman ini.

“Aldo, aku… aku ingin tahu lebih banyak tentang lagu-lagu yang kamu mainkan,” kata Salsabila, mencoba membuka percakapan lebih dalam. “Aku merasa ada cerita di balik setiap nada yang kamu petik. Apakah kamu bisa memberitahuku lebih banyak?”

Aldo terdiam sejenak, seolah berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Setiap lagu yang aku mainkan punya kisahnya sendiri. Beberapa di antaranya terinspirasi dari kenangan bersama Arin, gadis yang pernah aku cintai. Tapi ada juga yang datang dari perasaan kesepian dan kebingungan yang aku rasakan setelah dia pergi.”

Salsabila mendengarkan dengan seksama, merasa bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Aldo adalah bagian dari perjalanan hidup yang berat, perjalanan yang telah mengukir luka dalam dirinya. Namun, ia juga bisa merasakan bahwa Aldo berusaha untuk menyembuhkan luka itu, meskipun tak mudah.

“Aku pikir, dengan musik, aku bisa menemukan cara untuk meredakan rasa sakit itu,” lanjut Aldo. “Tapi musik juga bisa menjadi cara untuk mengingat. Setiap kali aku bermain, aku merasa seperti aku sedang berbicara dengan masa lalu. Tapi aku juga tahu, untuk bisa maju, aku harus melepaskan kenangan-kenangan itu.”

Salsabila merasa ada keheningan yang dalam di antara mereka. Ia tahu, bagi Aldo, melodi yang ia mainkan bukan hanya sekadar hiburan. Itu adalah cara untuk melepaskan, cara untuk berbicara dengan hati yang terluka.

“Aldo,” Salsabila memulai, suaranya pelan. “Aku tahu ini mungkin tidak mudah untukmu, tapi aku ingin kau tahu, kamu tidak perlu menanggung semuanya sendirian. Terkadang, berbicara dengan orang lain bisa membantu. Aku… aku ingin mendengarkan ceritamu. Tidak harus sekarang, tapi jika kamu ingin berbagi, aku akan ada di sini.”

Aldo menoleh ke arah Salsabila, dan untuk pertama kalinya, ia melihat mata Salsabila dengan penuh perhatian, tanpa ada rasa canggung. Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat hatinya sedikit lebih tenang. Untuk sesaat, ia merasa tidak begitu kesepian lagi.

“Aku terima kasih, Salsabila,” katanya dengan suara yang lebih lembut. “Kamu sudah banyak membuatku merasa lebih baik hanya dengan berada di sini. Terima kasih sudah mau mendengarkan.”

Salsabila tersenyum kecil, merasa bahwa kata-kata itu sangat berarti. “Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kamu tidak harus menghadapinya sendirian. Kita bisa saling berbagi, Aldo.”

Mereka duduk diam beberapa saat, membiarkan keheningan itu mengisi ruang di antara mereka. Namun, kali ini, keheningan itu terasa berbeda. Tidak ada rasa canggung atau berat. Hanya ada dua orang yang, meskipun tidak saling mengenal sepenuhnya, merasa terhubung melalui melodi yang dimainkan oleh Aldo.

Setelah beberapa menit, Aldo kembali mengambil gitarnya. Salsabila memandangnya dengan penuh perhatian, dan Aldo pun mulai memetik senar gitar, kali ini dengan lebih pelan dan penuh perasaan. Melodi yang mengalun di udara seolah menyatukan mereka lebih dekat, membuat jarak antara hati mereka semakin rapat.

Salsabila menutup mata sejenak, membiarkan melodi itu membawa dirinya ke dalam dunia lain, dunia di mana hanya ada lagu dan perasaan yang tak terucapkan. Ia merasa seolah waktu berhenti sejenak, dan untuk pertama kalinya sejak tiba di Jamari, ia merasa bahwa ia telah menemukan sesuatu yang berharga. Tidak hanya sebuah kenangan, tetapi juga sebuah hubungan yang tumbuh dengan perlahan, mengalir seperti aliran sungai yang tenang.

Ketika Aldo selesai memainkan lagunya, ia menoleh ke arah Salsabila, dan kali ini senyumnya lebih lebar. “Terima kasih sudah mendengarkan,” katanya dengan tulus. “Lagu ini… aku buat khusus untukmu, sebagai ucapan terima kasih.”

Salsabila terkejut, dan hatinya berdebar lebih cepat. “Untukku?” tanyanya, tidak percaya.

Aldo hanya mengangguk, dan matanya yang penuh makna itu menatapnya dalam-dalam. “Ya, untukmu. Karena kamu sudah membuatku merasa bahwa meskipun ada banyak kenangan yang belum bisa aku lepaskan, ada juga harapan untuk masa depan.”

Salsabila terdiam, perasaannya bercampur aduk. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab, namun ia merasa bahwa ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang penuh makna, perjalanan yang akan terus terjalin antara dirinya dan Aldo, melalui melodi yang menghubungkan hati mereka.*

Bab 4: Ketegangan yang Tak Terucapkan

Musim semi tiba dengan pelan, dan taman bunga di Jamari mulai mekar dengan warna-warna cerah yang memikat. Namun, di balik keindahan itu, ada perasaan yang sulit diungkapkan di hati Salsabila. Setiap kali ia bertemu Aldo, ada ketegangan yang membungkus hubungan mereka, seolah-olah ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan, tetapi tidak ada kata yang keluar. Salsabila merasakan perasaan itu semakin menguat, tetapi ia juga tahu bahwa ada luka di dalam diri Aldo yang belum bisa disembuhkan. Luka itu terlihat jelas dalam setiap tatapan matanya, dan meskipun ia berusaha untuk tidak membicarakannya, ketegangan itu selalu ada di antara mereka.

Hari itu, Salsabila kembali ke taman bunga. Ia berharap bisa bertemu Aldo lagi, namun hatinya sedikit cemas. Ia merasa ada sesuatu yang belum selesai antara mereka, dan perasaan itu semakin mengganggu pikirannya. Ketika ia tiba di taman, ia melihat Aldo duduk di bangku taman seperti biasa, gitar di tangannya. Namun, kali ini, wajah Aldo terlihat lebih serius, dan ia tampak terbenam dalam pikirannya sendiri.

Salsabila berjalan mendekat dan duduk di bangku sebelahnya. Ia tidak langsung menyapa, hanya duduk diam, merasa canggung dengan keheningan yang ada di antara mereka. Aldo tampak menyadari kehadirannya, namun ia tidak segera menoleh. Suasana di sekitar mereka terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang berdesir pelan dan burung-burung yang bernyanyi di kejauhan. Ketegangan itu semakin terasa, seolah-olah ada sesuatu yang belum terungkap, sesuatu yang mengganjal di antara mereka.

Aldo akhirnya meletakkan gitarnya di samping dan menoleh ke arah Salsabila. Matanya tampak seperti sedang mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan. Namun, sepertinya ia ragu untuk berbicara. Salsabila bisa merasakan ketegangan itu semakin membesar. Ada jarak yang tercipta meskipun mereka duduk begitu dekat satu sama lain.

“Salsabila,” Aldo akhirnya memulai, suaranya sedikit serak, seolah terhalang oleh sesuatu yang tak bisa ia katakan. “Aku tahu, kita sudah berbicara banyak tentang banyak hal, tapi… aku merasa ada sesuatu yang belum aku ungkapkan.”

Salsabila menatap Aldo dengan penuh perhatian, perasaan campur aduk mulai muncul di dalam hatinya. Ia tahu bahwa ini adalah momen yang penting, momen di mana sesuatu yang sudah lama terpendam harus dikeluarkan, meskipun itu sulit.

“Apa itu?” tanya Salsabila dengan lembut, mencoba menghilangkan rasa canggung yang mengisi udara di sekitar mereka.

Aldo menarik napas panjang, seolah berusaha mencari keberanian. “Aku tidak tahu bagaimana harus memulai,” katanya pelan. “Terkadang, aku merasa kita sudah terlalu lama berdiam diri dalam kesunyian ini. Aku merasa ada sesuatu yang tak bisa aku ungkapkan, tapi itu terus mengganggu pikiran dan hatiku.”

Salsabila merasakan ketegangan yang semakin menebal. Ia tahu bahwa Aldo sedang berjuang dengan perasaannya sendiri, namun ia juga merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia ingin mengerti, ingin memberi ruang bagi Aldo untuk berbicara, namun ada keraguan yang membuatnya ragu untuk bertanya lebih jauh.

“Aldo, kalau ada yang mengganggumu, kamu bisa bercerita,” kata Salsabila dengan hati-hati. “Aku di sini, aku ingin mendengarkanmu.”

Aldo menatapnya dengan mata yang penuh keraguan. Sejenak, ia terdiam, berpikir sejenak. Lalu, akhirnya ia membuka suara lagi, namun kali ini suaranya terdengar lebih berat.

“Salsabila,” katanya, suaranya lebih rendah, seolah berusaha menyembunyikan rasa sakit di dalam hatinya. “Ada hal yang sulit bagiku untuk diterima. Setiap kali aku melihatmu, aku merasa ada sesuatu yang mengikat hatiku, tapi pada saat yang sama, aku juga merasa ada beban yang begitu berat di dalam diriku. Aku tidak bisa melepaskan kenangan tentang Arin begitu saja. Aku merasa seperti… seperti aku mengkhianatinya setiap kali aku mencoba untuk merasa bahagia dengan orang lain.”

Salsabila terkejut mendengar kata-kata Aldo. Selama ini, ia sudah tahu bahwa Aldo masih merasa terikat dengan kenangan tentang Arin, namun ia tidak pernah membayangkan bahwa perasaan itu begitu kuat, bahkan sampai membuat Aldo merasa bersalah untuk merasakan kebahagiaan bersama orang lain.

“Aldo, kamu tidak perlu merasa seperti itu,” kata Salsabila, berusaha meyakinkan pemuda itu. “Cinta itu bukan tentang mengkhianati seseorang. Arin mungkin sudah menjadi bagian dari hidupmu, tapi kamu juga berhak untuk merasakan kebahagiaan dan menemukan jalan baru dalam hidupmu.”

Aldo menundukkan kepala, seolah tidak bisa menerima kata-kata Salsabila. “Aku tahu, Salsabila,” katanya, suaranya terdengar penuh penyesalan. “Tapi perasaan itu tidak bisa hilang begitu saja. Aku masih merasa seperti Arin ada di sini, mengawasi setiap langkahku. Dan aku merasa tidak adil jika aku mencoba untuk membuka hatiku untuk orang lain.”

Salsabila terdiam, meresapi kata-kata Aldo. Ia merasa hatinya teriris mendengar betapa berat perasaan Aldo, namun di sisi lain, ia juga merasa bingung. Ia ingin membantu Aldo, ingin membuatnya melepaskan beban itu, namun ia tahu bahwa perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Cinta pertama selalu meninggalkan jejak yang dalam, dan itu bukan sesuatu yang bisa dengan mudah dilupakan.

“Aldo, aku mengerti,” kata Salsabila dengan pelan. “Aku tidak akan memaksamu untuk melupakan Arin. Aku hanya ingin kamu tahu, aku ada di sini, dan aku ingin kita bisa berbagi, bisa saling mendukung. Tidak ada yang salah dengan perasaan yang kamu miliki, tapi jangan biarkan itu menghentikanmu untuk merasakan kebahagiaan.”

Aldo menatapnya dengan tatapan yang penuh kebingungan. “Aku… aku tidak tahu apakah aku bisa merasakan kebahagiaan lagi, Salsabila. Aku merasa seperti aku sudah terlalu lama terperangkap dalam kenangan-kenangan itu.”

Salsabila merasakan betapa dalam luka yang dirasakan Aldo. Ia tahu bahwa untuk bisa sembuh, Aldo harus melepaskan kenangan itu, meskipun itu tidak mudah. “Aldo, kamu tidak harus melupakan Arin untuk bisa merasa bahagia. Tapi kamu harus belajar untuk menerima kenyataan bahwa hidup terus berjalan. Dan meskipun kita tidak bisa mengubah masa lalu, kita masih bisa memilih untuk berjalan menuju masa depan.”

Suasana menjadi semakin hening, dan hujan mulai turun perlahan, menambah kesan melankolis pada percakapan mereka. Aldo menundukkan kepala, merenungkan kata-kata Salsabila. Ia merasa seolah-olah beban berat yang selama ini ia pikul sedikit demi sedikit mulai terangkat. Mungkin, memang benar apa yang dikatakan Salsabila—ia tidak perlu melupakan Arin untuk merasakan kebahagiaan, namun ia juga harus belajar untuk menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan.

Salsabila menatap Aldo dengan penuh perhatian. Ia tahu bahwa ini adalah proses yang panjang, dan tidak ada solusi instan. Namun, ia juga tahu bahwa jika Aldo mau terbuka, jika ia bersedia untuk berbicara tentang perasaannya, maka mungkin jalan menuju penyembuhan akan sedikit lebih terang.

“Aldo,” Salsabila berkata dengan lembut, “apa pun yang kamu rasakan, aku akan ada di sini. Kamu tidak harus menghadapinya sendirian. Aku akan mendengarkanmu kapan saja kamu siap untuk berbicara.”

Aldo mengangkat wajahnya dan menatap Salsabila. Meskipun masih ada keraguan di matanya, ada rasa terima kasih yang muncul di sana. Mungkin, untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih ringan, sedikit lebih siap untuk melepaskan beban yang selama ini ia sembunyikan dalam dirinya.

“Terima kasih, Salsabila,” katanya, suaranya sedikit lebih tenang. “Aku rasa aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, tapi aku senang bisa berbicara denganmu.”

Salsabila tersenyum kecil. “Aku senang bisa mendengarkanmu, Aldo. Ingat, kamu tidak perlu menyembunyikan apapun. Aku di sini untukmu.”

Hujan semakin deras, namun tidak ada lagi ketegangan yang mengisi udara di sekitar mereka. Meskipun jalan menuju penyembuhan masih panjang, perasaan yang berat itu kini terasa sedikit lebih ringan, sedikit lebih bisa diterima. Mereka duduk bersama di bangku taman, mendengarkan suara hujan yang semakin keras, dan untuk pertama kalinya, Salsabila merasa bahwa mungkin mereka bisa menemukan jalan bersama menuju kebahagiaan.*

Bab 5: Melodi Rindu yang Terungkap

Hujan masih mengguyur dengan deras, menyelimuti Jamari dalam suasana yang begitu tenang. Taman bunga yang biasanya penuh dengan warna dan keceriaan kini terlihat lebih misterius, dengan kabut tipis yang menyelimuti setiap sudutnya. Salsabila duduk di bangku taman, mata memandang ke arah Aldo yang sedang duduk tidak jauh darinya, memeluk gitar kesayangannya. Ada sebuah melodi yang baru saja terlahir, mengalun perlahan di udara, menyatu dengan suara hujan yang turun tanpa henti.

Aldo mulai memainkan senar gitar dengan lembut, seolah-olah lagu yang ia mainkan adalah sebuah rahasia yang hanya bisa dipahami oleh mereka berdua. Salsabila merasakan perasaan yang begitu dalam saat mendengarkan melodi itu. Setiap nada yang keluar dari gitar Aldo seperti menggambarkan rasa rindu yang terpendam, sebuah perasaan yang selama ini ia coba sembunyikan. Ada sesuatu yang belum pernah diungkapkan, sebuah melodi yang kini terasa begitu akrab, seolah sudah lama berada di dalam hati mereka, menunggu untuk dilantunkan.

Salsabila menutup mata sejenak, membiarkan alunan melodi itu mengisi ruang hatinya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam lagu ini—sesuatu yang membuatnya semakin dekat dengan Aldo, meskipun kata-kata masih jarang terucap di antara mereka. Ia bisa merasakan rindu yang begitu dalam, rindu yang terpendam dalam diri Aldo, dan mungkin juga rindu yang ia sendiri rasakan. Namun, ada keheningan yang membungkus perasaan itu, seolah-olah mereka masih menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan segala yang ada di hati.

Setelah beberapa saat, Aldo menghentikan petikan gitarnya, dan suasana kembali hening. Hujan masih turun dengan lembut, menciptakan suasana yang semakin melankolis. Salsabila membuka mata dan menatap Aldo, yang kini memandangnya dengan tatapan yang penuh makna. Ada sesuatu dalam mata Aldo yang membuat Salsabila merasa bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini tertahan.

“Aldo,” kata Salsabila, suaranya lembut namun penuh tekad. “Melodi itu… itu seperti menyampaikan semua perasaan yang kita simpan, bukan?”

Aldo terdiam sejenak, lalu ia menatap Salsabila dengan tatapan yang lebih dalam. “Iya,” jawabnya, suaranya sedikit serak. “Lagu itu… aku buat untukmu, Salsabila. Setiap nada yang aku mainkan adalah perasaan yang selama ini sulit untuk aku ungkapkan dengan kata-kata.”

Salsabila terkejut mendengar pengakuan Aldo. Hatinya berdebar lebih cepat, dan ia merasa seolah ada sebuah beban yang terangkat dari dadanya. Ia tahu bahwa perasaan Aldo bukanlah hal yang mudah untuk diungkapkan, dan kini melodi itu menjadi jembatan antara hati mereka.

“Aldo, aku… aku merasa ada yang berbeda antara kita,” kata Salsabila dengan suara yang lebih lembut. “Aku tahu, kita belum banyak berbicara tentang apa yang kita rasakan, tapi setiap kali aku mendengarkan musikmu, aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang kita berdua coba sembunyikan.”

Aldo menundukkan kepala, meresapi kata-kata Salsabila. “Aku tahu,” katanya, suaranya hampir berbisik. “Aku merasa ada ketegangan yang selalu mengisi udara di sekitar kita, seperti kita berdua mencoba untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi aku juga merasa takut, takut jika aku salah, jika aku membuatmu merasa canggung atau tidak nyaman.”

Salsabila merasa perasaan itu semakin jelas, semakin kuat. “Aku tidak merasa canggung, Aldo,” katanya dengan penuh keyakinan. “Aku hanya merasa bingung, karena aku juga merasakan hal yang sama. Aku merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara kita, tetapi aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.”

Aldo mengangkat wajahnya, dan untuk pertama kalinya, mereka saling menatap dengan penuh pengertian. Tak ada lagi jarak, tak ada lagi keraguan. Melodi yang mengalun antara mereka seolah telah membuka jalan bagi mereka untuk saling berbicara, untuk saling memahami perasaan yang selama ini tersembunyi di dalam hati.

“Salsabila,” kata Aldo, suaranya penuh dengan emosi. “Aku sudah lama menyimpan perasaan ini. Aku merasa seperti melodi yang aku mainkan adalah cara untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati, namun kata-kata selalu terasa tidak cukup. Aku merasa rindu… rindu yang sangat dalam, meskipun kita baru saja bertemu.”

Salsabila terkejut dengan pengakuan Aldo, namun di sisi lain, hatinya terasa hangat. Ia merasa bahwa inilah saat yang tepat, saat di mana perasaan mereka yang selama ini terpendam akhirnya bisa terungkap. “Aku juga merasa begitu, Aldo,” kata Salsabila dengan lembut. “Aku merasakan kedekatan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mungkin, seperti yang kamu katakan, ini adalah rindu yang sudah ada sejak lama. Rindu yang mengalun dalam setiap melodi yang kita dengar.”

Aldo tersenyum kecil, senyum yang penuh dengan pengertian. “Jadi, kamu merasakannya juga?” tanyanya, seolah mencari kepastian.

Salsabila mengangguk, matanya yang lembut menatap Aldo. “Iya, Aldo. Aku merasakannya. Aku merasa kita terhubung, meskipun kita tidak banyak berbicara. Aku merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara kita, sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.”

Aldo tersenyum lebih lebar, dan kali ini, senyumnya terasa lebih tulus. “Aku senang mendengarnya, Salsabila. Aku merasa… aku merasa seperti kita sudah lama mengenal satu sama lain, meskipun kenyataannya, kita baru bertemu beberapa waktu yang lalu.”

Keheningan kembali mengisi ruang di sekitar mereka, namun kali ini, keheningan itu tidak terasa canggung. Mereka duduk bersama di bangku taman, saling bertukar pandang dengan senyum yang tak terucapkan. Suasana di sekitar mereka terasa begitu tenang, dan hanya suara hujan yang turun dengan lembut yang terdengar di telinga mereka.

“Aldo,” kata Salsabila akhirnya, suaranya sedikit gemetar karena perasaan yang begitu kuat di dalam hatinya. “Aku ingin kamu tahu, bahwa aku siap untuk menjalani perjalanan ini bersamamu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku merasa bahwa kita bisa saling mendukung, kita bisa saling berbagi, dan bersama-sama menemukan jalan menuju kebahagiaan.”

Aldo menatapnya dengan mata yang penuh rasa terima kasih. “Aku juga merasa begitu, Salsabila,” jawabnya dengan suara yang tulus. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi aku ingin kita mencoba bersama. Aku ingin melangkah ke depan bersama kamu, tanpa ada keraguan lagi.”

Salsabila merasakan hatinya penuh dengan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Meskipun masih ada banyak hal yang harus mereka hadapi bersama, ada keyakinan dalam hatinya bahwa mereka akan melalui semua itu dengan kekuatan cinta dan melodi yang terus menghubungkan mereka.

“Melodi ini,” kata Salsabila, mengalihkan perhatian Aldo ke gitar yang masih tergeletak di sampingnya. “Melodi ini adalah penghubung antara kita, bukan?”

Aldo mengangguk, lalu mulai memetik gitar dengan lembut. “Iya, Salsabila. Melodi ini adalah cara kita berbicara tanpa kata-kata. Dan aku ingin kita terus berbicara dengan melodi ini, selama-lamanya.”

Salsabila tersenyum, merasa bahwa ini adalah awal dari sebuah kisah yang akan terus terjalin antara dirinya dan Aldo, kisah yang penuh dengan melodi rindu dan cinta yang terungkap. Meskipun perjalanan mereka belum berakhir, mereka kini tahu bahwa mereka tidak akan melaluinya sendirian. Mereka akan terus bersama, menghadapinya dengan keberanian, dan membiarkan melodi itu mengalun sepanjang waktu.*

Bab 6: Rintangan yang Menguji Cinta

Setelah melodi rindu yang menghubungkan mereka, perjalanan cinta antara Salsabila dan Aldo tampaknya berjalan lebih lancar. Mereka mulai terbuka satu sama lain, berbagi cerita, dan merasakan kedekatan yang semakin dalam. Namun, meskipun ada ikatan yang kuat di antara mereka, cinta mereka segera diuji oleh rintangan yang tak terduga. Kehidupan tidak selalu berjalan mulus, dan seperti sebuah lagu yang indah, selalu ada nada-nada disonan yang harus dihadapi.

Pada suatu sore yang cerah, Salsabila menerima kabar yang mengejutkannya. Ibunya, yang tinggal di luar kota, tiba-tiba jatuh sakit. Tanpa berpikir panjang, Salsabila memutuskan untuk segera pulang ke rumah orang tuanya. Ia tahu bahwa saat seperti ini, keluarganya membutuhkan kehadirannya. Namun, keputusan itu membuatnya merasa cemas. Ia tahu bahwa perpisahan sementara dengan Aldo akan menguji kekuatan perasaan mereka.

“Aldo, aku harus pulang ke rumah,” kata Salsabila dengan suara lembut namun penuh keraguan. Mereka sedang duduk di sebuah kafe kecil di sudut kota, menikmati secangkir kopi di tengah obrolan yang ringan. Namun, kali ini, ada kecemasan yang menggantung di hati Salsabila.

Aldo menatapnya dengan mata penuh perhatian, namun ekspresinya sedikit berubah. “Kamu pasti ingin cepat sampai di sana, kan? Apa ibumu baik-baik saja?”

Salsabila mengangguk, tetapi ada raut kekhawatiran yang tidak bisa ia sembunyikan. “Aku harus pergi untuk beberapa waktu. Aku tidak tahu berapa lama. Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja di rumah,” jawabnya pelan, merasa sedikit bersalah meninggalkan Aldo saat hubungan mereka baru saja berkembang.

Aldo terdiam beberapa detik, lalu menghela napas panjang. “Aku mengerti, Salsabila. Keluargamu tentu lebih membutuhkanmu. Tapi…” Aldo berhenti sejenak, tampak berpikir keras. “Tapi aku khawatir kita akan kehilangan kontak saat kamu jauh. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi jarak ini. Kita baru saja mulai dekat, dan sekarang ada banyak hal yang belum kita bicarakan.”

Salsabila merasakan kehangatan dari kata-kata Aldo, tetapi juga menyadari betapa besarnya ketakutan yang ia rasakan. “Aldo, aku juga khawatir. Tapi aku janji, kita akan tetap berkomunikasi. Aku tidak ingin jarak ini merusak apa yang sudah kita bangun.”

Namun, meskipun ia berusaha meyakinkan Aldo, rasa cemas itu tetap ada dalam hati Salsabila. Begitu banyak yang harus dipikirkan. Ia harus mengurus ibunya, memastikan semuanya baik-baik saja, dan di sisi lain, ia merasa khawatir akan mengabaikan Aldo. Namun, ia tahu bahwa keluarga tetap menjadi prioritas, dan ia harus pulang ke rumah untuk merawat ibunya.

Beberapa hari berlalu, dan jarak antara Salsabila dan Aldo semakin jauh, meskipun mereka terus berusaha menjaga komunikasi. Mereka sering menghubungi satu sama lain lewat telepon atau pesan singkat, namun percakapan mereka tidak lagi semudah dulu. Ada ketegangan yang terasa, seperti ada celah yang mulai muncul di antara mereka. Waktu yang semakin terbatas dan perasaan rindu yang semakin menguat membuat hubungan mereka mulai terasa penuh dengan ketidakpastian.

Salsabila merasa cemas setiap kali teleponnya berbunyi, khawatir jika itu adalah pesan dari Aldo yang mengungkapkan kekesalan atau ketidakpastian. Namun, meskipun ia merasakan hal itu, ia berusaha untuk tetap menjaga komunikasi dan berbicara dengan penuh perhatian, berharap agar Aldo mengerti posisinya. Aldo pun sering mengirimkan pesan singkat, namun beberapa kali terlihat seperti ada jarak dalam kata-katanya, seolah-olah ia tidak bisa sepenuhnya membuka dirinya.

Suatu hari, saat Salsabila tengah menghabiskan waktu dengan ibunya, ia menerima pesan dari Aldo yang tiba-tiba membuat jantungnya berdegup kencang. Pesan itu singkat, namun penuh dengan makna yang mendalam:

“Salsabila, aku rasa aku harus jujur padamu. Aku merasa ada yang berubah di antara kita, dan aku tidak tahu bagaimana menghadapinya. Aku merasa takut, takut jika kita tidak bisa bertahan dalam hubungan jarak jauh ini. Aku tidak ingin mengganggumu, tapi aku juga tidak bisa terus merasa seperti ini.”

Membaca pesan itu, Salsabila merasa seperti sebuah beban berat jatuh di dadanya. Ia tahu bahwa Aldo tidak mudah untuk mengungkapkan perasaannya, dan jika dia akhirnya mengatakan hal seperti itu, berarti perasaan Aldo sudah begitu dalam. Namun, meskipun ia merasa sakit mendengar kata-kata itu, Salsabila juga tahu bahwa ini adalah ujian untuk mereka berdua. Cinta mereka akan diuji, dan mereka harus melewati rintangan ini jika ingin terus berjalan bersama.

Ia membalas pesan itu dengan hati-hati, berharap bisa memberi jawaban yang menenangkan.

“Aldo, aku mengerti kekhawatiranmu. Aku juga merasakannya. Jarak ini memang sulit, tapi aku ingin kita berjuang bersama. Aku tidak ingin kehilanganmu, dan aku percaya kita bisa melewati ini. Kita hanya perlu lebih sabar dan percaya satu sama lain.”

Setelah mengirimkan pesan itu, Salsabila merasakan kelegaan sedikit, meskipun ia tahu bahwa masalah ini belum selesai. Ia harus berusaha lebih keras untuk membuat Aldo merasa aman dan meyakinkan bahwa hubungan mereka masih bisa bertahan, meskipun jarak memisahkan mereka. Namun, ia juga sadar bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan. Cinta membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata; ia membutuhkan tindakan, pengorbanan, dan waktu.

Di sisi lain, Aldo merasa bingung dan terombang-ambing. Meskipun ia mencintai Salsabila, ia merasa cemas dengan masa depan hubungan mereka. Ia tidak bisa mengabaikan perasaannya yang mulai merasa terasingkan, meskipun ia tahu bahwa Salsabila berusaha keras untuk menjaga komunikasi. Namun, semakin lama ia merasakan ketegangan yang semakin kuat, dan kadang-kadang, ia merasa cemburu pada hal-hal yang tidak bisa ia kendalikan. Setiap kali Salsabila berbicara tentang ibunya, atau tentang hal lain yang tidak melibatkan dirinya, Aldo merasa terpinggirkan, meskipun ia tahu bahwa itu bukan salah Salsabila.

“Apa aku terlalu banyak berharap?” Aldo berpikir dalam hati, sambil menatap ponselnya. “Apa aku sudah membuatnya merasa tertekan? Aku tidak ingin menjadi beban, tapi kenapa rasanya begitu sulit untuk merasa dekat dengannya sekarang?”

Pada akhirnya, Aldo memutuskan untuk berbicara langsung dengan Salsabila, mengungkapkan apa yang ia rasakan. Ia mengirimkan pesan lagi, kali ini dengan lebih jujur:

“Salsabila, aku tidak ingin hubungan ini menjadi semakin sulit. Aku tahu kamu sedang sibuk dengan keluargamu, dan aku tidak ingin menambah bebanmu. Tapi aku merasa aku membutuhkan lebih banyak perhatian, lebih banyak waktu untuk kita berdua. Aku takut kita mulai kehilangan apa yang kita miliki.”

Pesan itu sangat jujur, namun Salsabila tahu bahwa ini adalah saat yang penting. Ia harus lebih terbuka, lebih sabar, dan lebih memahami. Mereka berdua sedang berada di persimpangan jalan, dan bagaimana mereka memilih untuk melangkah selanjutnya akan menentukan arah hubungan mereka.

Setelah menerima pesan itu, Salsabila merasa hatinya teriris. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa lari dari kenyataan. Ia harus berbicara dengan Aldo, menjelaskan segala sesuatu yang sedang terjadi, dan memberikan kepastian bahwa ia masih peduli dan ingin melanjutkan hubungan mereka.

“Aldo, aku juga merasa seperti itu,” jawabnya dengan tegas. “Aku tidak ingin kita merasa terpisah, meskipun kita jauh. Aku ingin kita saling mendukung dan tidak memberi ruang untuk keraguan. Aku akan berusaha lebih baik, dan aku harap kita bisa melalui semua ini bersama.”

Salsabila tahu bahwa rintangan ini adalah ujian pertama mereka. Namun, ia yakin bahwa mereka akan bisa melewatinya, asal mereka terus berkomunikasi dengan jujur dan saling mendukung. Cinta mereka mungkin belum sempurna, namun mereka siap untuk berjuang bersama, untuk menghadapi rintangan yang datang dengan tangan yang saling menggenggam erat.*

Bab 7: Cinta yang Bersemi Kembali

Musim berubah, dan dengan itu, waktu terus berjalan, membawa segala suka dan duka yang menghiasi perjalanan hidup Salsabila dan Aldo. Mereka telah melewati banyak hal bersama, menghadapi rintangan yang menguji cinta mereka, dan menghadapinya dengan penuh ketekunan. Setelah badai ketidakpastian yang melanda hubungan mereka, kini ada kedamaian yang mulai menyelimuti hati mereka.

Salsabila kembali ke kota setelah beberapa minggu mengurus ibunya. Meski jarak memisahkan mereka, komunikasi yang mereka bangun dengan susah payah menjadi penopang bagi hati yang saling merindukan. Aldo pun selalu berusaha untuk mengerti, memberi ruang bagi Salsabila untuk menjalani kewajibannya tanpa merasa terbebani. Mereka berdua telah belajar untuk memberi ruang satu sama lain, memberi waktu untuk berkembang, baik sebagai individu maupun sebagai pasangan.

Pagi itu, Salsabila berjalan perlahan menyusuri taman bunga tempat mereka pertama kali bertemu. Taman itu tampak lebih hidup daripada sebelumnya, dengan bunga-bunga yang bermekaran dan langit biru cerah yang menjadi latar belakang yang sempurna. Salsabila menghela napas panjang, merasakan kelegaan yang datang dari dalam hatinya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang baru dalam dirinya—sesuatu yang lebih kuat dan lebih pasti.

Aldo sudah menunggu di bangku taman, memegang gitar seperti biasa. Ketika Salsabila melihatnya, hatinya berdegup lebih cepat. Meskipun mereka sudah menjalani hubungan untuk beberapa waktu, setiap kali bertemu Aldo selalu menghadirkan perasaan yang sama seperti pertama kali bertemu—perasaan hangat, bahagia, dan penuh harapan.

“Aldo,” Salsabila menyapa dengan senyum yang tulus. Aldo menoleh dan membalas senyum itu dengan hangat. Ada cahaya di matanya yang tidak bisa disembunyikan. Perasaan yang selama ini mereka rasakan, meski sempat terguncang oleh keraguan dan jarak, kini terasa lebih kuat, lebih nyata.

“Salsabila, kamu kembali,” kata Aldo, suaranya penuh kelegaan. “Aku sudah menunggumu.”

Salsabila duduk di samping Aldo, menikmati suasana taman yang damai. Mereka tak berbicara banyak, namun kehadiran mereka sudah cukup untuk menyampaikan ribuan kata yang tak terucapkan. Hanya suara angin yang berdesir dan kicauan burung yang terdengar di sekitar mereka, seolah alam pun ikut merayakan pertemuan ini.

“Aku merasa seperti kita sudah kembali menemukan jalan kita,” kata Salsabila setelah beberapa saat terdiam. “Aku tahu kita sudah melalui banyak hal, tapi aku merasa sekarang kita lebih mengerti satu sama lain.”

Aldo menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku juga merasa seperti itu. Kita telah melewati masa-masa sulit, dan itu mengajarkan kita banyak hal. Aku merasa kita lebih dewasa sekarang, lebih kuat.”

Salsabila mengangguk, matanya bersinar penuh harapan. “Aku merasa seperti cinta kita sudah bersemi kembali, setelah melewati semua cobaan itu. Kita memang pernah terpisah oleh jarak dan waktu, tapi itu justru membuat kita lebih menghargai satu sama lain.”

Aldo tersenyum, lalu memainkan gitar dengan lembut. Sebuah melodi yang familiar mulai mengalun, melantunkan lagu yang pernah mereka dengar bersama. Lagu itu, yang diciptakan oleh Aldo, seolah menjadi simbol perjalanan cinta mereka—cinta yang pernah teruji, namun kini kembali tumbuh dengan lebih indah.

Salsabila menutup matanya, membiarkan melodi itu membawa pikirannya kembali ke masa-masa yang penuh dengan keraguan dan ketidakpastian. Namun, meskipun masa lalu itu penuh dengan ujian, ia tahu bahwa semuanya telah membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih siap untuk menghadapi segala hal yang akan datang.

Ketika lagu itu selesai, Salsabila membuka matanya dan menatap Aldo. “Aku ingin kita terus seperti ini, Aldo,” katanya, suaranya penuh harapan. “Aku ingin kita selalu saling mendukung, tidak peduli apa pun yang terjadi. Aku ingin kita berjalan bersama, menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan.”

Aldo menatapnya dengan mata yang penuh arti, seolah-olah kata-kata itu adalah jawaban yang telah ia tunggu-tunggu. “Aku juga ingin begitu, Salsabila. Aku ingin kita selalu bersama, melalui suka dan duka. Aku percaya, kita bisa melewati apapun bersama.”

Perasaan itu, yang mereka rasakan sejak pertama kali bertemu, kini tumbuh lebih dalam. Cinta mereka bukan lagi hanya tentang kebahagiaan semata, tetapi juga tentang komitmen, pengertian, dan usaha untuk selalu hadir satu sama lain. Mereka telah belajar untuk lebih sabar, lebih mendengarkan, dan lebih menghargai setiap momen yang ada.

Hari-hari berikutnya terasa lebih penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian. Meskipun tantangan masih ada di depan mereka, baik dalam bentuk pekerjaan, keluarga, atau kehidupan pribadi, Salsabila dan Aldo merasa siap untuk menghadapinya bersama. Mereka tahu bahwa cinta bukanlah sesuatu yang hanya ditemukan begitu saja, tetapi sesuatu yang harus dijaga dan dipupuk agar terus berkembang.

Pada suatu sore, Aldo mengajak Salsabila untuk berjalan-jalan di sekitar taman bunga. Mereka berbicara tentang impian-impian mereka, tentang masa depan yang mereka inginkan, dan tentang segala hal yang telah mereka lewati bersama. Ada rasa kedamaian yang begitu dalam, seolah-olah dunia di sekitar mereka hanya milik mereka berdua.

“Salsabila,” kata Aldo, menghentikan langkahnya dan menatapnya dengan serius. “Aku ingin kita membangun masa depan bersama. Aku ingin kita tetap saling mendukung, tak hanya dalam cinta, tapi juga dalam setiap langkah yang kita ambil.”

Salsabila menatapnya dengan mata yang penuh harapan. “Aku juga ingin itu, Aldo. Aku ingin kita selalu bersama, menghadapinya bersama-sama, tak peduli apapun yang datang.”

Aldo tersenyum, lalu menggenggam tangan Salsabila dengan erat. “Kita sudah melewati banyak hal, dan kita akan terus melewati semuanya, karena kita tahu bahwa kita saling mencintai. Aku berjanji akan selalu ada untukmu.”

Salsabila merasa ada kehangatan yang meresap dalam hatinya. Ia tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan selalu mudah, namun dengan Aldo di sisinya, ia merasa yakin bahwa mereka bisa menghadapinya bersama. Cinta mereka yang pernah teruji oleh waktu dan jarak kini semakin kuat, semakin mendalam. Seperti taman bunga yang tumbuh dengan indahnya, cinta mereka pun bersemi kembali, siap menghadapi musim-musim yang akan datang.

Malam itu, mereka duduk di bangku taman, menikmati suasana malam yang tenang. Aldo kembali memainkan gitar, dan kali ini, lagu yang ia mainkan lebih dari sekadar melodi. Lagu itu adalah pernyataan hati, sebuah janji untuk selalu ada, untuk selalu saling mencintai, tak peduli apa pun yang akan datang.

Salsabila menatap bintang di langit, merasakan kebahagiaan yang begitu mendalam. “Aku tahu, kita akan selalu bersama, Aldo. Cinta kita sudah bersemi kembali, dan aku percaya, ini adalah awal dari perjalanan yang indah.”

Aldo mengangguk, matanya penuh dengan keyakinan. “Ini baru awal, Salsabila. Kita akan terus berjalan bersama, dan cinta kita akan tumbuh semakin kuat, semakin indah.”

Malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, mereka berdua duduk bersama, saling berpegangan tangan, dan merasakan cinta yang telah bersemi kembali—cinta yang akan terus tumbuh, berkembang, dan melangkah bersama menuju masa depan yang penuh harapan.***

————-THE END————

 

 

Source: DELA SAYFA
Tags: #CintaBersemi #RinduTertahan #MelodiHati #CintaDanRindu #PerjalananHati
Previous Post

PESAN CINTA DI SETIAP TITIK WAKTU

Next Post

JARAK INI, TAK MENGHALANGI RINDU

Related Posts

CINTA PERTAMA, LUKA TERINDAH

CINTA PERTAMA, LUKA TERINDAH

April 30, 2025
DETIK SAAT NAMAMU MENJADI LAGU

DETIK SAAT NAMAMU MENJADI LAGU

April 29, 2025
SENYUMMU, AWAL DARI SEGALANYA

SENYUMMU, AWAL DARI SEGALANYA

April 28, 2025
SENYUMMU, AWAL DARI SEGALANYA

SENYUMMU, AWAL DARI SEGALANYA

April 27, 2025
” RINDU YANG TAK PERNAH TAHU WAKTU “

” RINDU YANG TAK PERNAH TAHU WAKTU “

April 26, 2025
” JEJAK PERTAMA DI HATIMU “

” JEJAK PERTAMA DI HATIMU “

April 25, 2025
Next Post
JARAK INI, TAK MENGHALANGI RINDU

JARAK INI, TAK MENGHALANGI RINDU

JANJI CINTA DI TAMAN BUNGA

JANJI CINTA DI TAMAN BUNGA

BINTANG YANG SAMA , JARAK YANG BERBEDA

BINTANG YANG SAMA , JARAK YANG BERBEDA

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id