Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

LUKA HATI LUKA JIWA

LUKA HATUI LUKA JIWA

SAME KADE by SAME KADE
March 30, 2025
in Dendam Cinta
Reading Time: 20 mins read
LUKA HATI LUKA JIWA

Daftar Isi

  • BAB 1 Awal Cinta yang Manis
  • BAB 2 Janji yang Patah
  • BAB 3 Dendam yang Tumbuh
  • BAB 4 Kegelapan yang Menguasai
  • BAB 5 Mencari Keadilan
  • BAB 6 Perasaan yang Tidak Bisa Ditepis
  • BAB 7 Luka yang Tidak Bisa Sembuh

BAB 1 Awal Cinta yang Manis

Hari itu adalah hari biasa yang penuh dengan rutinitas di sekolah. Lara berjalan menyusuri koridor sekolah dengan langkah santai, seolah-olah tidak ada yang menarik di sekitarnya. Seperti biasa, ia selalu membawa buku-buku tebal yang menjadi teman setianya, tak banyak berbicara dengan teman-temannya karena kesibukannya dengan dunia studinya. Namun, hari itu terasa sedikit berbeda. Ada sesuatu yang mengganggu ketenangannya, sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.

Lara selalu menjadi gadis yang tertutup. Ia lebih suka bersembunyi di balik tumpukan buku, menyelami dunia yang jauh dari hiruk-pikuk pergaulan. Namun, semuanya berubah sejak ia bertemu dengan Arsen.

Arsen adalah siswa baru yang pindah ke sekolah mereka sekitar dua bulan yang lalu. Ia datang dengan pesona yang tak bisa diabaikan—tinggi, tampan, dengan senyum yang bisa membuat hati siapa pun berdebar. Arsen adalah tipe pria yang mudah menarik perhatian banyak orang, tetapi yang paling mencolok adalah cara dia memperlakukan orang-orang di sekitarnya. Arsen selalu terlihat ramah dan penuh perhatian, membuat banyak orang mengaguminya. Namun, meskipun banyak yang tertarik padanya, Arsen hanya memiliki satu tujuan di sekolah ini: untuk mendekati Lara.

Lara tidak pernah menyangka bahwa suatu hari ia akan menjadi pusat perhatian Arsen. Pada awalnya, ia tidak terlalu memperhatikan kehadiran Arsen yang duduk di kelas yang sama dengannya. Ia menganggapnya hanya sebagai salah satu dari sekian banyak siswa yang datang dan pergi, tanpa memberi dampak besar. Namun, hal itu berubah pada suatu hari ketika Arsen tiba-tiba menghampirinya saat ia sedang duduk sendirian di taman sekolah, membaca buku.

“Hei, Lara, bisa aku duduk di sini?” tanya Arsen dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan, membuat Lara terkejut.

Lara menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Ia jarang sekali berbicara dengan orang lain, apalagi dengan pria seperti Arsen yang begitu populer di sekolah.

“Uh, ya, tentu,” jawab Lara, meski suaranya sedikit ragu.

Arsen duduk di sebelahnya, begitu dekat sehingga Lara bisa merasakan kehadirannya tanpa perlu melihatnya. Ada ketenangan yang aneh, namun di saat yang sama, ketegangan menyelinap di antara mereka. Arsen membuka percakapan dengan penuh kehangatan, bertanya tentang buku yang sedang dibaca Lara. Lara yang biasanya terdiam dan tidak terlalu suka berbicara tentang dirinya, mendapati dirinya merasa nyaman berbicara dengan Arsen. Mereka mulai saling berbagi cerita tentang hal-hal sederhana—buku favorit, film, dan bahkan impian masa depan. Seperti ada sesuatu yang mengalir di antara mereka, membuat Lara merasa seolah-olah mereka sudah lama saling mengenal.

Setelah beberapa pertemuan, percakapan mereka semakin intens dan menyenangkan. Arsen mulai sering datang menemani Lara di taman sekolah setelah pelajaran berakhir. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Arsen memandangnya, membuat Lara merasa seolah-olah ia adalah satu-satunya orang yang penting di dunia ini.

Lara tak bisa menyangkal, meskipun ia mencoba untuk tidak terlalu peduli, ia mulai merasa ada yang istimewa tentang perhatian yang diberikan Arsen kepadanya. Setiap kali Arsen tersenyum padanya, hatinya berdebar dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ada perasaan yang semakin dalam tumbuh di dalam dirinya, dan meskipun ia berusaha mengabaikannya, ia tahu ia tak bisa melawan perasaan itu.

Namun, Lara tetap berusaha menahan perasaannya. Ia tahu bahwa perasaan ini datang begitu cepat dan begitu kuat, tetapi ia juga sadar bahwa hal ini bisa berbahaya. Cinta pertama selalu menjadi yang paling berkesan, tetapi juga bisa menjadi yang paling menyakitkan. Ia merasa takut kehilangan kendali atas hatinya.

Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam dan menciptakan nuansa keemasan di langit, Arsen mengajak Lara berjalan-jalan di sekitar taman sekolah. Mereka berjalan berdampingan, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di sekitar. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, hanya keheningan yang nyaman, yang membuat Lara merasa begitu dekat dengan Arsen, lebih dekat daripada sebelumnya.

“Tapi, aku senang bisa mengenalmu lebih dekat, Lara,” kata Arsen tiba-tiba, menghentikan langkahnya dan menatap wajah Lara dengan tatapan yang dalam dan penuh arti.

Lara terkejut mendengarnya. “Maksudmu…?”

Arsen tersenyum lembut, lalu melanjutkan, “Kamu berbeda dari yang lain. Aku merasa nyaman berada di dekatmu.”

Hati Lara berdegup kencang. Kata-kata Arsen seperti petir yang menyambar jantungnya. Ia merasa seperti terbang ke langit, tapi di saat yang sama, ia juga merasa cemas. Ia tidak tahu harus berkata apa, dan hanya bisa tersenyum canggung.

Sejak saat itu, perasaan Lara kepada Arsen mulai semakin kuat. Arsen tampaknya juga merasa hal yang sama, dan perlahan mereka mulai lebih sering menghabiskan waktu bersama. Setiap hari, Lara menantikan kesempatan untuk berbicara dengan Arsen, berbagi tawa, dan menikmati kebersamaan yang semakin membuat hatinya penuh.

Namun, meskipun Lara mulai merasa bahagia, ia juga menyadari bahwa hubungan ini terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan. Arsen terlalu baik, terlalu perhatian, dan kadang-kadang, Lara merasa cemas bahwa kebahagiaan ini tidak akan bertahan lama. Tetapi, di tengah kebingungannya, satu hal yang pasti: ia jatuh cinta pada Arsen. Cinta yang pertama kali datang begitu manis, tanpa peringatan, tanpa bisa dihindari.

Arsen adalah kisah cinta pertama Lara—sebuah kisah yang penuh dengan kebahagiaan, rasa penasaran, dan ketegangan. Namun, di balik semua itu, Lara tidak tahu bahwa kisah ini akan membawa luka yang lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan. Cinta pertama selalu indah, tetapi terkadang juga penuh dengan ujian yang tak terduga.*

BAB 2 Janji yang Patah

Hari itu, Lara berdiri di depan cermin, menatap refleksinya dengan kosong. Matanya masih merah, pipinya sedikit bengkak, dan bibirnya terasa kering setelah menangis sepanjang malam. Setiap kali ia mengingat kejadian kemarin, hatinya kembali terasa seperti ditusuk-tusuk duri. Arsen, pria yang selama ini ia percayai, yang telah membuatnya merasakan cinta pertama yang begitu indah, ternyata memiliki sisi lain yang tak pernah ia duga.

Semalam, saat mereka berdua duduk bersama di kafe favorit mereka, Arsen tiba-tiba berkata dengan suara yang lebih tenang dari biasanya, “Lara, aku harus jujur padamu. Ada sesuatu yang sudah lama aku sembunyikan.”

Kata-kata itu seolah menggantung di udara, menciptakan kekosongan yang tiba-tiba mengisi seluruh ruang di antara mereka. Lara menatapnya, mencoba memahami maksud dari perkataan itu. Namun, Arsen tampak ragu, seolah mencari kata-kata yang tepat untuk melanjutkan.

“Apa yang kamu sembunyikan?” tanya Lara dengan nada yang rendah, berusaha untuk tetap tenang, meskipun dalam hatinya sudah ada firasat buruk.

“Lara… aku…” Arsen terdiam sejenak, seolah berjuang melawan sesuatu yang berat di dalam dirinya. “Aku… sudah melakukan kesalahan. Aku berselingkuh.”

Kata-kata itu seperti petir yang menyambar di tengah siang bolong. Lara merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Ia menatap Arsen, mencoba memahami apa yang baru saja dia dengar. Tapi sepertinya otaknya tidak bisa menerima kenyataan itu. “Apa maksudmu berselingkuh? Siapa dia? Kenapa kamu melakukan ini?”

Arsen menghela napas, wajahnya penuh penyesalan, namun ada sesuatu yang tampak berbeda di matanya. “Itu bukan tentang kamu, Lara. Kamu tahu aku mencintaimu. Tapi… aku tak bisa mengontrol diriku. Aku terjebak dalam perasaan yang rumit dan aku melakukan kesalahan yang besar.”

Lara merasa seluruh tubuhnya seperti membeku. Semua kenangan indah yang selama ini mereka bangun bersama terasa seketika runtuh. Kata-kata “aku mencintaimu” terasa seperti kebohongan yang tak bermakna lagi. Bagaimana mungkin seseorang yang mencintai bisa begitu mudah mengkhianati?

“Jadi, kamu memilih dia? Kamu memilih untuk mengkhianatiku?” Lara akhirnya mengeluarkan suara yang terbata-bata, berusaha menahan air mata yang ingin tumpah. Setiap kata yang diucapkan Arsen seperti menambah luka yang semakin dalam di hatinya.

Arsen menunduk, tidak bisa menjawab. Semua penjelasan yang keluar dari mulutnya terdengar seperti alasan-alasan kosong yang tak bisa diterima. Dalam hatinya, Lara merasa terperangkap dalam sebuah kebohongan besar yang selama ini ia percayai. Selama ini, dia berusaha membangun sebuah hubungan yang indah, tetapi ternyata ia hanya membangun istana pasir yang mudah hancur.

“Aku… aku nggak tahu apa yang harus aku katakan lagi,” jawab Arsen dengan suara serak, tampaknya menyesal, tapi apa artinya penyesalan jika sudah terlanjur melukai? Lara ingin berteriak, ingin menghancurkan semuanya, tetapi ia hanya bisa menatap Arsen dengan mata yang kosong.

“Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang, Arsen?” tanya Lara dengan suara yang semakin gemetar. Ia tidak tahu apakah ia ingin mendengar jawaban dari Arsen ataukah sekadar meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua ini hanya mimpi buruk.

“Lara, aku… aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin kamu memberiku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa berubah. Aku nggak ingin kehilangan kamu,” kata Arsen, mencoba meraih tangan Lara.

Namun, Lara menarik tangannya, menahan diri untuk tidak terjatuh dalam pelukan Arsen. “Jangan sentuh aku,” katanya pelan. “Aku nggak tahu harus bagaimana lagi dengan semua ini. Kamu bilang kamu mencintaiku, tapi aku nggak bisa percaya lagi. Aku… aku nggak bisa menerima pengkhianatan ini.”

Arsen tampak kehilangan kata-kata. Dia tahu betul betapa besar rasa sakit yang telah ia sebabkan pada Lara, tapi ia juga tahu bahwa meskipun ia memohon, ia mungkin tak akan bisa kembali ke masa lalu dan menghapus semuanya.

Setelah beberapa lama dalam keheningan yang mencekam, Lara berdiri, menghadap Arsen dengan pandangan yang tak lagi penuh cinta. “Aku nggak tahu kalau aku bisa memaafkanmu. Dan aku nggak tahu juga kalau aku masih bisa percaya padamu setelah apa yang kamu lakukan.”

Dengan kata-kata itu, Lara meninggalkan meja kafe itu, meninggalkan Arsen yang hanya bisa duduk di sana, menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Hatinya terasa tercekik. Apa yang seharusnya dia lakukan sekarang? Mengapa dia harus mengkhianati wanita yang begitu mencintain

Pagi itu, Lara merasa dunia begitu sunyi. Setiap sudut kamar tidur yang dulu penuh dengan tawa dan canda bersama Arsen kini terasa asing. Sejak kejadian semalam, semua yang ia lakukan terasa hampa. Bahkan makan pun tidak ada artinya. Semua kenangan yang indah tentang mereka berdua seolah menghantui, membuat hatinya semakin hancur.

Lara tahu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar terluka. Luka yang lebih dalam dari sekadar fisik. Luka yang menyentuh jiwa, yang meninggalkan bekas yang tak akan pernah hilang.

Namun, meskipun hatinya terluka, ada satu hal yang Lara tahu pasti: janji-janji manis yang pernah diucapkan Arsen, semua itu kini hanya serpihan-serpihan yang tak berarti. Cinta yang ia beri selama ini ternyata tidak sekuat janji yang pernah mereka buat bersama. Janji yang kini, dengan sangat menyakitkan, patah.*

BAB 3 Dendam yang Tumbuh

Lara duduk di kursi kayu dekat jendela kamarnya, menatap keluar ke jalan yang sepi. Malam itu, angin berhembus lembut, namun di dalam hatinya, ada amarah yang mulai membara. Semua yang ia rasakan sejak penemuan pengkhianatan Arsen seperti sebuah mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Setiap kali mengingatnya, hatinya terasa teriris. Setiap kali mengingat betapa besarnya rasa cintanya pada Arsen, ia semakin merasa bodoh.

Cinta yang ia percayai, yang ia rawat dengan penuh kasih sayang, ternyata tak lebih dari sekadar permainan. Arsen, pria yang ia kira akan menjadi pendamping hidupnya, malah mengkhianatinya dengan wanita lain. Lara merasa seperti ada yang mencabik-cabik hatinya, merobek-robek janji-janji indah yang pernah mereka buat bersama. Rasa kecewa itu begitu dalam, sampai ia tak tahu lagi bagaimana cara melampiaskan amarah yang menyelimutinya.

Namun, malam itu sesuatu berubah dalam dirinya. Rasa sakit yang ia rasakan tak lagi membuatnya lemah. Sebaliknya, luka itu mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap, lebih tajam. Dendam mulai tumbuh di dalam hatinya. Bukan lagi sekadar perasaan terluka, tetapi sebuah hasrat untuk membalas perbuatan Arsen, untuk membuatnya merasakan apa yang telah ia rasakan. Sebuah keinginan untuk mengembalikan rasa sakit yang ia alami, bahkan jika itu berarti merusak segalanya.

Lara menatap cermin di hadapannya. Dirinya yang dulu begitu penuh dengan harapan kini terlihat berbeda. Ada sesuatu yang berubah di matanya—sesuatu yang gelap dan penuh kebencian. Ia tak lagi ingin menjadi korban. Ia ingin menjadi yang berkuasa. Dendam itu tumbuh dengan cepat, memenuhi ruang kosong di hatinya. Perasaan ini, meskipun menyesakkan, memberi Lara rasa kontrol atas apa yang terjadi. Dendam ini membuatnya merasa hidup kembali, memberi kekuatan yang ia rasa telah hilang bersama pengkhianatan Arsen.

Pagi-pagi sekali, Lara bangkit dari tempat tidur. Ia menyadari bahwa ia tidak bisa berdiam diri dan membiarkan Arsen lolos begitu saja. Rasa sakit itu harus dibayar, dan Lara tahu persis bagaimana caranya. Ia mulai menyusun rencana di dalam pikirannya. Setiap langkah, setiap detil, dihitung dengan seksama. Rencana itu bukan untuk menghancurkan Arsen langsung, tetapi untuk memberikan pelajaran yang tak akan pernah ia lupakan. Ia ingin Arsen merasakan apa yang ia rasakan—kecewa, terluka, dan dihianati. Tidak ada ampun.

Lara mulai mendekati teman-teman Arsen. Dengan cara yang tidak mencurigakan, ia mengorek informasi dari mereka. Tentang kegiatan Arsen, tentang wanita yang terlibat dalam perselingkuhan itu, dan semua hal yang bisa membuat Arsen terpojok. Lara tahu bahwa ia harus bergerak dengan hati-hati. Mengungkapkan pengkhianatan Arsen kepada orang lain adalah langkah pertama. Ia memanfaatkan kelemahan Arsen, mencari tahu siapa yang bisa ia gunakan untuk mempermalukan pria itu.

Namun, semakin ia merencanakan pembalasan, semakin dalam pula perasaan kesepian itu menyelimutinya. Meskipun ada hasrat untuk membalas, ada juga bagian dari dirinya yang masih merindukan Arsen. Lara merasa seolah ia sedang berjuang melawan dirinya sendiri. Di satu sisi, dendam itu begitu memabukkan, memberi rasa keadilan yang ia inginkan. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan kenangan manis yang pernah mereka bagi—kenangan yang kini terasa seperti racun.

Hari-hari berlalu, dan rencana Lara semakin matang. Ia berhasil mengumpulkan informasi tentang wanita yang terlibat dengan Arsen. Wanita itu ternyata adalah teman lama Arsen, seseorang yang selama ini ia percayai. Lara merasa dihianati dua kali lipat—oleh Arsen dan oleh temannya. Ini bukan hanya sekedar perselingkuhan biasa, tetapi sebuah pengkhianatan yang datang dari dua sisi yang berbeda.

Namun, meskipun ia semakin dekat dengan tujuannya, ada saat-saat ketika Lara merasa kosong. Ia merasa seperti orang asing dalam hidupnya sendiri, seseorang yang terperangkap dalam rasa sakit dan kebencian yang terus menggerogoti dirinya. Dendam itu mulai merubah siapa dirinya. Ia tak lagi mengenali gadis yang dulu penuh dengan senyum dan harapan. Sekarang, dia hanya sebuah bayangan dari dirinya yang dulu, terperangkap dalam kebencian yang semakin mendalam.

Suatu malam, saat ia duduk di meja kerjanya, Lara menerima pesan dari Arsen. Pesan itu sederhana, namun cukup untuk membuat darahnya mendidih. Arsen meminta maaf. Ia mengungkapkan penyesalannya, mengatakan bahwa ia merasa hancur dan ingin kembali. Lara tertawa dalam hati. Bagaimana bisa dia kembali setelah semuanya? Arsen mungkin berpikir bahwa kata-kata maaf bisa menghapus apa yang telah ia lakukan, tetapi Lara tahu bahwa tidak ada kata-kata yang cukup kuat untuk menghapus luka di hatinya.

Namun, bagian dari dirinya, bagian yang masih mencintai Arsen, merasa lemah. Dendam itu mulai sedikit memudar, dan Lara mulai bertanya-tanya apakah ia benar-benar ingin terus berjalan di jalur ini. Tetapi keinginan untuk membalas terlalu besar, dan Lara tahu bahwa ia tak bisa mundur lagi. Ia harus melanjutkan rencananya.

Di malam yang hening, Lara duduk di kursi yang sama di dekat jendela kamarnya. Kini, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Dendam itu tumbuh lebih besar, seperti api yang tak bisa dipadamkan. Lara tahu bahwa jalan yang ia pilih ini akan sulit, tetapi ia tak bisa lagi berhenti. Arsen harus merasakan luka yang telah ia berikan kepadanya. Dan jika itu berarti ia harus mengorbankan dirinya sendiri untuk mendapatkan balasan itu, maka ia akan melakukannya. Sebuah janji yang dibuat dalam kesedihan dan kebencian, sebuah janji yang akan menentukan siapa dirinya selanjutnya.

Lara menatap malam yang gelap, dan hatinya dipenuhi dengan tekad yang baru. Dendam yang tumbuh ini akan menjadi kekuatan yang ia butuhkan untuk melanjutkan hidupnya.*

BAB 4 Kegelapan yang Menguasai

Lara berjalan menyusuri jalanan malam yang sunyi, cahaya lampu jalan hanya menyinari langkah kakinya yang tertatih. Pikirannya kembali terhanyut pada kenangan-kenangan manis yang pernah ia bagi bersama Arsen, kini terasa seperti bayangan yang semakin memudar. Semua kebahagiaan yang pernah ia rasakan bertransformasi menjadi kepahitan yang sulit untuk disingkirkan. Sejak Arsen mengkhianatinya, dunia Lara berubah. Hatinya yang dulu penuh dengan impian dan cinta kini dipenuhi dengan luka yang tak kunjung sembuh. Dendam itu mulai tumbuh, merayap ke dalam jiwa, membakar setiap pikiran dan perasaannya.

Lara berhenti sejenak di depan sebuah toko kecil yang sudah tutup. Di sana, di balik kaca yang buram, ia melihat bayangannya sendiri. Wajah yang dulu ceria, kini tampak kosong dan penuh kegelapan. Ia merasa seolah-olah ia telah menjadi sosok yang berbeda, seseorang yang tidak lagi mengenal dirinya sendiri. Dendam yang ia rasakan semakin menjeratnya, membutakan mata hatinya. Setiap kali ia berpikir tentang Arsen, ada perasaan ingin menghancurkannya, membuatnya merasakan apa yang ia rasakan—rasa sakit yang tak terkatakan.

Namun, di saat yang sama, Lara masih bisa merasakan sedikit cinta yang mengambang di dalam hatinya, seakan-akan cinta itu belum sepenuhnya mati. Ia tahu bahwa cinta pertama selalu memiliki tempat yang istimewa dalam hati, meski dihiasi dengan rasa sakit. Itu yang membuatnya ragu. Ragu untuk mengambil langkah yang lebih jauh dalam membalas perbuatan Arsen. Tapi, kegelapan itu sudah mulai menguasai dirinya. Rasa sakit yang mendalam membuatnya lupa akan kebaikan-kebaikan yang pernah Arsen tunjukkan. Semua yang ia ingat hanyalah pengkhianatan, kebohongan, dan rasa terluka yang menyelimuti setiap sudut hatinya.

“Apa yang harus kulakukan?” bisik Lara pelan, mengelus dada yang terasa sesak.

Ia merasa terperangkap di antara dua dunia: dunia cinta yang lama dan dunia baru yang penuh dengan dendam. Di satu sisi, ia ingin mengakhiri semua ini dan melupakan Arsen, tetapi di sisi lain, hatinya masih berharap ada sedikit penyesalan dalam diri pria itu. Lara ingin melihat Arsen merasakan sakit yang sama, ingin melihatnya menyesal atas semua yang telah dilakukannya.

Dalam kesendirian malam itu, Lara mulai merencanakan sesuatu. Ia tidak akan membiarkan dirinya terus menerus dirundung perasaan ini. Jika Arsen merasa bahwa dia bisa mengkhianati begitu saja, maka Lara akan menunjukkan padanya bahwa ada konsekuensi dari setiap tindakan. Dendam itu akan menjadi senjatanya, dan ia bertekad untuk membuatnya merasakan apa yang telah ia alami. Lara tidak peduli lagi pada rasa sakitnya sendiri; yang ia pedulikan sekarang adalah bagaimana membuat Arsen menanggung rasa sakit yang lebih besar.

Lara melangkah lebih cepat, kegelapan malam semakin membungkusnya. Hatinya terasa berat, setiap langkah yang ia ambil bagaikan menambah beban pada tubuhnya. Dia tidak tahu apakah itu rasa sakit, amarah, atau kebencian yang membuatnya merasa terjebak. Semua perasaan itu berbaur, saling menyatu, dan menguasainya dalam cara yang sangat menakutkan.

Di dalam kesendirian malam, saat ia duduk di sudut kota yang sepi, hanya ada suara napasnya yang berat dan langkah kaki yang terasa semakin berat. Apa yang sedang terjadi pada dirinya? Ia merasa terperangkap dalam labirin perasaan yang tak berujung. Cinta yang dulu tulus kini berubah menjadi kebencian yang membakar. Mengapa Arsen melakukannya? Mengapa pria yang pernah ia percayai dengan sepenuh hati itu menghancurkannya begitu saja?

Lara memejamkan mata dan teringat saat pertama kali bertemu dengan Arsen, saat mereka tertawa bersama, berbagi impian, dan saling berjanji untuk selalu ada satu sama lain. Tapi semua itu kini terasa kosong, seperti janji yang tidak pernah ditepati. Ia merasakan perasaan yang sangat kuat, sebuah dorongan yang membuatnya ingin melakukan sesuatu, membuat Arsen merasakan perasaan yang sama—perasaan dihianati dan terluka.

Lara tahu, jika ia tidak melakukan sesuatu, maka semua rasa sakit ini akan terus membelenggunya. Rencana untuk membalas dendam mulai terbentuk di dalam kepalanya. Ia memutuskan bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan yang telah menghancurkannya. Dalam bayangannya, ia membayangkan bagaimana Arsen akan merasakan kekosongan yang sama, kehilangan yang tak terbayangkan. Seperti yang ia rasakan saat pertama kali mengetahui pengkhianatannya.

Namun, semakin dalam Lara merenung, semakin besar keraguan yang muncul. Meskipun dendam itu memuaskan ego dan mengusir rasa sakit sementara, ia tahu bahwa itu tidak akan memberikan kebahagiaan sejati. Semua yang ia rencanakan tidak akan mengembalikan waktunya yang hilang bersama Arsen. Namun, di satu sisi, ada perasaan yang begitu kuat untuk mendapatkan keadilan, untuk menunjukkan bahwa pengkhianatan tidak akan dibiarkan begitu saja. Dendam ini mungkin adalah cara satu-satunya bagi Lara untuk merasa lebih kuat, lebih berdaya.

“Aku tidak akan membiarkan diriku menjadi korban,” gumam Lara pelan, menggigit bibirnya. “Aku akan membuatnya menyesal.”

Saat ia menatap ke arah cakrawala, ada perasaan kosong yang mendalam. Apakah pembalasan ini akan memberikan kedamaian? Ataukah itu hanya akan semakin memperburuk keadaan? Lara tidak tahu. Yang ia tahu adalah, saat ini, dendam adalah satu-satunya jalan yang bisa ia tempuh untuk meraih kembali kendali atas hidupnya.

Langkah-langkah yang ia ambil kini terasa lebih pasti. Kegelapan yang menyelimuti hatinya tidak lagi menakutkannya, malah memberikan dorongan yang kuat untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai. Rencana balas dendam itu akan dijalankan, meski ia tahu konsekuensinya akan lebih besar daripada yang ia bayangkan. Namun, tidak ada jalan kembali, Lara telah terlalu jauh untuk mundur. Kegelapan itu kini telah menguasai dirinya sepenuhnya.*

BAB 5 Mencari Keadilan

Lara duduk di meja kerjanya, mata terpaku pada layar komputer yang menampilkan informasi yang baru saja ia temukan. Setiap klik dan pencarian semakin membuka tabir kegelapan yang ia butuhkan untuk menyusun rencana balas dendam. Hatinya yang dulu lembut kini berubah menjadi baja, keras dan tak tergoyahkan. Ia menghubungi Rina lagi, sahabat yang sudah mulai merasa khawatir dengan langkah-langkah yang diambil Lara.

“Lara, aku tahu kamu terluka, tapi apa kamu yakin ini jalan yang benar?” tanya Rina melalui telepon dengan suara yang penuh kecemasan.

“Apa yang benar, Rina?” jawab Lara dengan nada datar, matanya masih terfokus pada layar. “Apakah kamu pikir aku harus hanya duduk diam dan menerima semuanya? Tidak, aku akan memastikan Arsen merasakan apa yang aku rasakan. Aku akan membuatnya menanggung semua pengkhianatan itu.”

Rina menghela napas panjang. Ia tahu Lara sudah tidak bisa lagi melihat jelas. Rasa sakit dan dendam sudah merasukinya begitu dalam. “Lara, aku hanya ingin kamu tahu, balas dendam tidak akan membuatmu merasa lebih baik. Itu hanya akan membuat hatimu semakin gelap.”

“Tapi ini satu-satunya cara untuk mendapatkan keadilan,” jawab Lara tegas, sambil menatap daftar nama yang muncul di layar. Rina tahu bahwa Lara tidak akan bisa dihentikan, dan kali ini ia merasa sangat takut akan apa yang bisa terjadi.

Lara mulai mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang kehidupan Arsen. Ia menyelidiki jejak digital pria itu, mencatat setiap kesalahan kecil yang mungkin bisa dimanfaatkan. Tidak hanya itu, ia juga mulai mendekati beberapa teman Arsen yang dulu dekat dengannya, menggali percakapan-percakapan lama yang bisa menjadi bukti-bukti pengkhianatan. Setiap bukti yang ia temukan menjadi batu loncatan untuk melangkah lebih jauh dalam rencana ini.

Di sisi lain, Arsen yang merasa kesalahan yang dibuatnya semakin mendalam, mulai mencari cara untuk menghubungi Lara. Setiap kali mereka bertemu, ia terus berusaha untuk meminta maaf, berharap agar Lara bisa memaafkannya dan memberikan kesempatan kedua. Namun, Lara sudah tidak lagi bisa melihat pria itu dengan cara yang sama. Meskipun rasa rindu dan cinta lama masih menyelubungi hatinya, ia tahu bahwa Arsen tidak bisa lagi dipercaya.

Suatu hari, Lara menerima pesan dari seorang teman lama Arsen yang ingin bertemu dengannya. Teman itu, yang merasa bersalah karena ikut terlibat dalam kebohongan Arsen, ingin mengungkapkan kebenaran. Lara tahu, ini adalah kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Ia bertemu dengannya di sebuah kafe yang sepi, dan pria itu mulai bercerita tentang apa yang terjadi sebenarnya.

“Lara, aku tidak bisa tinggal diam lagi,” katanya dengan penyesalan yang mendalam. “Arsen tidak hanya menyakitimu. Dia juga menghancurkan banyak orang yang ada di sekitarnya. Dia berselingkuh dengan wanita lain, dan aku tahu dia tidak pernah berniat untuk memperbaiki kesalahan itu.”

Setiap kata yang keluar dari mulut pria itu semakin membuka luka lama dalam hati Lara. Ia merasa seperti dikhianati sekali lagi, bukan hanya oleh Arsen, tetapi juga oleh orang-orang yang ia anggap teman. Lara menatap pria itu dengan tatapan tajam.

“Apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Lara, suaranya dingin.

“Aku ingin kamu tahu bahwa Arsen tidak pantas untukmu, dan aku ingin membantu agar dia mendapatkan apa yang pantas dia terima,” jawab pria itu.

Lara merenung sejenak. Meskipun ia merasa marah dan sakit, ada rasa lega yang sedikit mengalir dalam dirinya. Selama ini ia merasa terperangkap dalam kebingungan dan rasa sakit yang tak terucapkan. Namun, sekarang ia memiliki kekuatan untuk melawan, untuk mencari keadilan yang selama ini ia rasa tidak pernah didapatkan.

“Aku akan melanjutkan ini,” kata Lara, mengencangkan genggaman tangan di atas meja. “Dan aku akan memastikan dia membayar atas semua perbuatannya.”

Dengan informasi baru ini, Lara semakin yakin akan rencananya. Ia mulai mengatur langkah-langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa setiap detik yang ia habiskan untuk merencanakan balas dendam membawa dia lebih dekat ke titik yang tak bisa lagi dibalikkan. Setiap percakapan yang ia lakukan, setiap langkah yang ia ambil, semakin memantapkan dirinya pada jalan yang telah ia pilih.

Namun, semakin Lara melangkah dalam rencananya, semakin ia merasa ada sesuatu yang kurang. Keinginan untuk menghancurkan Arsen menjadi semacam tujuan hidupnya, tetapi ia mulai merasakan kehampaan di dalam dirinya. Setiap kemenangan kecil yang ia raih dalam proses balas dendam tidak pernah memberi kepuasan yang ia harapkan. Ia sadar, meskipun ia bisa membuat Arsen merasakan kehilangan dan penyesalan, itu tidak akan pernah mengembalikan hatinya yang terluka.

Lara berhenti sejenak di depan cermin, melihat bayangannya yang kini lebih keras dan lebih tajam daripada sebelumnya. Ia tidak lagi mengenali dirinya sendiri sepenuhnya. “Apakah ini yang aku inginkan?” pikirnya, sebuah pertanyaan yang ia takutkan untuk dijawab. Namun, ia tahu, dalam rencana ini, satu-satunya jalan yang bisa ia pilih adalah terus maju. Keputusan sudah dibuat, dan tidak ada ruang untuk mundur.*

BAB 6 Perasaan yang Tidak Bisa Ditepis

Lara duduk di ujung tempat tidur, menatap selembar foto lama yang tergeletak di atas meja rias. Foto itu diambil pada hari ulang tahunnya yang lalu, ketika Arsen masih menjadi pria yang penuh perhatian, yang selalu tahu bagaimana membuatnya tersenyum. Senyum itu kini terasa seperti kenangan yang jauh, seolah-olah tak pernah ada. Arsen, yang dulu begitu dekat di hatinya, kini terasa seperti seseorang yang asing.

Namun, meskipun semua yang telah terjadi, meskipun rasa sakit yang ia rasakan begitu mendalam, ada sesuatu dalam dirinya yang tidak bisa ia lepaskan. Perasaan itu, yang tidak bisa ia pungkiri, mulai muncul kembali. Cinta. Cinta yang masih ada meskipun pengkhianatan itu melukai hatinya lebih dalam dari apapun yang pernah ia rasakan sebelumnya.

Sejak pertemuan terakhir mereka, di mana Arsen datang dengan air mata yang tampak tulus, memohon agar Lara memberinya kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Lara merasa bingung. Di satu sisi, ada keinginan kuat untuk membalas dendam, untuk memberi pelajaran pada Arsen yang telah mengkhianatinya. Tetapi di sisi lain, ada perasaan yang lebih sulit untuk diungkapkan—perasaan yang selalu ada meskipun ia berusaha menolaknya: cinta yang tidak pernah benar-benar hilang.

Lara menarik napas panjang, meletakkan foto itu kembali ke dalam laci. Ia sudah mencoba keras untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Arsen bukanlah pria yang pantas untuknya, bahwa pengkhianatan itu seharusnya menjadi akhir dari segalanya. Namun, setiap kali ia memikirkan kata-kata Arsen yang penuh penyesalan, hatinya kembali goyah. Arsen mengatakan bahwa ia menyesali segala tindakan bodohnya, bahwa ia tidak tahu bagaimana bisa jatuh begitu dalam dalam kesalahan yang tidak seharusnya ia buat. Dan meskipun Lara ingin meyakinkan dirinya bahwa itu semua hanyalah kata-kata kosong, ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatnya merasa bahwa Arsen benar-benar menyesal.

Namun, di balik semua penyesalan itu, Lara masih merasakan ada ketakutan yang menggerogoti hatinya. Jika ia memaafkan Arsen, apakah ia akan kembali melakukan kesalahan yang sama? Apakah ia bisa mempercayainya lagi? Luka yang ditinggalkan oleh pengkhianatan itu terlalu dalam untuk disembuhkan hanya dengan kata-kata maaf. Tetapi meskipun ia tahu betapa sulitnya untuk melupakan semuanya, perasaan itu—perasaan yang tak bisa ditepis—selalu kembali menghantuinya.

Hari demi hari, Lara mulai merasakan kebingungannya semakin dalam. Di tempat kerjanya, ia selalu merasa cemas, tidak bisa fokus pada apapun. Setiap kali ia menerima pesan atau telepon dari Arsen, hatinya berdebar, meskipun ia tahu bahwa seharusnya ia tidak meresponnya. Setiap kali Arsen memohon untuk bertemu, hatinya seperti dilemparkan ke dalam perasaan yang bercampur aduk. Rasa marah dan kecewa masih ada, namun perasaan yang lebih kuat lagi adalah perasaan cinta yang tidak bisa ia padamkan begitu saja.

Pada suatu malam, saat hujan turun dengan derasnya, Lara duduk di balkon apartemennya, menatap langit yang gelap. Ia merindukan Arsen. Merindukan kehangatan yang dulu mereka rasakan bersama. Merindukan cara Arsen menggenggam tangannya dengan penuh perhatian. Namun, hatinya juga penuh dengan kebingungan. Cinta yang ia rasakan kini terasa seperti pedang yang terbalik, menusuk dirinya sendiri.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Lara melihat nama Arsen muncul di layar, dan untuk sesaat, ia ragu untuk menjawab. Hatinya bertanya-tanya apakah ia siap mendengar permintaan maaf lain yang belum tentu bisa ia terima. Namun, entah kenapa, ia memutuskan untuk mengangkatnya.

“Halo,” kata Lara dengan suara yang terdengar lebih dingin daripada yang ia rasakan.

“Aku tahu kamu pasti marah padaku, Lara,” suara Arsen terdengar lembut, penuh penyesalan. “Tapi aku benar-benar menyesal. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa begitu bodoh dan mengecewakan kamu. Aku ingin memperbaiki semuanya, jika kamu memberi aku kesempatan.”

Lara memejamkan mata, mencoba menghalau air mata yang hampir keluar. “Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, Arsen. Aku… Aku ingin memaafkanmu, tapi hati ini terasa sangat terluka. Bagaimana aku bisa percaya lagi?”

Ada keheningan sejenak di ujung telepon. Lara bisa mendengar napas Arsen yang berat. “Aku tahu aku tidak bisa memaksamu, Lara. Tapi aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku sangat menyesal. Aku masih mencintaimu. Aku ingin berjuang untuk kamu, untuk kita.”

Kata-kata itu membuat Lara terguncang. Ia merasa ada bagian dari dirinya yang ingin menerima semua itu, ingin mempercayainya. Tetapi di sisi lain, ada suara di dalam hatinya yang memperingatkan, *Jangan mudah terperdaya lagi.* Dendamnya yang belum sepenuhnya tersalurkan masih membara, dan ia tahu bahwa jika ia kembali dengan Arsen, ia harus siap menghadapi konsekuensi dari semua itu.

“Arsen,” suara Lara terdengar lemah, “Aku… aku butuh waktu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan perasaan ini.”

“Jangan buru-buru membuat keputusan, Lara. Aku akan menunggumu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu menyesal atas apa yang telah kulakukan.”

Lara menutup telepon itu, merasa lebih bingung daripada sebelumnya. Cinta yang ia rasakan untuk Arsen seperti api yang tak bisa dipadamkan, meskipun telah banyak luka yang ditinggalkan. Ia tahu bahwa perasaan itu, meskipun sulit untuk diabaikan, tidak bisa menjadi alasan untuk mengabaikan luka yang ia alami. Tetapi apakah ia bisa benar-benar melepaskan Arsen? Ataukah ia hanya terjebak dalam bayang-bayang cinta pertama yang sulit ia lupakan?

Kebingungan itu menggerogoti Lara lebih dalam. Perasaan yang tidak bisa ia tepis semakin membuatnya terhimpit dalam dilema antara dendam dan cinta. Ia tahu bahwa dalam akhirnya, keputusan ini akan menentukan masa depannya—baik itu bersama Arsen atau tanpa dirinya.

Namun, satu hal yang pasti: Lara tidak bisa terus hidup dalam kebingungannya. Ia harus memilih, meskipun pilihannya akan membawa luka yang lebih dalam lagi.*

BAB 7 Luka yang Tidak Bisa Sembuh

Lara duduk termenung di ruang tamu, menatap foto dirinya bersama Arsen yang pernah terpasang di meja kerja. Wajah mereka berdua tampak begitu bahagia, penuh harapan. Foto itu kini terasa seperti ilusi, sebuah kenangan yang jauh dari kenyataan yang harus ia hadapi saat ini. Meskipun Arsen sudah meminta maaf dan berusaha menjelaskan bahwa dia menyesali segala perbuatannya, Lara merasa bahwa luka yang ditinggalkan terlalu dalam untuk bisa disembuhkan.

Perasaan campur aduk memenuhi hatinya, kebingungan antara cinta yang masih ada dan rasa sakit yang tak terperikan. Arsen datang dengan kata-kata indah yang mengalir dari mulutnya, namun Lara tahu, ada hal yang lebih dalam dari sekedar kata-kata. Tindakan Arsen, pengkhianatan yang telah ia lakukan, meninggalkan bekas yang tak akan mudah hilang.

“Lara, aku benar-benar menyesal. Aku tahu aku telah membuatmu terluka. Aku ingin kita kembali seperti dulu, jika kamu mau memberi aku kesempatan,” kata Arsen, beberapa hari lalu, saat mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah peristiwa itu.

Lara ingat betul bagaimana suaranya gemetar saat berkata begitu. Dia melihat ada penyesalan yang tulus di mata Arsen, namun itu tak mampu menghapus rasa kecewa yang telah menumpuk. Ketika Arsen memohon kembali pada dirinya, Lara tidak tahu harus merespon apa. Bagaimana mungkin ia bisa mempercayai seseorang yang telah mengkhianatinya begitu dalam?

“Kenapa sekarang?” Lara bertanya, menatap Arsen dengan tatapan yang kosong, meski hatinya bergejolak. “Kenapa setelah semua ini? Setelah aku tahu semua kebohonganmu?”

Arsen terdiam, terlihat bingung dan terluka. “Karena aku sadar aku tidak bisa hidup tanpa kamu, Lara. Semua yang aku lakukan adalah kesalahan besar. Aku janji, aku akan berubah. Aku tidak akan pernah menyakiti kamu lagi.”

Lara menggelengkan kepalanya pelan. Kata-kata itu terdengar begitu familiar, seperti kalimat-kalimat yang dulu pernah diucapkan setiap kali Arsen membuat kesalahan. Janji yang terus diulang-ulang namun tidak pernah ditepati. Lara merasa hatinya semakin teriris. Setiap kali Arsen berkata bahwa ia menyesal, ia hanya mengingatkan Lara tentang bagaimana hatinya telah hancur, tentang bagaimana kepercayaannya telah dihancurkan berkali-kali.

Hari-hari berlalu setelah pertemuan itu, dan Lara mencoba untuk melanjutkan hidupnya. Tapi semakin dia mencoba untuk bergerak maju, semakin besar rasa sakit yang ia rasakan. Setiap kenangan tentang Arsen, setiap momen indah yang mereka habiskan bersama, kini berubah menjadi pedih yang sulit untuk ditanggung. Lara tahu, meskipun Arsen bisa berubah, luka dalam hatinya tidak akan pernah bisa sepenuhnya sembuh. Ada bekas yang akan selamanya tertinggal.

Di malam yang sunyi, Lara duduk di balkon apartemennya, merenung. Angin malam yang sejuk menyapu wajahnya, tetapi itu tidak cukup untuk menghilangkan kehangatan yang ada di dalam dirinya. Hatinya masih penuh dengan perasaan yang tak bisa ia luapkan. “Kenapa harus seperti ini?” pikirnya. “Kenapa cinta pertama harus berakhir dengan pengkhianatan?”

Lara tahu bahwa dia harus memilih antara melanjutkan hidupnya tanpa Arsen atau memberi kesempatan kedua padanya. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah dia bisa memaafkan Arsen setelah semua yang telah terjadi? Apakah dia bisa menghapus rasa sakit yang telah mengakar di dalam jiwanya? Arsen mungkin ingin memperbaiki semuanya, tetapi baginya, setiap usaha Arsen terasa seperti sebuah janji kosong yang hanya semakin menggores luka dalam dirinya.

Keesokan harinya, Lara memutuskan untuk menemui Arsen sekali lagi. Kali ini, ia datang bukan untuk mendengarkan permintaan maaf atau kata-kata manis dari Arsen, tetapi untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang sudah lama menghantuinya: *Bisakah ia memaafkan pengkhianatan ini?*

Arsen menatapnya dengan tatapan penuh harap ketika mereka duduk berhadapan. Namun, Lara hanya mengangguk pelan dan memulai percakapan.

“Arsen, aku tahu kamu menyesal. Aku tahu kamu ingin memperbaiki semuanya, tapi…” suara Lara tercekat. “Tapi ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu kepercayaanku padamu yang sudah hilang. Bagaimana aku bisa kembali mempercayaimu? Bagaimana aku bisa percaya lagi pada kata-katamu, setelah apa yang kamu lakukan?”

Arsen menghela napas, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Lara, aku mengerti. Aku tahu aku tidak bisa memaksa kamu untuk memaafkanku. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku sangat menyesal. Aku… aku cinta kamu.”

Lara menatapnya dalam-dalam, mencoba untuk membaca ekspresinya. Tetapi semakin lama ia memandang Arsen, semakin ia menyadari bahwa meskipun Arsen mengungkapkan penyesalannya, luka yang ia rasakan terlalu besar untuk disembuhkan hanya dengan kata-kata. Ia merasa kosong, seperti ada lubang besar dalam dirinya yang tidak bisa diisi lagi.

“Aku ingin kamu tahu, Arsen…” Lara mengucapkan kata-kata dengan hati yang hancur. “Aku tidak bisa terus hidup dengan rasa sakit ini. Aku tidak bisa terus merasa dihianati setiap kali aku melihatmu. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku.”

Arsen menatapnya dengan ekspresi kesedihan yang mendalam. “Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk membuat kamu memaafkanku, Lara.”

Lara memandang Arsen dengan mata yang penuh air mata. “Aku tahu, Arsen. Aku tahu.”

Setelah pertemuan itu, Lara memutuskan untuk melangkah pergi, meninggalkan masa lalu dan semua kenangan yang mengikatnya pada Arsen. Ia tahu bahwa meskipun masih ada cinta yang tersisa di dalam hatinya, luka itu terlalu dalam untuk bisa disembuhkan begitu saja. Dendam dan rasa sakit yang terpendam akan tetap membekas di dalam dirinya. Tidak ada yang bisa menghapusnya.

Lara memutuskan untuk memulai hidupnya yang baru, tanpa Arsen. Ia belajar untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua hubungan berakhir bahagia, dan tidak semua luka bisa sembuh dengan mudah. Namun, meskipun luka itu akan selalu ada, Lara tahu bahwa dia akan menemukan cara untuk sembuh, sedikit demi sedikit, tanpa harus membawa beban pengkhianatan itu dalam setiap langkahnya.

Dunia mungkin terus berputar, dan waktu akan terus berjalan, tetapi bagi Lara, perjalanan untuk sembuh dari luka hatinya baru saja dimulai.***

————–THE END—————

Source: DELA SAYFA
Tags: #CintaSejati #JarakDanWaktu #KesedihanDalamCinta #PengorbananDemiCinta #CeritaMenginspirasi
Previous Post

CINTA DALAM KESUNYIAN JARAK

Next Post

CINTA DI UJUNG JARI

Related Posts

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025
RINDU YANG MENYULUT AMARAH

RINDU YANG MENYULUT AMARAH

May 14, 2025
SAAT LUKA MENJADI CINTA

SAAT LUKA MENJADI CINTA

May 13, 2025
JANJI YANG MANIS DI BALIK PENGKHIANATAN

JANJI YANG MANIS DI BALIK PENGKHIANATAN

May 12, 2025
Next Post
CINTA DI UJUNG JARI

CINTA DI UJUNG JARI

CINTA YANG MENGUBUR MASA LALU

CINTA YANG MENGUBUR MASA LALU

LANGIT MENYAKSIKAN CINTA KITA

LANGIT MENYAKSIKAN CINTA KITA

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id