Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

KAMU PERGI, AKU MASIH DISINI

SAME KADE by SAME KADE
April 25, 2025
in Bucin
Reading Time: 18 mins read
KAMU PERGI, AKU MASIH DISINI

💔 Bab 1: Awal yang Manis
Semua bermula dari pertemuan yang tidak disengaja. Tawa, obrolan panjang, dan janji-janji manis yang membuat segalanya terasa begitu nyata. Aku berpikir ini akan bertahan selamanya—ternyata aku salah.

Aku masih ingat hari itu—hari pertama kita bertemu.
Sebuah kebetulan yang terasa seperti takdir.
Kamu datang dengan senyum yang entah kenapa terasa begitu akrab.
Aku bahkan tidak tahu kenapa saat itu aku merasa nyaman berbicara denganmu,
Seolah-olah kita bukan dua orang asing yang baru saja dipertemukan oleh waktu.


Daftar Isi

  • 1. Pertemuan yang Tak Terduga
  • 2. Hari-Hari yang Penuh Senyuman
  • 3. Aku Mulai Merasakan Sesuatu
  • 1. Pesan yang Mulai Terlambat Dibalas
  • 2. Tatapan yang Tak Lagi Sama
  • 3. Aku Mulai Takut Bertanya
  • 4. Berharap Ini Hanya Sementara
  • 1. Percakapan yang Tak Lagi Sama
  • 2. Jarak yang Tak Kasat Mata
  • 3. Keheningan yang Menyesakkan
  • 4. Aku Mulai Bertanya-Tanya
  • 5. Menunggu Kata Perpisahan
  • 1. Pesan Terakhir yang Datar
  • 2. Saat Kita Bertemu
  • 3. Aku Bertanya, Tapi Jawabanmu Singkat
  • 4. Keheningan yang Paling Menyakitkan
  • 5. Aku Masih di Sini
  • 1. Hari-Hari Tanpa Kamu
  • 2. Aku Masih Mencarimu
  • 3. Rasa Rindu yang Tidak Terbalas
  • 4. Mencoba Bangkit, Tapi…
  • 5. Sampai Kapan?
  • 1. Saat Hujan Mengingatkanku Padamu
  • 2. Payung yang Tak Lagi Ada
  • 3. Jika Aku Menghubungimu, Akankah Kamu Menjawab?
  • 4. Hujan Masih Turun, Tapi Aku Harus Belajar Berjalan Sendiri
  • 1. Kembali ke Tempat Kita Dulu
  • 2. Apa yang Salah?
  • 3. Jika Kita Bertemu Lagi…
  • Bab 8: Aku dan Diriku yang Baru
  • 1. Memulai Hari Tanpa Bayang-Bayangmu
  • 2. Belajar Bahagia dengan Diri Sendiri
  • 3. Bertemu dengan Orang Baru
  • 4. Aku Tidak Lagi Menunggumu
  • Bab 9: Aku Melepaskanmu, Bukan Melupakan
  • 1. Memahami Arti Melepaskan
  • 2. Kenangan yang Tak Harus Dihapus
  • 3. Aku Tidak Lagi Menunggu
  • 4. Kamu Akan Selalu Ada… Tapi dengan Cara yang Berbeda
  • 5. Aku Siap Melangkah ke Depan
  • 1. Aku yang Berbeda dari Dulu
  • 2. Kota Ini Masih Sama, Tapi Aku Tidak Lagi Mencarimu
  • 3. Aku Mencintai Diri Sendiri dengan Cara yang Baru
  • 4. Jika Aku Bertemu denganmu Lagi…
  • 5. Aku Masih di Sini – Tapi dengan Senyum yang Baru

1. Pertemuan yang Tak Terduga

Aku tidak pernah berpikir bahwa pertemuan itu akan mengubah banyak hal.
Saat itu, aku hanya seorang yang biasa saja, menjalani hari seperti biasanya.
Lalu kamu datang, mengulurkan tangan, memperkenalkan diri dengan suara yang penuh percaya diri.

“Aku nggak sengaja lihat kamu tadi. Kayaknya kita pernah ketemu sebelumnya?”

Aku mengerutkan dahi. Tidak, aku yakin aku tidak pernah melihatmu sebelumnya.
Tapi entah kenapa, aku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja.

Kita berbicara, awalnya hanya hal-hal sederhana.
Tentang cuaca, tentang tempat favorit, tentang lagu-lagu yang sering kita dengar.
Tapi kemudian, obrolan itu berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.
Tentang mimpi, ketakutan, dan harapan-harapan yang selama ini hanya kita simpan sendiri.

Aku masih ingat bagaimana matamu berbinar saat berbicara tentang hal-hal yang kamu sukai.
Aku masih ingat bagaimana tawamu terdengar begitu ringan, seolah-olah dunia ini tidak pernah menjadi tempat yang berat untukmu.

Dan saat itu, aku mulai merasa… mungkin ini lebih dari sekadar pertemuan biasa.


2. Hari-Hari yang Penuh Senyuman

Setelah pertemuan pertama itu, kita jadi sering bertukar pesan.
Kamu mulai menjadi bagian dari hariku—entah bagaimana, aku mulai terbiasa dengan kehadiranmu.

Kita mulai menciptakan kebiasaan-kebiasaan kecil.
Mengirim lagu di pagi hari, bertukar cerita tentang apa yang terjadi sepanjang hari,
Saling mengingatkan untuk makan, untuk tidur lebih awal.

Hal-hal kecil yang mungkin bagi orang lain terasa biasa,
Tapi bagiku, itu menjadi sesuatu yang berharga.

Aku selalu menantikan suara notifikasi dari ponselku.
Selalu menunggu pesan darimu, meskipun hanya satu kata: “Hai.”

Dan dari situ, aku mulai sadar…
Mungkin aku sudah jatuh dalam sesuatu yang manis ini.


3. Aku Mulai Merasakan Sesuatu

Aku tidak tahu sejak kapan, tapi ada sesuatu yang berubah dalam diriku.
Aku mulai mencari-cari alasan untuk tetap berbicara denganmu lebih lama.
Aku mulai memperhatikan hal-hal kecil tentangmu—cara kamu mengerutkan dahi saat berpikir,
Cara kamu tertawa saat mendengar lelucon recehku.

Aku mulai menyukai caramu bercerita, caramu memperhatikan,
Bahkan caramu diam, saat kita kehabisan topik tapi tetap nyaman dalam kebisuan.

Aku tidak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama.
Tapi satu hal yang aku tahu…
Awal ini terasa begitu manis.

Dan aku berharap, ini akan bertahan selamanya.


Tapi aku lupa… tidak semua hal manis bertahan lama.

(Terus berlanjut ke Bab 2: Pelan-Pelan, Kamu Berubah)

💭 Bab 2: Pelan-Pelan, Kamu Berubah
Aku mulai merasakan perbedaan. Kata-kata yang dulu hangat kini terdengar datar. Tatapan yang dulu penuh cinta kini terasa kosong. Aku berusaha bertahan, tapi aku mulai bertanya-tanya… apa aku masih ada di hatimu?

Aku masih mengingat awal yang manis itu.
Hari-hari yang penuh dengan tawa dan percakapan yang terasa tanpa akhir.
Tapi entah sejak kapan, semuanya mulai terasa berbeda.
Kamu masih ada, tapi tidak lagi sepenuhnya.
Kamu masih berbicara, tapi suaramu tidak lagi sehangat dulu.

Pelan-pelan, kamu berubah…
Dan aku? Aku hanya bisa diam dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?


1. Pesan yang Mulai Terlambat Dibalas

Dulu, kamu selalu jadi orang pertama yang mengirim pesan di pagi hari.
Sebuah “Hai” sederhana yang cukup untuk membuat hariku terasa lebih baik.
Tapi sekarang… aku yang lebih dulu menyapamu.
Dan balasanmu datang jauh lebih lambat dari biasanya.

“Maaf, lagi sibuk.”
“Nanti aku kabarin ya.”
“Lupa bales tadi.”

Dulu, kita bisa mengobrol berjam-jam tanpa terasa.
Sekarang, aku bahkan merasa bersalah jika mengirimkan pesan terlalu panjang,
Takut mengganggumu… takut membuatmu semakin menjauh.

Tapi aku mencoba berpikir positif.
Mungkin kamu hanya sibuk. Mungkin aku hanya terlalu berpikir berlebihan.

Atau… mungkin aku hanya tidak ingin menghadapi kenyataan bahwa sesuatu memang telah berubah.


2. Tatapan yang Tak Lagi Sama

Dulu, ada sesuatu dalam caramu menatapku—sesuatu yang membuatku merasa spesial.
Tapi sekarang, ketika aku menatap matamu, aku hanya melihat kehampaan.

Dulu, setiap kata yang keluar dari bibirmu terasa penuh makna.
Sekarang, percakapan kita terasa hampa, hanya sekadar basa-basi tanpa perasaan.

Aku mulai merasakan jarak yang tak kasat mata.
Bukan jarak secara fisik, tapi sesuatu yang lebih menyakitkan—
Jarak dalam hati yang pelan-pelan mulai terasa nyata.


3. Aku Mulai Takut Bertanya

“Apa ada yang berubah?”
“Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”
“Masihkah aku penting buatmu?”

Aku ingin menanyakan semua itu…
Tapi aku takut.

Takut mendengar jawaban yang tidak ingin kudengar.
Takut jika akhirnya kamu akan berkata, “Iya, aku berubah,” tanpa alasan yang bisa aku pahami.

Jadi, aku hanya diam.
Berpura-pura tidak menyadari perubahan itu.
Berpura-pura tidak peduli, meskipun nyatanya aku semakin terluka.


4. Berharap Ini Hanya Sementara

Aku mencoba menenangkan diri.
Meyakinkan diri sendiri bahwa mungkin ini hanya fase.
Mungkin kamu hanya sedang lelah.
Mungkin kamu hanya butuh ruang.

Jadi aku menunggu.
Menunggu kamu kembali seperti dulu.
Menunggu agar segalanya kembali seperti semula.

Tapi aku lupa…
Tidak semua perubahan bersifat sementara.
Kadang, perubahan itu adalah awal dari sesuatu yang perlahan memudar… dan akhirnya menghilang.


(Terus berlanjut ke Bab 3: Jarak yang Kian Nyata)

💔 Bab 3: Tanda-Tanda Perpisahan
Ketidakhadiranmu semakin terasa. Percakapan kita berkurang. Waktu yang dulu kita habiskan bersama kini tergantikan oleh alasan-alasan yang semakin sulit kupahami. Aku mencoba menutup mata, tapi hatiku tahu… ada sesuatu yang akan segera berubah.

Aku selalu berpikir bahwa jika seseorang akan pergi, mereka akan mengatakannya.
Bahwa jika sebuah perpisahan akan terjadi, setidaknya ada peringatan.
Tapi ternyata aku salah.

Perpisahan tidak selalu datang dengan kata-kata.
Kadang, ia muncul dalam bentuk sikap yang berubah, pesan yang mulai terabaikan,
dan keheningan yang semakin lama semakin menyiksa.

Aku ingin percaya bahwa ini hanya sementara.
Tapi dalam hatiku, aku tahu… ini adalah tanda-tanda bahwa kamu sedang bersiap untuk pergi.


1. Percakapan yang Tak Lagi Sama

Dulu, kita bisa berbicara tentang apa saja.
Tentang film yang kita tonton, tentang lagu favorit, tentang mimpi-mimpi yang ingin kita kejar.
Tapi sekarang?

Percakapan kita terasa hambar.
Jawabanmu singkat, seperti sekadar formalitas.
Tawa yang dulu selalu ada kini semakin jarang terdengar.

“Kamu lagi sibuk, ya?”
“Enggak kok, cuma lagi nggak mood aja.”

Tapi aku tahu… bukan itu alasannya.
Kamu bukan hanya sedang tidak mood.
Kamu sedang perlahan menjauh.


2. Jarak yang Tak Kasat Mata

Aku masih bisa melihatmu, masih bisa mendengar suaramu,
tapi aku merasa kamu semakin jauh.

Dulu, aku bisa membaca perasaanmu hanya dari tatapan matamu.
Sekarang, matamu terasa asing.
Seakan-akan aku tidak lagi memiliki tempat di dalamnya.

Aku mencoba mendekat,
tapi setiap langkah yang aku ambil, kamu semakin menjauh.


3. Keheningan yang Menyesakkan

Keheningan yang dulu terasa nyaman kini berubah menjadi sesuatu yang menakutkan.
Aku mulai terbiasa dengan hari-hari tanpa pesan darimu.
Aku mulai terbiasa menunggu… tanpa kepastian apakah kamu akan kembali.

Mungkin ini cara semesta memperingatkanku.
Mungkin ini caranya menunjukkan bahwa sesuatu sedang tidak baik-baik saja.

Tapi aku masih menyangkal.
Aku masih ingin percaya bahwa ini hanya fase.
Aku masih ingin percaya bahwa kamu tidak akan benar-benar pergi.


4. Aku Mulai Bertanya-Tanya

“Apakah ini salahku?”
“Apakah aku terlalu banyak menuntut?”
“Apakah aku tidak cukup baik?”

Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi pikiranku.
Aku mencoba mencari alasan, mencoba memahami.
Tapi kamu tidak memberiku jawaban.

Dan aku mulai sadar…
Mungkin aku tidak akan pernah mendapat jawaban itu.


5. Menunggu Kata Perpisahan

Aku bisa merasakan akhir yang semakin dekat.
Tapi aku tidak ingin mengucapkannya lebih dulu.
Aku ingin melihat, apakah kamu masih ingin memperjuangkan ini…
Atau kamu memang sudah siap untuk pergi.

Jadi aku diam.
Menunggu.

Menunggu kamu mengucapkan kata yang paling tidak ingin aku dengar.


(Terus berlanjut ke Bab 4: Hari Kamu Pergi)

😞 Bab 4: Hari Kamu Pergi
Tanpa peringatan, kamu benar-benar pergi. Tidak ada perpisahan yang layak, tidak ada kata terakhir. Aku terjebak dalam keheningan yang menyakitkan, bertanya-tanya apakah semua ini hanya mimpi buruk yang akan segera berlalu.

Aku selalu berpikir bahwa jika perpisahan itu datang, aku akan siap menghadapinya.
Bahwa aku bisa menerimanya dengan lapang dada, tanpa air mata, tanpa penyesalan.
Tapi ternyata, tidak peduli seberapa keras aku mencoba mempersiapkan diri,
hari kamu pergi tetap menjadi hari yang paling menyakitkan.

Hari itu datang tanpa aba-aba, tanpa peringatan yang jelas.
Atau mungkin aku memang terlalu sibuk menyangkal tanda-tanda yang sudah ada.


1. Pesan Terakhir yang Datar

Hari itu sama seperti hari-hari sebelumnya.
Tidak ada hal istimewa, tidak ada perbedaan yang mencolok.
Hanya ada pesan singkat darimu—pesan yang terasa dingin dan jauh.

“Kita bisa bicara sebentar?”

Aku membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencari makna tersembunyi.
Aku berharap itu bukan yang kupikirkan, berharap masih ada sedikit harapan tersisa.
Tapi jauh di dalam hati, aku tahu… ini adalah akhirnya.

Aku membalas, “Iya. Kapan?”
Dan kamu hanya menjawab, “Nanti malam.”

Sejak saat itu, waktu terasa berjalan lebih lambat dari biasanya.


2. Saat Kita Bertemu

Aku menunggu di tempat biasa—kafe kecil di sudut kota yang dulu menjadi tempat favorit kita.
Tapi saat kamu datang, rasanya ada sesuatu yang berbeda.
Kamu tidak membawa senyum yang biasa kamu bawa.
Matamu tidak lagi memancarkan kehangatan seperti dulu.

Aku menatapmu, berharap kamu akan membatalkan niatmu.
Berharap kamu akan mengatakan, “Aku hanya bercanda.”
Tapi kata-kata itu tidak pernah keluar dari bibirmu.

Sebaliknya, yang keluar adalah kalimat yang paling tidak ingin aku dengar.

“Aku rasa ini sudah cukup sampai di sini.”

Hanya tujuh kata.
Tapi rasanya seperti seluruh dunia yang kupahami tiba-tiba runtuh di sekelilingku.


3. Aku Bertanya, Tapi Jawabanmu Singkat

Aku ingin tahu kenapa.
Aku ingin tahu apa yang membuatmu berhenti memilihku.
Aku ingin tahu apakah aku melakukan sesuatu yang salah.

Tapi jawabanmu singkat.

“Aku nggak tahu… rasanya sudah beda aja.”

Aku menggigit bibir, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.
Bagaimana mungkin sesuatu yang kita bangun begitu lama bisa hancur hanya karena rasanya sudah beda aja?
Bagaimana mungkin aku bisa menerima alasan sesederhana itu?

Aku ingin memelukmu, ingin bertanya apakah ada kesempatan untuk memperbaiki ini.
Tapi kamu sudah memutuskan.
Dan aku tidak ingin memohon untuk seseorang yang sudah siap pergi.


4. Keheningan yang Paling Menyakitkan

Setelah itu, keheningan memenuhi ruang di antara kita.
Aku tidak tahu harus berkata apa.
Kamu juga terlihat tidak ingin berbicara lebih lama.

Akhirnya, kamu menghembuskan napas pelan, lalu berkata dengan suara lirih,
“Maaf ya…”

Dan hanya itu.

Tidak ada janji untuk tetap berteman, tidak ada ucapan aku akan merindukanmu.
Hanya sebuah permintaan maaf yang terdengar hampa.

Lalu kamu bangkit dari kursimu.
Aku ingin menahanmu, ingin meminta sedikit waktu lagi,
tapi aku tahu… tidak ada gunanya.

Jadi aku hanya duduk diam, menonton punggungmu yang semakin menjauh.
Menonton kepergianmu, menonton semua yang pernah kita miliki menghilang bersamamu.


5. Aku Masih di Sini

Setelah kamu pergi, aku tetap duduk di tempatku, tidak tahu harus ke mana.
Orang-orang di kafe berlalu-lalang seperti biasa, tidak ada yang berubah bagi mereka.
Tapi bagiku, semuanya terasa berbeda.

Aku ingin menangis, ingin berteriak, ingin marah.
Tapi yang kulakukan hanyalah duduk diam, menatap meja di depanku yang terasa kosong.

Hari ini, kamu pergi.
Dan aku?

Aku masih di sini.

Sendiri.


(Terus berlanjut ke Bab 5: Belajar Hidup Tanpa Kamu)

💔 Bab 5: Aku Masih di Sini
Aku tetap di tempat yang sama, memegang kenangan yang kamu tinggalkan. Aku berharap kamu kembali, meski aku tahu harapan itu semakin sia-sia. Tapi bagaimana aku bisa melangkah jika sebagian hatiku masih tertinggal di tempat ini?

BAku tidak pernah membayangkan hidup tanpa kamu.
Tapi sekarang, aku tidak punya pilihan selain menghadapinya.
Kamu sudah pergi, dan aku masih di sini—terjebak di antara kenangan dan kenyataan.

Aku pikir setelah perpisahan itu, aku akan langsung merasa lebih baik.
Bahwa setelah menangis semalaman, segalanya akan kembali normal.
Tapi ternyata tidak.

Aku masih bangun dengan kebiasaan mengecek ponsel, berharap ada pesan darimu.
Aku masih berjalan melewati tempat-tempat yang dulu kita kunjungi, berharap bisa melihatmu di sana.
Aku masih mendengar suaramu dalam pikiranku, meski aku tahu kamu tidak akan pernah benar-benar berbicara lagi padaku.

Aku masih di sini.
Masih mencintaimu dalam diam, meski kamu sudah memilih pergi.


1. Hari-Hari Tanpa Kamu

Hari pertama tanpamu terasa hampa.
Aku mencoba menjalani rutinitas seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang berubah.
Tapi semuanya terasa salah.

Kafe favorit kita kini hanya tempat biasa.
Musik yang dulu kita dengarkan bersama kini hanya melodi tanpa makna.
Dan malam-malamku yang dulu penuh dengan obrolan ringan darimu kini hanya diisi keheningan yang menyesakkan.

Aku ingin meyakinkan diriku bahwa aku bisa melewati ini.
Tapi bagaimana caranya, jika setiap sudut kota masih menyimpan jejak kita?


2. Aku Masih Mencarimu

Aku tahu aku tidak seharusnya, tapi aku masih mencarimu.
Di keramaian, di antara orang-orang yang lalu-lalang, aku berharap menemukanmu.

Kadang aku berpikir, bagaimana jika kita bertemu lagi?
Apakah kamu akan tersenyum?
Apakah kamu akan menyapa?
Atau… apakah kamu hanya akan berlalu, seolah-olah aku tidak pernah menjadi bagian dari hidupmu?

Aku takut menemukan jawabannya.
Jadi aku hanya menunggu.
Bukan untuk kamu kembali, tapi untuk waktu yang akhirnya bisa membantuku berhenti mencarimu.


3. Rasa Rindu yang Tidak Terbalas

Setiap kali aku rindu, aku menahan diri untuk tidak menghubungimu.
Aku menulis pesan, lalu menghapusnya.
Aku ingin tahu bagaimana kabarmu, tapi aku tahu… aku bukan lagi seseorang yang berhak menanyakannya.

Aku ingin bertanya,
“Apakah kamu baik-baik saja?”
“Apakah kamu merindukanku, walau hanya sedikit?”
“Apakah kamu pernah, meski hanya sebentar, ingin kembali?”

Tapi aku tahu jawabannya tidak akan mengubah apa pun.

Kamu sudah pergi.
Dan aku masih di sini, mencoba menerima kenyataan itu.


4. Mencoba Bangkit, Tapi…

Aku ingin percaya bahwa aku bisa melupakanmu.
Bahwa waktu akan menyembuhkan semua luka ini.
Tapi kenyataannya, aku masih terjebak di tempat yang sama.

Setiap kali aku mencoba melangkah maju, kenangan tentangmu menarikku kembali.
Aku masih mengingat caramu tertawa, caramu mengucapkan namaku dengan lembut.
Aku masih mengingat janji-janji yang dulu kita buat, meski aku tahu semua itu kini tidak berarti.

Aku masih di sini.
Masih mencoba memahami bagaimana seseorang bisa mencintai begitu dalam,
dan dalam sekejap, harus belajar melepaskan.


5. Sampai Kapan?

Aku bertanya pada diri sendiri,
“Sampai kapan aku akan begini?”
“Sampai kapan aku akan terus menunggu seseorang yang bahkan tidak menoleh ke belakang?”

Aku tidak tahu jawabannya.
Aku hanya tahu bahwa aku masih mencintaimu, meski aku tahu itu tidak ada gunanya.
Aku hanya tahu bahwa aku masih di sini,
meski kamu sudah pergi terlalu jauh.

Mungkin suatu hari nanti, aku akan berhenti menunggu.
Mungkin suatu hari nanti, aku akan belajar menjalani hari-hari tanpa bayanganmu.
Mungkin suatu hari nanti, aku akan benar-benar bisa mengatakan,

“Aku sudah melepaskanmu.”

Tapi untuk sekarang…

Aku masih di sini.


(Terus berlanjut ke Bab 6: Belajar Hidup Tanpa Kamu)

😢 Bab 6: Hujan dan Rindu yang Tak Terbalas
Malam-malamku dipenuhi rindu yang tak berbalas. Setiap hujan turun, aku berharap kamu akan menelepon dan mengatakan bahwa kamu juga merindukanku. Tapi telepon itu tidak pernah berbunyi.

Aku tidak pernah menyukai hujan.
Tapi sejak kamu pergi, hujan menjadi sesuatu yang berbeda.

Aku pernah membaca bahwa hujan adalah cara langit menangis,
dan mungkin, itu juga cara semesta mengerti perasaanku.
Karena setiap kali rintiknya jatuh, aku merasakan rindu yang bahkan tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.

Hujan selalu datang dengan kenangan,
dan setiap tetesnya membawa kembali semua hal tentangmu yang berusaha aku lupakan.


1. Saat Hujan Mengingatkanku Padamu

Aku masih ingat, kamu selalu menyukai hujan.
Bagimu, hujan bukan sekadar air yang jatuh dari langit, tapi sebuah ketenangan.
Kamu suka duduk di dekat jendela, memandangi rintiknya,
seakan-akan kamu bisa berbicara dengan hujan itu sendiri.

“Kamu tahu, hujan itu romantis,” katamu suatu ketika.
Aku hanya tertawa kecil, tidak terlalu mengerti maksudmu saat itu.

Tapi sekarang, aku tahu.
Aku mengerti kenapa hujan selalu mengingatkanku padamu.
Karena di bawah hujan, kita pernah berbagi banyak hal—cerita, tawa, bahkan air mata.
Dan kini, setiap kali hujan turun, aku bertanya-tanya,
apakah kamu juga masih mengingatku seperti aku mengingatmu?

Atau apakah bagimu, aku hanya seseorang yang pernah ada di satu bab dalam hidupmu?


2. Payung yang Tak Lagi Ada

Dulu, setiap kali hujan turun, kamu selalu menawarkan payungmu untukku.
Kamu tidak peduli jika bajumu basah, asalkan aku tetap kering.
Aku sering bercanda, mengatakan bahwa kamu terlalu berlebihan,
tapi jauh di dalam hati, aku menyukainya.

Sekarang, hujan masih turun seperti biasa,
tapi payung itu sudah tidak ada.

Aku berjalan sendirian, membiarkan rintik hujan membasahi rambut dan pakaianku.
Mungkin ini caraku merasakan kehadiranmu kembali, meski hanya dalam bayangan.

Aku merindukan tangan yang dulu selalu menggenggam tanganku saat kita berlari di tengah hujan.
Aku merindukan suara tawamu yang selalu terdengar lebih lembut di tengah suara hujan yang jatuh.
Aku merindukan cara kamu menatapku, seolah-olah aku adalah satu-satunya orang yang ada di dunia ini.

Tapi sekarang, aku hanya sendiri.
Dan rindu ini tidak punya tempat untuk pulang.


3. Jika Aku Menghubungimu, Akankah Kamu Menjawab?

Aku pernah berpikir untuk menghubungimu.
Menanyakan kabarmu, bertanya apakah kamu masih ingat aku seperti aku masih mengingatmu.
Tapi setiap kali aku ingin mengetik pesan itu, aku selalu berhenti.

Karena aku tahu, aku hanya akan mendapatkan satu dari dua kemungkinan:
Sebuah jawaban singkat yang terdengar canggung dan basa-basi,
atau lebih buruk lagi… tidak ada jawaban sama sekali.

Dan aku tidak siap untuk menghadapi keduanya.

Jadi aku memilih diam, menyimpan semua rindu ini sendirian.
Membiarkan hujan menjadi satu-satunya saksi bahwa aku masih berharap,
meski aku tahu, harapan itu sia-sia.


4. Hujan Masih Turun, Tapi Aku Harus Belajar Berjalan Sendiri

Aku menatap langit yang kelabu.
Rintik hujan masih terus turun, seakan-akan ingin menghapus semua yang tersisa di dalam hatiku.

Mungkin sudah waktunya berhenti berharap.
Mungkin sudah waktunya menerima kenyataan bahwa beberapa rindu memang tidak pernah sampai.

Aku menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara dingin memenuhi paru-paruku.
Aku masih di sini, masih belajar menerima kepergianmu.
Masih berusaha memahami bahwa meski hujan selalu datang dengan kenangan,
aku tidak harus terus-terusan terjebak di dalamnya.

Jadi, untuk terakhir kalinya, aku menutup mata dan membiarkan hujan membasuh semua perasaan yang masih tersisa.
Karena aku tahu, meski aku masih merindukanmu…

Kamu sudah tidak lagi menunggu di sana.


(Terus berlanjut ke Bab 7: Belajar Hidup Tanpa Bayanganmu)

🕊️ Bab 7: Mencari Jawaban di Antara Kenangan
Aku kembali ke tempat-tempat yang dulu kita datangi, mencari jawaban yang mungkin tertinggal di sana. Aku membaca ulang pesan-pesan lama, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan mengapa kamu memilih pergi.

Setiap orang yang pergi selalu meninggalkan sesuatu—kenangan, pertanyaan, atau luka yang belum sembuh.
Dan aku? Aku masih terjebak di antara semuanya.

Aku pikir waktu akan membantuku melupakanmu.
Aku pikir, jika aku cukup sibuk, aku tidak akan sempat mengingatmu lagi.
Tapi ternyata, semakin aku berusaha menghindari kenangan, semakin kenangan itu menghampiriku.

Aku masih mencari jawaban.
Bukan karena aku ingin kembali padamu,
tapi karena aku ingin memahami…
kenapa aku masih terjebak di sini, sementara kamu sudah pergi jauh?


1. Kembali ke Tempat Kita Dulu

Aku tidak tahu apa yang membawaku ke sini.
Kafe kecil di sudut jalan ini adalah tempat kita sering bertemu,
dan sekarang, aku duduk di sudut yang sama, tapi tanpa kamu di hadapanku.

Aku menatap meja di depanku.
Dulu, ada secangkir kopi dan senyum hangatmu di sana.
Sekarang, hanya ada cangkir kosong dan bayanganmu yang terus menghantuiku.

Aku memejamkan mata, membiarkan pikiranku kembali ke masa itu.
Aku masih bisa mendengar suaramu, masih bisa merasakan caramu menatapku.
Tapi semakin lama aku tenggelam dalam kenangan, semakin aku sadar bahwa semua itu hanyalah ilusi.

Aku tidak bisa hidup dalam bayangan masa lalu selamanya.

Tapi sebelum aku benar-benar melepaskanmu, aku perlu menemukan jawabannya.


2. Apa yang Salah?

Aku mencoba mengingat kembali semua percakapan kita,
semua pertengkaran kecil, semua momen di mana kamu mulai menjauh.

Apakah aku terlalu menuntut?
Apakah aku tidak cukup baik?
Ataukah sejak awal, kamu memang tidak pernah benar-benar ingin bertahan?

Aku ingin menyalahkan keadaan,
tapi jauh di dalam hati, aku tahu—kita berdua punya bagian dalam kehancuran ini.
Dan meskipun aku mencoba mencari kesalahanmu,
aku juga harus mengakui bahwa aku punya andil dalam kepergianmu.

Mungkin aku terlalu sibuk mencintaimu sampai lupa bertanya,
apakah kamu juga masih ingin mencintaiku?


3. Jika Kita Bertemu Lagi…

Aku sering bertanya-tanya, bagaimana jika kita bertemu lagi?
Akankah kamu tersenyum?
Akankah kamu masih mengenali tatapanku?

Atau kita hanya akan menjadi dua orang asing yang berpura-pura tidak saling mengenal?

Aku takut membayangkan itu.
Tapi aku juga tahu, cepat atau lambat, aku harus menghadapi kemungkinan itu.

Aku masih mencari jawaban.
Tapi mungkin, jawaban itu bukan ada padamu…
melainkan ada di dalam diriku sendiri.

Aku harus belajar menerima kenyataan.
Bahwa beberapa cerita memang tidak berakhir dengan kebersamaan.
Bahwa tidak semua cinta bisa diperjuangkan selamanya.

Dan yang paling penting…
Bahwa aku harus berhenti mencari kamu dalam setiap kenangan,
dan mulai mencari diriku sendiri yang sempat hilang karena mencintaimu terlalu dalam.


(Terus berlanjut ke Bab 8: Melepaskan yang Tak Bisa Dimiliki)

💡 Bab 8: Aku dan Diriku yang Baru
Perlahan, aku mulai memahami bahwa kehilanganmu bukan akhir dari segalanya. Aku mulai menemukan diriku yang dulu hilang dalam hubungan ini. Aku belajar bahwa mencintai tidak selalu berarti memiliki.

Bab 8: Aku dan Diriku yang Baru

Waktu tidak pernah benar-benar menyembuhkan luka.
Tapi waktu memberiku kesempatan untuk berdamai dengan luka itu.

Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku sudah benar-benar melupakanmu.
Tapi aku mulai mengerti bahwa ada hidup yang harus tetap berjalan,
bahkan ketika seseorang yang kita cintai memilih untuk pergi.

Dan sekarang, aku sedang belajar…
untuk mengenal diriku yang baru.


1. Memulai Hari Tanpa Bayang-Bayangmu

Dulu, setiap pagi terasa seperti pengulangan yang membosankan.
Bangun tidur dengan rasa hampa, bertanya-tanya kapan aku akan berhenti merindukanmu.
Tapi hari ini… rasanya sedikit berbeda.

Aku menyeduh kopi seperti biasa, tapi kali ini, aku menikmatinya tanpa membandingkan dengan kopi buatanmu.
Aku berjalan keluar rumah tanpa berharap melihatmu di sudut jalan yang biasa kita lalui bersama.
Aku tersenyum kepada orang-orang yang aku temui,
bukan untuk menutupi kesedihan,
tapi karena aku benar-benar merasa lebih ringan.

Mungkin inilah caranya aku mulai sembuh.
Bukan dengan melupakanmu sepenuhnya,
tapi dengan menerima bahwa kamu adalah bagian dari masa laluku—bukan masa depanku.


2. Belajar Bahagia dengan Diri Sendiri

Aku selalu berpikir bahwa kebahagiaan datang dari orang lain.
Dari seseorang yang mencintai kita, dari hubungan yang berjalan dengan baik.
Tapi sekarang, aku mulai menyadari bahwa kebahagiaan itu tidak harus bergantung pada siapa pun.

Aku mulai melakukan hal-hal yang dulu aku abaikan.
Membaca buku yang tertunda, mengeksplorasi tempat-tempat baru,
bahkan sekadar duduk sendirian di taman tanpa merasa kesepian.

Dulu, aku takut sendirian.
Aku pikir tanpa seseorang di sisiku, aku tidak akan bisa merasa utuh.
Tapi sekarang aku sadar…
aku tidak pernah benar-benar sendirian.
Aku punya diriku sendiri.

Dan mungkin, itu sudah cukup.


3. Bertemu dengan Orang Baru

Hari itu, aku duduk di sebuah kafe, menikmati sore yang tenang.
Lalu seseorang datang, duduk di meja sebelah,
dan tanpa aku sadari, kita mulai berbincang.

Bukan tentang cinta, bukan tentang masa lalu.
Hanya obrolan sederhana tentang kopi, hujan, dan buku favorit.

Aku tidak tahu apakah ini awal dari sesuatu yang baru,
atau hanya pertemuan biasa yang akan segera terlupakan.
Tapi untuk pertama kalinya, aku tidak merasa takut.

Aku tidak merasa bersalah karena tertawa.
Aku tidak merasa harus membandingkan orang baru ini dengan dirimu.

Karena akhirnya, aku menyadari…
aku sudah mulai membuka lembaran baru dalam hidupku.


4. Aku Tidak Lagi Menunggumu

Aku tidak bisa menghapus semua kenangan tentangmu.
Aku tidak bisa mengubah masa lalu atau menghindari pertanyaan tentang “bagaimana jika kita masih bersama.”

Tapi satu hal yang bisa aku lakukan adalah berhenti menunggu.

Aku tidak lagi menunggu pesan darimu.
Aku tidak lagi berharap menemukanmu di tempat-tempat yang dulu kita datangi bersama.
Aku tidak lagi mencari alasan untuk mempertahankan sesuatu yang sudah berakhir.

Aku dan diriku yang baru…
bukan lagi seseorang yang terus terjebak dalam masa lalu.
Aku adalah seseorang yang sedang berjalan ke depan,
bukan untuk melupakan,
tapi untuk menemukan kebahagiaanku sendiri.

Dan untuk pertama kalinya, aku merasa…
aku baik-baik saja.


(Terus berlanjut ke Bab 9: Menyambut Cinta Tanpa Takut Terluka)

🌿 Bab 9: Aku Melepaskanmu, Bukan Melupakan
Aku tidak akan melupakanmu. Kamu pernah menjadi bagian penting dalam hidupku. Tapi aku memilih untuk melepaskan, agar aku bisa melangkah maju. Karena aku pantas mendapatkan kebahagiaan, meski itu tanpa kamu.

Bab 9: Aku Melepaskanmu, Bukan Melupakan

Orang bilang, melepaskan berarti melupakan.
Tapi aku tidak percaya itu.

Bagaimana aku bisa melupakan seseorang yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupku?
Bagaimana aku bisa menghapus kenangan yang sudah tertanam begitu dalam di hatiku?

Tidak, aku tidak akan melupakanmu.
Tapi aku juga tidak akan terus menggenggammu.

Aku memilih untuk melepaskanmu,
bukan karena aku tidak lagi peduli,
tapi karena aku ingin belajar untuk hidup tanpamu.


1. Memahami Arti Melepaskan

Melepaskan bukan berarti membenci.
Aku tidak ingin membiarkan luka ini berubah menjadi kebencian.
Aku tidak ingin menyalahkanmu atau menyalahkan diri sendiri.

Aku hanya ingin menerima bahwa beberapa hal memang tidak bisa dipaksakan.
Bahwa cinta, sekuat apa pun perasaannya, tidak selalu bisa membuat dua orang tetap bersama.

Aku ingin berhenti bertanya “kenapa?”
Berhenti mencari-cari alasan.
Berhenti berharap ada kesempatan kedua.

Karena aku tahu… kita sudah selesai.


2. Kenangan yang Tak Harus Dihapus

Aku tidak ingin membuang semua hal tentangmu.
Aku tidak akan menghapus foto-foto kita, atau menghindari lagu-lagu yang mengingatkanku padamu.

Karena aku sadar, kenangan itu bukan musuhku.
Kenangan itu adalah bagian dari hidupku yang pernah membuatku bahagia.

Dan aku ingin mengingatmu dengan cara yang baik.
Tanpa penyesalan, tanpa sakit hati, tanpa ingin kembali.

Aku ingin mengenangmu seperti melihat bintang jatuh di malam hari—
indah, berharga, tapi hanya sebentar.


3. Aku Tidak Lagi Menunggu

Dulu, aku berharap kamu akan kembali.
Dulu, aku menunggu, berpegang pada harapan bahwa mungkin kamu akan menyadari sesuatu yang aku sendiri tidak yakin.

Tapi sekarang, aku tidak lagi menunggu.
Aku tidak lagi mencari alasan untuk tetap bertahan di tempat yang sudah lama kamu tinggalkan.

Aku memilih untuk berjalan maju.
Bukan karena aku ingin menemukan seseorang yang baru,
tapi karena aku ingin menemukan kembali diriku sendiri.


4. Kamu Akan Selalu Ada… Tapi dengan Cara yang Berbeda

Aku tidak akan berpura-pura bahwa kamu tidak pernah ada dalam hidupku.
Aku tidak akan mengatakan bahwa aku menyesal telah mencintaimu.

Karena nyatanya, aku tidak menyesal.
Aku bersyukur pernah mengenalmu, pernah mencintaimu, pernah merasakan kebahagiaan bersamamu.

Tapi ada satu hal yang aku pelajari…
Cinta bukan hanya tentang memiliki.
Kadang, cinta juga berarti membiarkan pergi.

Dan aku memilih untuk melepaskanmu,
agar aku bisa memberikan kesempatan pada diriku sendiri untuk benar-benar bahagia.


5. Aku Siap Melangkah ke Depan

Hari ini, aku tidak lagi bertanya apakah kamu juga merindukanku.
Aku tidak lagi menangis saat mengenang kita.

Hari ini, aku berdiri di sini, masih dengan hati yang sama,
tapi dengan pemahaman yang berbeda.

Aku mencintaimu, aku pernah mencintaimu,
tapi aku juga mencintai diriku sendiri.

Dan untuk pertama kalinya…
Aku merasa tenang.

Aku telah melepaskanmu,
tapi aku tidak akan melupakanmu.

Karena kamu adalah bagian dari kisahku.
Tapi kisah ini masih berlanjut,
tanpa kamu di dalamnya.


(Lanjut ke Bab 10: Cinta yang Datang di Waktu yang Tepat)

🌅 Bab 10: Kamu Pergi, Tapi Aku Masih di Sini – dengan Senyum yang Baru
Akhirnya, aku bisa tersenyum lagi. Bukan karena aku sudah melupakan, tapi karena aku telah berdamai dengan perpisahan ini. Kamu pergi, dan aku masih di sini—bukan lagi menunggumu, tapi untuk menjalani hidupku sendiri.

Dulu, setiap kali mengingatmu, ada rasa sesak yang tidak bisa dijelaskan.
Dulu, setiap sudut kota ini terasa seperti pengingat betapa aku pernah mencintaimu—dan betapa aku ditinggalkan.

Tapi hari ini, aku melihat semuanya dengan cara yang berbeda.
Hari ini, aku tersenyum.

Bukan karena aku sudah melupakanmu,
tapi karena aku telah berdamai dengan kenyataan bahwa kamu memang bukan untukku.


1. Aku yang Berbeda dari Dulu

Aku masih orang yang sama, tapi ada sesuatu yang berubah.
Mungkin caraku memandang dunia, atau mungkin caraku memandang diriku sendiri.

Dulu, aku merasa kehilanganmu berarti kehilangan kebahagiaanku.
Aku merasa kamu adalah satu-satunya alasan untukku tersenyum.

Tapi sekarang, aku menemukan kebahagiaan di tempat-tempat lain.
Dalam tawa teman-temanku.
Dalam mimpi-mimpi yang kembali aku kejar.
Dalam kedamaian yang aku temukan setiap kali aku sendirian,
tanpa rasa takut akan kesepian.

Aku bukan lagi seseorang yang menunggu.
Aku adalah seseorang yang melangkah maju.


2. Kota Ini Masih Sama, Tapi Aku Tidak Lagi Mencarimu

Aku berjalan melewati tempat-tempat yang dulu menjadi saksi kisah kita.
Kafe tempat kita berbagi tawa.
Jalanan yang dulu kita lewati berdua.
Bangku taman tempat aku pernah menunggu pesan darimu yang tak kunjung datang.

Dulu, semua itu menyakitkan.
Tapi kini, semua itu hanya kenangan.

Bukan kenangan yang ingin aku lupakan,
tapi kenangan yang tidak lagi membuatku terjebak di masa lalu.

Aku tidak lagi berharap melihatmu di sudut jalan.
Aku tidak lagi bertanya-tanya apakah kamu juga merindukanku.

Karena aku tahu…
aku tidak lagi berada di tempat yang sama seperti dulu.


3. Aku Mencintai Diri Sendiri dengan Cara yang Baru

Dulu, aku mengira kebahagiaan selalu berasal dari seseorang yang mencintai kita.
Tapi sekarang, aku tahu bahwa kebahagiaan juga bisa datang dari diri sendiri.

Aku mulai melakukan hal-hal yang dulu aku abaikan.
Aku membaca buku yang pernah aku tinggalkan di rak.
Aku mengunjungi tempat-tempat baru tanpa rasa takut.
Aku belajar menikmati waktu sendiri tanpa merasa kesepian.

Aku mulai melihat diriku sendiri dengan lebih baik,
bukan sebagai seseorang yang kehilangan,
tapi sebagai seseorang yang bertumbuh.

Dan anehnya…
aku tidak merasa hampa lagi.


4. Jika Aku Bertemu denganmu Lagi…

Mungkin suatu hari nanti, aku akan bertemu denganmu lagi.
Di jalan yang tak terduga, dalam waktu yang tidak direncanakan.

Mungkin saat itu, aku akan tersenyum padamu.
Bukan dengan rasa sakit, bukan dengan harapan yang tersisa.
Tapi dengan ketulusan yang ringan.

Mungkin aku akan bertanya bagaimana kabarmu,
dan kamu akan melihatku bukan sebagai seseorang yang masih menunggumu,
tapi sebagai seseorang yang telah menemukan jalannya sendiri.

Dan saat itu terjadi, aku ingin kamu tahu satu hal…

Aku baik-baik saja.
Aku tidak menyesal pernah mencintaimu,
tapi aku juga tidak lagi berharap untuk kembali padamu.

Karena aku sudah menemukan kebahagiaanku sendiri.


5. Aku Masih di Sini – Tapi dengan Senyum yang Baru

Kamu pergi, dan aku pernah merasa hancur karenanya.
Aku pernah menangis, berharap, dan bertanya-tanya kenapa semua ini harus terjadi.

Tapi sekarang, aku masih di sini.
Bukan sebagai seseorang yang terjebak dalam bayang-bayangmu,
tapi sebagai seseorang yang telah menemukan cahayanya sendiri.

Aku tidak lagi menunggumu.
Aku tidak lagi memikirkan apakah kamu akan kembali.

Aku hanya ingin menjalani hidupku,
dengan senyum yang baru,
dan hati yang lebih ringan.

Karena akhirnya, aku mengerti…
Kehilanganmu bukanlah akhir dari segalanya.
Itu hanyalah bagian dari perjalanan yang membawaku menuju versi terbaik dari diriku sendiri.


(Lanjut ke Epilog: Cinta yang Datang di Waktu yang Tepat)


—— THE END ——

Source: MELDA
Tags: #MoveOnKamuPergiAkuMasihDiSininovelromansaPerjalananHati
Previous Post

PERTEMUAN YANG MENGUBAH HIDUP

Next Post

pilihan sulit

Related Posts

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

May 13, 2025
JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

May 4, 2025
AKU CINTA, KAMU CUEK

AKU CINTA, KAMU CUEK

May 1, 2025
BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

April 30, 2025
PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

April 29, 2025
CINTA ATAU MIE INSTAN?

CINTA ATAU MIE INSTAN?

April 28, 2025
Next Post
pilihan sulit

pilihan sulit

” RINDU YANG TAK PERNAH TAHU WAKTU “

" RINDU YANG TAK PERNAH TAHU WAKTU "

Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan Ayah Tiriku

Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan Ayah Tiriku

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id