Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

BERJUANG SENDIRI DALAM CINTA

SAME KADE by SAME KADE
April 22, 2025
in Bucin
Reading Time: 18 mins read
BERJUANG SENDIRI DALAM CINTA

Bab 1: Pertemuan Takdir

  • Perkenalan tokoh utama (protagonis) dan bagaimana ia pertama kali jatuh cinta pada seseorang yang tampak tak terjangkau.
  • Pagi itu, Nadia, seorang gadis berusia 23 tahun, sedang duduk di sudut kafe favoritnya. Ia sibuk mengetik skripsinya di laptop, ditemani secangkir kopi hitam yang mulai mendingin. Hidupnya sederhana, teratur, dan penuh ambisi. Namun, dalam kesibukan mengejar mimpi, ada ruang kosong di hatinya—ruang yang tak pernah benar-benar ia sadari sampai hari itu.

    Daftar Isi

      • 2. Momen Pertemuan yang Tak Terduga
      • 3. Percakapan Awal yang Berkesan
      • 4. Rasa yang Tak Bisa Dijelaskan
    • 2. Keberanian yang Selalu Kandas
    • 3. Menemukan Raka di Dunia Nyata
    • 4. Harapan yang Tak Berani Disuarakan
    • 2. Perasaan yang Makin Dalam, Tapi Tak Terlihat
    • 3. Mendengarkan Kisah Cintanya Sendiri
    • 4. Dekat Secara Fisik, Tapi Hati Berjarak
    • 2. Menjadi Bayangan dalam Hidupnya
    • 3. Luka yang Tak Terlihat
    • 4. Saatnya Menghadapi Kenyataan
    • 2. Luka yang Tersimpan Rapat
    • 3. Perasaan yang Tersembunyi di Antara Canda
    • 4. Tak Pernah Dilirik, Tak Pernah Dirasakan
    • 2. Ketika Hati Mulai Retak
    • 3. Tangisan di Tempat yang Tak Terlihat
    • 4. Saatnya Menyadari Realita
    • 5. Luka yang Tak Bisa Dibiarkan
    • Bagian 3: Patah dan Bangkit
    • 2. Kenyataan yang Tak Bisa Ditolak
    • 3. Percakapan Terakhir Sebelum Pergi
    • 4. Waktu untuk Berhenti
    • 2. Percakapan yang Menentukan
    • 3. Menghadapi Diri Sendiri
    • 4. Keputusan Akhir
    • 2. Berjalan ke Arah yang Baru
    • 3. Luka yang Mulai Sembuh
    • 4. Menemukan Kebahagiaan dalam Diri Sendiri
    • Bagian 4: Akhir yang Tak Terduga
    • 2. Kabar yang Mengubah Segalanya
    • 3. Pertemuan yang Tak Terduga
    • 4. Antara Masa Lalu dan Masa Depan
    • 5. Akhir yang Baru
    • 2. Langkah Tak Terduga dari Raka
    • 3. Antara Masa Lalu dan Masa Depan
    • 2. Sahabat dan Dukungan yang Selalu Ada
    • 3. Memulai Hal Baru
    • 4. Menatap Masa Depan
    2. Momen Pertemuan yang Tak Terduga

    Saat sedang tenggelam dalam pekerjaannya, seorang pria tanpa sengaja menyenggol meja Nadia, hampir membuat kopinya tumpah. “Maaf, aku nggak lihat,” ucap pria itu dengan suara rendah yang hangat. Nadia mengangkat wajahnya dan mendapati seorang lelaki dengan senyum canggung.

    Dia adalah Raka, seorang fotografer lepas yang baru saja pindah ke kota ini. Dengan kaos polos dan kamera tergantung di lehernya, dia tampak seperti seseorang yang selalu memiliki kisah di balik setiap fotonya.

    “Aku yang salah, nggak sadar ada orang lewat,” balas Nadia cepat, berusaha tetap tenang meski dadanya berdebar tanpa alasan yang jelas.

    3. Percakapan Awal yang Berkesan

    Raka tertawa kecil, lalu duduk di meja sebelah. “Kayaknya kamu sibuk banget. Skripsi?” tebaknya sambil melirik layar laptop Nadia.

    Nadia mengangguk, sedikit heran dengan sikap santainya. Biasanya, ia bukan tipe yang nyaman berbicara dengan orang asing, tapi ada sesuatu dalam cara Raka berbicara yang membuatnya tidak ingin mengakhiri obrolan.

    Percakapan mereka terus mengalir. Dari sekadar basa-basi tentang kopi, beralih ke topik impian, lalu membahas dunia fotografi dan sastra. Nadia mendapati dirinya terpesona, bukan hanya pada ceritanya, tetapi juga pada caranya melihat dunia.

    4. Rasa yang Tak Bisa Dijelaskan

    Waktu berlalu tanpa mereka sadari. Kafe mulai sepi, namun di antara mereka, obrolan masih terasa hidup. Saat Raka berdiri untuk pergi, ia tersenyum dan berkata, “Senang ngobrol denganmu, Nadia. Mungkin kita akan ketemu lagi kalau takdir mengizinkan.”

    Nadia hanya tersenyum, tapi di dalam hatinya, ada sesuatu yang bergetar. Seakan semesta baru saja membuka pintu menuju babak baru dalam hidupnya.

    Dan tanpa ia sadari, hari itu menjadi awal dari sebuah perjalanan panjang—perjalanan yang akan membawa luka, harapan, dan sebuah pertanyaan besar: Apakah cinta bisa bertahan jika hanya satu orang yang berjuang?


    Bagaimana menurutmu? Aku bisa menambahkan lebih banyak detail atau mengubah suasananya jika kamu mau! 😊

Bab 2: Mengagumi dalam Diam

  • Protagonis mulai menyukai orang tersebut, tetapi hanya bisa mengagumi dari jauh, tanpa keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.
  • Sejak pertemuan pertamanya dengan Raka di kafe, Nadia tak bisa mengusir bayangan pria itu dari pikirannya. Awalnya, ia menganggap ini hanya kekaguman biasa—perasaan sesaat yang akan menghilang seiring waktu. Tapi semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin perasaan itu tumbuh.

    Ia mulai mencari alasan untuk kembali ke kafe tempat mereka pertama kali bertemu. Ia berharap, entah bagaimana, takdir akan mempertemukan mereka lagi. Dan benar saja, beberapa hari kemudian, ia melihat Raka duduk di sudut ruangan, sibuk menatap layar kameranya sambil menyeruput kopi.

    Tapi Nadia tidak berani menyapa. Ia hanya duduk di tempat biasa, berpura-pura sibuk dengan laptopnya, sementara matanya diam-diam mencuri pandang ke arah Raka.

    2. Keberanian yang Selalu Kandas

    Setiap kali Nadia ingin menyapa, ada sesuatu yang menahannya. Ia takut terlihat terlalu antusias. Ia takut kalau perasaannya terlalu jelas terbaca.

    Sampai akhirnya, tanpa diduga, Raka yang lebih dulu menoleh dan tersenyum. “Kita bertemu lagi.”

    Nadia tersenyum kecil, lalu hanya mengangguk. Raka sepertinya tidak menangkap ada yang berbeda. Baginya, mungkin Nadia hanyalah teman kafe biasa—seseorang yang kebetulan sering duduk di meja yang sama setiap pagi.

    Saat Raka kembali sibuk dengan pekerjaannya, Nadia menatapnya dari jauh. Dalam diam, ia bertanya-tanya, seberapa sulit mencintai seseorang tanpa keberanian untuk mengatakannya?

    3. Menemukan Raka di Dunia Nyata

    Suatu hari, saat sedang menggulir media sosial, Nadia tak sengaja menemukan akun Instagram Raka. Feed-nya dipenuhi foto-foto perjalanan, lanskap kota, dan beberapa potret candid seseorang yang tak pernah ia kenal.

    Tapi ada satu hal yang menarik perhatiannya—di setiap caption yang Raka tulis, selalu terselip kata-kata yang begitu puitis.

    “Kadang, kita bertemu seseorang yang mengubah cara kita melihat dunia. Tapi pertanyaannya, apakah kita juga mengubah dunia mereka?”

    Hati Nadia bergetar membaca kalimat itu. Apakah itu hanya tulisan biasa, atau Raka juga sedang merasakan sesuatu yang sama?

    Tapi Nadia terlalu takut berharap.

    4. Harapan yang Tak Berani Disuarakan

    Hari-hari berlalu, dan perasaan Nadia semakin kuat. Tapi ia tetap memilih mengagumi dari jauh—dengan cara yang paling aman.

    Ia mulai hafal bagaimana Raka selalu memesan kopi tanpa gula, bagaimana ia suka duduk di dekat jendela untuk menangkap cahaya yang sempurna, dan bagaimana ia selalu tersenyum pada setiap orang yang ditemuinya.

    Tapi yang paling menyakitkan adalah, Raka tidak pernah benar-benar melihatnya.

    Ia hanya bagian dari latar belakang kehidupan Raka. Bukan tokoh utama dalam kisahnya.

    Dan Nadia hanya bisa bertanya-tanya, sampai kapan ia harus mencintai dalam diam?


Bab 3: Dekat Tapi Jauh

  • Mereka mulai dekat sebagai teman, tetapi protagonis sadar bahwa cintanya mungkin tidak akan pernah terbalas.
  • Sejak pertemuan mereka di kafe semakin sering terjadi, Nadia mulai mengenal Raka lebih dekat. Obrolan-obrolan kecil berubah menjadi percakapan panjang tentang kehidupan, impian, dan hal-hal sederhana yang tak pernah Nadia pikir akan menarik.

    Mereka mulai berbagi kebiasaan: duduk di tempat yang sama di kafe, saling menunggu dengan pura-pura tidak sengaja, bahkan bertukar rekomendasi buku dan film.

    Tapi meski semakin dekat, ada sesuatu yang tetap membuat mereka terasa jauh.

    Raka tidak pernah memberi tanda bahwa dia merasakan hal yang sama.

    2. Perasaan yang Makin Dalam, Tapi Tak Terlihat

    Nadia mulai menikmati kebersamaan mereka, meski di dalam hatinya, ada perasaan yang perlahan tumbuh menjadi lebih dari sekadar persahabatan.

    Namun, setiap kali ia berpikir untuk mengungkapkan perasaannya, selalu ada momen yang membuatnya ragu.

    Seperti hari itu, ketika mereka duduk bersama di taman kota setelah hujan reda. Raka menunjukkan foto-foto yang baru saja ia ambil—matahari sore yang memantul di genangan air, anak kecil yang tertawa riang di ayunan, dan sebuah potret candid seseorang.

    Seorang perempuan.

    “Wah, bagus,” komentar Nadia, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya. “Siapa dia?”

    Raka tersenyum kecil. “Namanya Sasha. Aku kenal dia dari proyek fotografi kemarin. Dia orangnya seru, gampang diajak ngobrol.”

    Nadia terdiam. Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi hatinya menolak.

    Siapa aku di dalam hidupnya?

    3. Mendengarkan Kisah Cintanya Sendiri

    Beberapa minggu kemudian, Raka mulai lebih sering bercerita tentang Sasha. Tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama, tentang bagaimana Sasha bisa membuatnya tertawa dengan cara yang Nadia tak pernah bisa lakukan.

    Setiap kali Nadia mendengarnya, ada sesuatu di dalam dirinya yang retak sedikit demi sedikit. Tapi ia tetap tersenyum, berpura-pura tak terganggu.

    Karena itu satu-satunya cara untuk tetap berada di samping Raka.

    “Menurutmu, kalau aku ngajak dia nonton film, dia bakal mau nggak?” tanya Raka suatu malam.

    Nadia tersenyum, meski hatinya menjerit. “Coba aja. Kamu kan orangnya asik, siapa yang bisa nolak?”

    Raka tertawa, tak menyadari bahwa kalimat itu terasa seperti luka bagi Nadia.

    4. Dekat Secara Fisik, Tapi Hati Berjarak

    Mereka tetap menghabiskan waktu bersama. Tapi setiap detik yang Nadia lalui terasa seperti perasaan yang semakin tak terjangkau.

    Raka tetap menjadi dirinya yang hangat, perhatian, dan selalu membuat Nadia nyaman. Tapi bukan untuk alasan yang sama seperti yang ada di hati Nadia.

    Ia dekat dengan Raka—mereka berbagi tawa, berbagi cerita—tapi cinta yang Nadia rasakan hanya berjalan satu arah.

    Ia adalah teman baik. Tempat berbagi cerita. Pendengar setia.

    Tapi tidak lebih dari itu.

    Dan Nadia mulai bertanya pada dirinya sendiri: Sampai kapan aku bertahan?


Bab 4: Harapan yang Pudar

  • Momen-momen ketika protagonis merasa ada harapan, tetapi kenyataannya berkata lain.
  • Nadia masih bertahan di sisinya, tetap menjadi teman yang selalu ada untuk Raka. Tapi semakin lama, semakin jelas bahwa tempatnya hanyalah sebagai seorang pendengar.

    Raka semakin sering bercerita tentang Sasha, bagaimana gadis itu mulai membalas pesannya lebih cepat, bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama. Setiap kata yang keluar dari bibir Raka terasa seperti jarum yang menancap di hati Nadia.

    Namun, setiap kali ia ingin pergi, ada suara di dalam dirinya yang terus berkata, “Tunggu sebentar lagi. Mungkin ada harapan.”

    Tapi harapan itu semakin pudar, sedikit demi sedikit.

    2. Menjadi Bayangan dalam Hidupnya

    Suatu sore, Nadia dan Raka duduk bersama di kafe yang biasa mereka kunjungi. Tapi kali ini, Raka tidak sepenuhnya bersamanya. Tangannya terus menggulir layar ponsel, sesekali tersenyum kecil, matanya berbinar.

    “Ada apa?” tanya Nadia, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

    “Ah, enggak. Sasha baru kirim foto dari perjalanannya ke Bandung. Dia kelihatan senang banget,” jawab Raka sambil menunjukkan ponselnya.

    Nadia hanya mengangguk, berpura-pura ikut senang. Tapi di dalam hatinya, ia tahu—ia hanyalah bayangan di sisi Raka.

    Saat Raka menatap layar ponselnya dengan senyum yang tak pernah ia berikan untuk Nadia, gadis itu menyadari sesuatu: Cintanya sudah kalah bahkan sebelum ia sempat memperjuangkannya.

    3. Luka yang Tak Terlihat

    Malam itu, Nadia duduk sendirian di kamarnya, memandangi percakapan mereka yang panjang di chat. Hanya ada satu pola yang ia lihat: Nadia selalu menjadi tempat pulang, tapi tidak pernah menjadi tujuan.

    Setiap kali Raka butuh cerita, ia datang padanya. Tapi saat bahagianya tiba, ia menceritakannya pada Nadia, bukan membagikannya dengannya.

    Dan itulah saat Nadia sadar, ia tidak pernah benar-benar ada dalam dunia Raka.

    4. Saatnya Menghadapi Kenyataan

    Beberapa hari kemudian, Raka mengirim pesan.

    “Nad, aku mau cerita sesuatu. Aku kayaknya mulai jatuh cinta beneran sama Sasha. Aku harus gimana?”

    Nadia menatap layar ponselnya lama. Ada ribuan jawaban di kepalanya, tetapi hanya satu yang bisa ia kirimkan tanpa menghancurkan dirinya sendiri.

    “Ikuti kata hatimu. Kalau kamu bahagia, aku juga bahagia.”

    Dan dengan pesan itu, harapan yang selama ini ia pertahankan akhirnya mati.


    Bagaimana menurutmu? Mau ditambahkan lebih banyak emosi atau kejadian tertentu? 😊

Bab 5: Cinta yang Tak Disadari

  • Orang yang dicintainya tidak menyadari perasaan protagonis, bahkan sering bercerita tentang orang lain yang ia sukai.
  • Setelah pesan terakhirnya untuk Raka, Nadia merasa kosong. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua baik-baik saja, bahwa ia masih bisa menjadi teman yang baik tanpa berharap lebih.

    Ia masih tersenyum saat bertemu Raka. Masih mendengarkan ceritanya tentang Sasha, masih tertawa di antara obrolan mereka, masih duduk di kafe yang sama.

    Tapi hanya Nadia yang tahu, bahwa setiap kali Raka menyebut nama Sasha, hatinya semakin hancur.

    Namun, Raka tidak pernah menyadarinya.

    2. Luka yang Tersimpan Rapat

    Suatu hari, Raka mengajak Nadia ke pameran fotografi yang ia gelar bersama teman-temannya. Dengan setengah hati, Nadia setuju. Ia ingin tetap ada untuk Raka, meskipun ia tahu ia hanya menyakiti dirinya sendiri.

    Di dalam galeri, Nadia terpaku pada salah satu foto—sebuah potret candid Sasha, tertawa dengan latar belakang senja yang indah. Di bawahnya, tertulis kutipan singkat:

    “Terkadang, kita menangkap keindahan tanpa sadar bahwa kita telah jatuh cinta pada objeknya.”

    Nadia menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. Itulah cinta yang Raka rasakan.

    Di tengah ruangan, Raka terlihat sibuk berbicara dengan para tamu. Ia tampak bahagia, bangga, dan di matanya, hanya ada Sasha.

    Namun, tak sekali pun ia menyadari tatapan pilu Nadia dari sudut ruangan.

    Tak sekali pun ia menyadari bahwa ada seseorang yang juga jatuh cinta padanya dengan cara yang sama.

    3. Perasaan yang Tersembunyi di Antara Canda

    Dalam perjalanan pulang, Raka dan Nadia berjalan beriringan di trotoar kota yang mulai lengang.

    “Terima kasih udah datang,” kata Raka sambil tersenyum. “Berarti banget buat aku.”

    Nadia tersenyum kecil. “Iya, sama-sama.”

    Mereka melanjutkan langkah dalam diam. Hanya suara sepatu mereka yang terdengar, hingga akhirnya Raka kembali bicara.

    “Menurutmu, cinta itu selalu harus diungkapkan nggak?” tanyanya tiba-tiba.

    Nadia terkejut. Jantungnya berdebar. Ia ingin mengatakan “Ya, karena aku mencintaimu dan aku ingin kau tahu.”

    Tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah: “Tergantung.”

    Raka tertawa. “Maksudnya?”

    Nadia menatap langit malam yang dipenuhi bintang. “Kadang, ada cinta yang cukup disimpan dalam hati. Bukan karena nggak berani, tapi karena mungkin itu cara terbaik agar tetap bisa ada di samping orang yang kita sayang.”

    Raka mengangguk, tanpa benar-benar memahami. Ia tidak tahu bahwa kalimat itu adalah cerita Nadia sendiri.

    Ia tidak tahu bahwa cinta yang dimaksud Nadia adalah cintanya pada Raka.

    4. Tak Pernah Dilirik, Tak Pernah Dirasakan

    Malam itu, Nadia pulang dengan perasaan yang lebih perih dari sebelumnya.

    Bagaimana bisa seseorang begitu dekat, tapi tak pernah menyadari perasaan yang ada di hadapannya?

    Bagaimana bisa Raka bercerita tentang Sasha dengan begitu lepas, sementara Nadia sudah lama jatuh cinta padanya dalam diam?

    Ia ingin menyerah, ingin menjauh, ingin menghilangkan perasaannya. Tapi bagaimana mungkin?

    Karena sejak awal, Raka bukan hanya seseorang yang ia cintai. Dia adalah rumahnya.

    Dan bagaimana mungkin seseorang meninggalkan rumahnya sendiri?


    Bagaimana menurutmu? Mau ada tambahan momen emosional atau dialog yang lebih kuat? 😊

Bab 6: Luka yang Tersembunyi

  • Protagonis mulai lelah, tetapi tetap bertahan dengan harapan kecil yang tersisa.

    Nadia mulai merasa lelah.
    Lelah mendengar nama Sasha disebut berulang kali.
    Lelah berpura-pura baik-baik saja.
    Lelah menyembunyikan lukanya di balik senyuman yang semakin hari semakin sulit dipertahankan.

    Setiap kali ia melihat Raka, ada rasa sesak di dadanya. Ia mulai bertanya-tanya, mengapa ia harus mencintai seseorang yang tak pernah bisa melihatnya?

    Namun, Nadia tidak bisa pergi. Tidak bisa membenci. Karena Raka, dengan segala ketidaktahuannya, masih menjadi alasan mengapa hatinya tetap bertahan.

    2. Ketika Hati Mulai Retak

    Suatu malam, Raka meneleponnya.

    “Nad, aku butuh pendapatmu,” suaranya terdengar penuh semangat.

    Nadia mencoba mengatur napasnya. “Apa?”

    “Aku mau kasih sesuatu buat Sasha. Menurutmu, cewek suka bunga atau buku?”

    Nadia terdiam. Pertanyaan yang seharusnya mudah dijawab itu tiba-tiba terasa seperti pisau yang menusuk langsung ke dadanya.

    Karena dulu, ia pernah berharap bahwa orang yang menanyakan pertanyaan itu adalah seseorang yang ingin memberinya hadiah. Tapi sekarang, ia hanya menjadi tempat Raka meminta pendapat tentang gadis lain.

    “Uh… tergantung orangnya,” jawab Nadia akhirnya, suaranya bergetar tanpa Raka sadari.

    “Aku pikir juga gitu!” Raka tertawa kecil. “Kayaknya aku bakal pilih buku. Aku inget dia pernah cerita suka novel klasik.”

    Nadia memejamkan matanya.
    Aku juga suka novel klasik, Rak.
    Tapi kau tak pernah menanyakannya.

    “Bagus, pasti dia suka,” katanya akhirnya.

    3. Tangisan di Tempat yang Tak Terlihat

    Setelah menutup telepon, Nadia duduk diam di kamarnya. Semua beban yang selama ini ia tahan terasa semakin berat.

    Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak akan pernah terjawab.

    “Kenapa bukan aku?”
    “Apa aku kurang berarti?”
    “Apa aku hanya teman baginya selamanya?”

    Air matanya jatuh, tapi tidak ada yang bisa melihat. Tidak ada yang tahu.

    Ia tertawa dan tersenyum di hadapan Raka, tapi menangis sendirian di malam hari.

    Itulah luka yang ia sembunyikan. Luka yang bahkan Raka tak pernah sadari.

    4. Saatnya Menyadari Realita

    Keesokan harinya, Nadia bertemu dengan sahabatnya, Dina. Seorang yang selama ini selalu mengerti perasaannya tanpa perlu banyak kata.

    Dina menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, “Nad, sampai kapan kamu mau begini?”

    Nadia pura-pura tidak mengerti. “Apa maksudmu?”

    “Kamu sakit hati, tapi kamu tetap bertahan di sisinya. Kamu nangis tiap malam, tapi besoknya masih tersenyum di depannya. Kamu masih berharap, meski kamu tahu harapan itu nggak akan pernah nyata.”

    Nadia menggigit bibirnya. “Aku nggak bisa ninggalin dia, Din.”

    Dina menghela napas. “Jadi, kamu lebih milih menyakiti dirimu sendiri?”

    Nadia terdiam. Apakah selama ini ia hanya menyakiti dirinya sendiri?

    5. Luka yang Tak Bisa Dibiarkan

    Malamnya, Nadia kembali duduk di kafe yang biasa ia kunjungi bersama Raka. Tapi kali ini, ia sendirian.

    Ia menatap kursi kosong di depannya, membayangkan Raka di sana, bercerita tentang Sasha seperti biasa.

    Untuk pertama kalinya, ia bertanya pada dirinya sendiri:
    Apa aku masih sanggup?

    Ia tidak tahu jawabannya.

    Tapi yang jelas, luka yang ia simpan selama ini semakin dalam, dan jika ia tidak melakukan sesuatu, luka itu akan menenggelamkannya.


    Bagaimana menurutmu? Mau ditambahkan lebih banyak konflik batin atau momen emosional lainnya? 😊

Bagian 3: Patah dan Bangkit

Bab 7: Saatnya Melepaskan?

  • Ada titik di mana protagonis mulai berpikir untuk melepaskan, tetapi masih belum sepenuhnya siap.
  • Sejak percakapan dengan Dina, Nadia mulai melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda.

    Selama ini, ia selalu menunggu, berharap bahwa suatu hari Raka akan menyadari perasaannya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Semakin ia bertahan, semakin ia terluka.

    Sore itu, ia kembali duduk di kafe langganannya, tapi kali ini, ia tidak menunggu siapa pun.

    Ia menatap kopi yang mulai mendingin di depannya sambil bertanya dalam hati, “Apa aku masih sanggup?”

    2. Kenyataan yang Tak Bisa Ditolak

    Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Raka.

    “Nad, aku ngajak Sasha jalan besok. Doain semoga dia suka, ya!”

    Seharusnya ini bukan sesuatu yang mengejutkan. Raka sudah lama menunjukkan perasaannya pada Sasha. Nadia sudah tahu, tapi mengapa rasanya seperti ada sesuatu yang pecah di dalam dirinya?

    Jemarinya bergetar saat membalas.

    “Semoga lancar, Rak.”

    Ia menekan tombol kirim, lalu meletakkan ponselnya di meja.

    Tiba-tiba, ia merasa ingin menangis.

    Bertahan selama ini tidak membuatnya lebih bahagia. Justru membuatnya semakin kehilangan dirinya sendiri.

    3. Percakapan Terakhir Sebelum Pergi

    Esok harinya, Raka meneleponnya.

    “Nad, aku habis jalan sama Sasha tadi,” katanya dengan nada penuh kebahagiaan. “Dan tebak? Dia bilang dia juga suka sama aku!”

    Nadia memejamkan matanya. Seharusnya, ia ikut bahagia untuk Raka. Tapi yang terasa justru sebaliknya.

    “Hmm, selamat ya,” jawabnya pelan.

    “Thanks, Nad! Kamu sahabat terbaik!”

    Sahabat.

    Kata itu menusuk jauh ke dalam hatinya.

    Seketika, Nadia merasa sesak. Bukan hanya karena Raka tidak membalas perasaannya, tetapi juga karena ia sadar—Raka tidak pernah melihatnya lebih dari seorang teman.

    Dan yang lebih menyakitkan, mungkin Raka tidak akan pernah tahu betapa dalamnya luka yang Nadia sembunyikan.

    4. Waktu untuk Berhenti

    Setelah panggilan itu berakhir, Nadia mengambil napas dalam-dalam.

    Ia menatap refleksi dirinya di cermin.

    Ia lelah. Ia sakit. Dan ia tidak bisa terus seperti ini.

    Untuk pertama kalinya, ia tidak ingin lagi menunggu. Tidak ingin lagi berpura-pura kuat.

    Sudah saatnya ia melepaskan perasaannya pada Raka.

    Bukan karena ia tidak mencintainya lagi, tetapi karena ia harus mencintai dirinya sendiri lebih dulu.


    Bagaimana menurutmu? Mau ditambahkan adegan emosional lain atau dialog yang lebih mendalam? 😊

Bab 8: Pergi atau Bertahan?

  • Konflik batin yang semakin kuat. Protagonis menghadapi kenyataan pahit dan harus memilih apakah masih ingin memperjuangkan atau mengikhlaskan.
  • Nadia duduk di kamarnya, menatap langit-langit dengan pikiran yang kacau. Hatinya terasa penuh sesak.

    Selama ini, ia sudah melakukan segalanya agar bisa tetap berada di sisi Raka, meski sebagai sahabat. Tapi semakin lama ia bertahan, semakin sakit rasanya.

    Semakin jelas bahwa tidak ada ruang di hati Raka untuknya.

    Kini, hanya ada dua pilihan:
    Tetap tinggal dan menanggung luka ini, atau pergi dan mencoba melupakan?

    2. Percakapan yang Menentukan

    Suatu sore, Raka mengajak Nadia bertemu di kafe langganan mereka.

    “Aku ada kabar, Nad!” katanya begitu duduk.

    Nadia menatapnya dengan senyum samar. “Apa?”

    “Aku dan Sasha resmi pacaran!”

    Seolah-olah dunia Nadia berhenti berputar. Ia sudah menyiapkan dirinya untuk hari ini, tapi tetap saja, mendengarnya langsung dari Raka terasa seperti hantaman keras di dadanya.

    Namun, ia tidak boleh terlihat hancur.

    “Wah, selamat ya!” katanya, memaksakan senyum.

    Raka tertawa kecil. “Makasih, Nad. Aku beneran senang banget!”

    Nadia hanya mengangguk. Ia ingin ikut bahagia, benar-benar ingin. Tapi semakin lama ia duduk di sana, semakin ia sadar—ia tidak bisa terus seperti ini.

    3. Menghadapi Diri Sendiri

    Malam itu, Nadia menatap dirinya di cermin.

    “Kenapa kamu masih bertahan, Nad?” tanyanya pada dirinya sendiri.

    Air mata yang selama ini ia tahan akhirnya jatuh. Ia sudah cukup terluka.

    Ia tahu bahwa jika ia terus bertahan, ia hanya akan menjadi penonton dalam kisah cinta Raka.

    Jadi, mungkin ini saatnya…
    Saatnya melepaskan.

    4. Keputusan Akhir

    Esoknya, Nadia mengirim pesan pada Raka.

    “Rak, aku butuh waktu sendiri dulu. Aku harap kamu ngerti.”

    Butuh waktu untuk menyembuhkan hatinya.
    Butuh waktu untuk belajar mencintai dirinya sendiri lagi.

    Raka membalas dengan cepat.

    “Kenapa, Nad? Aku salah apa?”

    Nadia tersenyum sedih. Raka tidak salah. Hanya saja, Nadia sudah cukup lelah.

    Ia menutup matanya dan menarik napas panjang sebelum mengetik balasan terakhirnya.

    “Nggak ada yang salah. Aku cuma perlu waktu buat diri sendiri. Jaga diri ya, Rak.”

    Dengan itu, Nadia memutuskan untuk pergi.

    Tidak karena ia tidak mencintai Raka lagi, tapi karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia memilih untuk mencintai dirinya sendiri lebih dulu.


    Bagaimana menurutmu? Mau ada tambahan konflik batin atau adegan perpisahan yang lebih emosional? 😊

Bab 9: Menemukan Arti Diri

  • Protagonis mulai fokus pada diri sendiri, mengejar impian yang sempat tertunda karena cinta sepihaknya.
  • Hari pertama tanpa Raka terasa aneh.
    Tidak ada pesan di pagi hari, tidak ada obrolan santai di sela waktu kerja, tidak ada ajakan bertemu di kafe langganan mereka.

    Nadia mencoba menyibukkan dirinya, tapi setiap sudut kota mengingatkannya pada Raka.
    Setiap lagu yang ia dengar terasa seperti bercerita tentangnya.

    Namun, di antara rasa kehilangan itu, ada sesuatu yang lain.
    Sebuah kesadaran bahwa untuk pertama kalinya, ia bebas dari harapan yang menyakitkan.

    2. Berjalan ke Arah yang Baru

    Minggu-minggu berlalu. Perlahan, Nadia mulai terbiasa.

    Ia mulai melakukan hal-hal yang dulu sering ia tunda.
    Membaca buku favoritnya tanpa harus berpikir apakah Raka akan menyukainya atau tidak.
    Menghabiskan waktu bersama Dina tanpa tergesa-gesa untuk membalas pesan Raka.
    Menulis di jurnalnya tentang perasaan yang selama ini ia simpan sendiri.

    Dan saat ia menulis, ia menyadari sesuatu—
    Selama ini, ia terlalu sibuk mencintai orang lain, hingga lupa mencintai dirinya sendiri.

    3. Luka yang Mulai Sembuh

    Suatu hari, saat berjalan di taman, Nadia melihat sepasang kekasih duduk di bangku kayu, tertawa bersama.

    Dulu, pemandangan seperti ini akan membuatnya sakit. Mengingatkannya pada sesuatu yang tak pernah bisa ia miliki.

    Tapi kali ini, ia hanya tersenyum.
    Bukan karena ia sudah benar-benar melupakan Raka, tapi karena ia mulai menerima kenyataan bahwa cinta tidak selalu harus dimiliki untuk bisa tetap berarti.

    Mungkin, cinta sejati adalah saat kita bisa mendoakan kebahagiaan seseorang, meskipun tanpa kita di dalamnya.

    4. Menemukan Kebahagiaan dalam Diri Sendiri

    Sore itu, Nadia kembali ke kafe yang dulu sering ia datangi bersama Raka.

    Tapi kali ini, ia datang sendiri.

    Ia duduk di pojokan, menikmati kopi hangatnya sambil membaca novel favoritnya.
    Tidak ada rasa sakit, tidak ada luka, hanya ketenangan yang perlahan tumbuh dalam dirinya.

    Untuk pertama kalinya, ia tidak lagi merasa sendirian.
    Karena kini, ia memiliki seseorang yang lebih berharga untuk dicintai—dirinya sendiri.


    Bagaimana menurutmu? Mau ditambahkan lebih banyak perjalanan emosional atau refleksi diri? 😊

Bagian 4: Akhir yang Tak Terduga

Bab 10: Kehilangan dan Kesadaran

  • Saat protagonis mulai benar-benar melangkah pergi, orang yang dicintainya mulai sadar akan kehadiran dan pengorbanannya.
  • Sudah berbulan-bulan sejak Nadia memutuskan menjauh dari Raka.

    Awalnya, kesunyian terasa menyakitkan. Tidak ada lagi suara Raka yang selalu hadir di harinya, tidak ada lagi pesan-pesan kecil yang dulu membuatnya tersenyum.

    Namun, perlahan Nadia mulai menyadari bahwa sunyi tidak selalu berarti kesepian.
    Terkadang, sunyi justru memberi ruang bagi hati untuk memahami dirinya sendiri.

    Kini, ia mulai merasa lebih ringan. Ada saat-saat di mana ia masih mengingat Raka, tapi ingatan itu tidak lagi menyakitkan.

    2. Kabar yang Mengubah Segalanya

    Suatu hari, saat Nadia sedang duduk di taman membaca buku, ponselnya bergetar.

    Sebuah pesan dari Dina:

    “Nad, aku baru dengar sesuatu tentang Raka. Aku nggak tahu kamu masih mau tahu atau nggak, tapi… dia putus sama Sasha.”

    Nadia terdiam. Dadanya terasa sesak seketika.
    Bukan karena ia berharap Raka kembali, tapi karena ia tahu betapa besar perasaan Raka untuk Sasha dulu.

    Sejenak, ia bertanya-tanya… Apakah ini sebuah kesempatan?

    3. Pertemuan yang Tak Terduga

    Tak lama setelah itu, Raka menghubunginya. Setelah sekian lama tanpa komunikasi, akhirnya nama itu muncul di layar ponselnya lagi.

    Nadia menatapnya lama sebelum akhirnya mengangkat.

    “Hei, Nad…” Suara Raka terdengar lebih pelan dari biasanya.

    “Hei,” jawab Nadia singkat.

    “Apa kita bisa ketemu? Aku… aku kangen ngobrol sama kamu.”

    Dada Nadia bergetar. Ada bagian dalam dirinya yang ingin mengatakan tidak. Tapi ada juga bagian yang ingin melihatnya sekali lagi, meski hanya untuk menutup cerita mereka dengan baik.

    Akhirnya, ia mengiyakan.

    4. Antara Masa Lalu dan Masa Depan

    Mereka bertemu di kafe yang dulu menjadi tempat mereka berbagi cerita. Tapi kali ini, suasana terasa berbeda.

    Raka tampak lebih lelah, tapi tetap dengan senyum khasnya.

    “Kamu kelihatan beda, Nad,” katanya. “Kamu… terlihat lebih bahagia.”

    Nadia tersenyum. “Mungkin karena aku belajar buat lebih menghargai diri sendiri.”

    Raka menunduk, memainkan sendok di tangannya. “Aku nyesel, Nad. Aku baru sadar kalau selama ini aku udah nyakitin kamu tanpa sadar.”

    Nadia menatapnya, tapi kali ini tanpa rasa sakit seperti dulu.

    “Raka,” katanya pelan. “Aku nggak pernah butuh kamu sadar. Aku cuma butuh waktu untuk menyadari bahwa kebahagiaanku nggak seharusnya bergantung padamu.”

    Raka terdiam.

    Dulu, ia berharap mendengar pengakuan ini dari Nadia. Tapi sekarang, setelah mendengarnya… ia sadar.
    Nadia bukan lagi gadis yang dulu menunggunya.

    Ia sudah belajar melepaskan.

    5. Akhir yang Baru

    Saat pertemuan berakhir, Raka menatap Nadia seolah ingin mengatakan sesuatu.

    “Apa kita bisa kembali seperti dulu?” tanyanya ragu.

    Nadia tersenyum. Kali ini bukan senyum pahit, melainkan senyum penuh keikhlasan.

    “Aku nggak bisa kembali jadi aku yang dulu, Rak,” jawabnya. “Tapi aku bersyukur pernah ada di cerita kamu.”

    Dengan itu, Nadia bangkit dari kursinya, berjalan pergi dengan hati yang lebih ringan.

    Bukan karena ia meninggalkan Raka, tapi karena ia akhirnya menyadari…

    Beberapa cinta tidak untuk dimiliki, tapi untuk mengajarkan kita cara mencintai diri sendiri lebih baik.


Bab 11: Cinta yang Berbalas atau Kisah yang Berakhir?

  • Apakah akhirnya protagonis mendapatkan cinta yang diimpikan, atau justru memilih jalan baru untuk dirinya sendiri?
  • Setelah pertemuannya dengan Raka, Nadia merasa lega. Tidak ada lagi beban di hatinya.
    Namun, di balik semua itu, ada satu pertanyaan yang terus menghantui pikirannya.

    Apakah Raka masih memiliki tempat di hatinya?

    Ia pikir ia sudah sepenuhnya melupakan perasaannya, tapi melihat Raka lagi membuatnya menyadari bahwa rasa itu tidak benar-benar hilang.

    Pertanyaannya sekarang adalah… Apakah ia masih ingin memperjuangkannya?

    2. Langkah Tak Terduga dari Raka

    Beberapa hari kemudian, Raka mengirim pesan.

    “Bisa ketemu lagi? Ada sesuatu yang mau aku omongin.”

    Nadia menatap pesan itu lama. Kali ini, hatinya tidak lagi goyah seperti dulu.
    Jika ini adalah tentang perasaannya, maka ia ingin menghadapi semuanya dengan jujur.

    Saat mereka bertemu, Raka tampak berbeda. Tidak lagi terlihat seperti seseorang yang kebingungan atau penuh penyesalan. Kali ini, ia tampak yakin.

    “Nad, aku nggak mau membohongi diri sendiri lagi,” katanya. “Aku pikir aku cuma melihatmu sebagai sahabat, tapi setelah semua ini… aku sadar kalau aku kehilangan sesuatu yang lebih besar dari itu.”

    Nadia menahan napas.

    “Aku bodoh karena butuh waktu lama buat menyadarinya,” lanjut Raka. “Tapi sekarang, aku cuma mau tahu… apa aku masih punya kesempatan?”

    3. Antara Masa Lalu dan Masa Depan

    Dulu, mendengar kata-kata ini akan menjadi hal yang paling ia impikan.
    Dulu, ia akan langsung mengangguk tanpa ragu.

    Tapi sekarang, Nadia berbeda.

    Ia tersenyum, tapi kali ini dengan hati yang tenang.
    “Raka, aku nggak bisa bohong kalau dulu aku pernah mengharapkan ini,” katanya pelan. “Tapi sekarang, aku harus bertanya pada diriku sendiri… apakah aku masih menginginkannya?”

    Raka menatapnya, menunggu jawaban.

    Dan setelah beberapa saat berpikir, Nadia akhirnya berkata…


    [Pilihan 1: Cinta yang Berbalas]
    “Iya, Rak… Aku masih menyimpan perasaan itu.”

    Air mata hampir jatuh dari mata Raka. “Aku janji, kali ini aku nggak akan menyia-nyiakan kamu, Nad.”

    Untuk pertama kalinya, Nadia melihat sesuatu yang berbeda di mata Raka.
    Bukan lagi sekadar sahabat, tapi seseorang yang benar-benar ingin bersamanya.

    Kali ini, cinta mereka tidak lagi hanya ada di satu sisi.

    Atau…


    [Pilihan 2: Kisah yang Berakhir]
    “Aku pernah menunggu kamu terlalu lama, Raka. Tapi sekarang… aku sadar kalau aku lebih bahagia tanpa menunggu siapa-siapa.”

    Raka menatapnya dengan mata penuh penyesalan, tapi ia tahu… Nadia tidak akan mengubah keputusannya.

    “Aku tetap bersyukur pernah ada di cerita kamu,” kata Nadia sambil tersenyum. “Tapi aku memilih untuk menulis kisahku sendiri sekarang.”

    Dengan itu, Nadia melangkah pergi.
    Bukan karena ia tidak lagi mencintai Raka, tapi karena tidak semua cinta harus dimiliki untuk tetap berarti.


    Bagaimana menurutmu? Mau ada satu ending yang lebih diperdalam atau dibuat lebih emosional? 😊

Bab 12: Berjuang Sendiri, Bukan Berarti Sendirian

  • Kesimpulan cerita dengan pesan bahwa cinta sejati bukan hanya soal memiliki, tetapi juga tentang mencintai diri sendiri.
  • Nadia kini berada di titik yang berbeda dalam hidupnya.
    Setelah semua yang ia lalui—cinta yang ia pendam, harapan yang pupus, luka yang ia sembuhkan, dan kesempatan yang akhirnya ia tentukan—ia sadar satu hal:

    Ia tidak pernah benar-benar sendirian.

    Dulu, ia berpikir bahwa tanpa Raka, ia akan kehilangan segalanya. Tapi sekarang, ia tahu bahwa yang paling penting adalah tidak kehilangan dirinya sendiri.

    Ia belajar bahwa kebahagiaan bukan datang dari seseorang yang mencintainya, tapi dari bagaimana ia mencintai hidupnya sendiri.

    2. Sahabat dan Dukungan yang Selalu Ada

    Suatu malam, Dina mengajaknya keluar.

    “Kamu udah terlalu lama sibuk sama diri sendiri, sekarang waktunya kita bersenang-senang!” ujar Dina ceria.

    Mereka pergi ke tempat favorit mereka, berbincang tentang banyak hal, tertawa tanpa beban.
    Untuk pertama kalinya, Nadia merasa ringan, seperti tidak ada lagi sesuatu yang mengikat hatinya ke masa lalu.

    “Kamu kelihatan lebih bahagia sekarang,” kata Dina tiba-tiba.

    Nadia tersenyum. “Karena aku udah berdamai sama semuanya.”

    Dina mengangguk puas. “Akhirnya! Aku bangga sama kamu, Nad.”

    Nadia tertawa kecil. Ia tidak pernah benar-benar berjuang sendirian.
    Selalu ada orang-orang yang peduli padanya, meski ia dulu terlalu sibuk mengejar satu orang yang bahkan tidak pernah benar-benar melihatnya.

    3. Memulai Hal Baru

    Nadia mulai menemukan kembali apa yang ia cintai—menulis.
    Selama ini, ia hanya menulis tentang rasa sakit dan kehilangan. Tapi kini, ia ingin menulis tentang harapan dan kebahagiaan.

    Ia pun mulai menulis blog pribadinya. Awalnya hanya sebagai pelarian, tapi ternyata banyak orang yang terinspirasi dari kisahnya.

    Komentar demi komentar masuk, dari orang-orang yang merasa relate dengan perjalanan emosionalnya.

    “Terima kasih sudah menulis ini, aku juga sedang belajar mencintai diri sendiri.”
    “Aku pernah merasakan hal yang sama. Ternyata aku nggak sendirian.”

    Saat membaca komentar itu, Nadia tersenyum.

    Ia berjuang sendiri, tapi ia tidak sendirian.
    Ada begitu banyak orang yang juga mengalami hal yang sama, dan kini ia tahu…

    Ia bisa bertahan. Ia bisa bahagia.

    4. Menatap Masa Depan

    Suatu hari, Nadia duduk di kafe tempat kenangan lama tersimpan.

    Dulu, ia selalu duduk di sini menunggu seseorang.
    Tapi hari ini, ia tidak lagi menunggu siapa-siapa.

    Ia menikmati kopinya, membaca bukunya, dan tersenyum untuk dirinya sendiri.

    Mungkin suatu hari nanti, cinta akan datang lagi.
    Mungkin seseorang yang baru akan hadir dalam hidupnya.
    Tapi yang terpenting, kini ia tahu…

    Ia baik-baik saja.
    Ia bahagia, bukan karena seseorang, tapi karena dirinya sendiri.

    Dan itu lebih dari cukup.***

—— THE END ——

Source: MELDA
Tags: #RomansaBerjuangSendiriCintaNovelPerjalananHatiSelfLove
Previous Post

PERTEMUAN DI DUNIA MAYA

Next Post

Cinta dalam Dekapan Mertua

Related Posts

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

May 13, 2025
JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

May 4, 2025
AKU CINTA, KAMU CUEK

AKU CINTA, KAMU CUEK

May 1, 2025
BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

April 30, 2025
PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

April 29, 2025
CINTA ATAU MIE INSTAN?

CINTA ATAU MIE INSTAN?

April 28, 2025
Next Post
Cinta dalam Dekapan Mertua

Cinta dalam Dekapan Mertua

KAU YG MENYAKITI AKU BALAS

SELAMANYA MILIKMU

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id