Kisah Cinta
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta
Kisah Cinta
No Result
View All Result

SELAMANYA MILIKMU

SAME KADE by SAME KADE
April 9, 2025
in Bucin
Reading Time: 10 mins read
SELAMANYA MILIKMU

Daftar Isi

  • Bab 1 – Awal Pertemuan
  • Bab 2 – Dekat Tapi Tak Bisa Memiliki
  • Bab 3 – Rasa yang Tak Bisa Dibohongi
  • Bab 4 – Hadirnya Orang Ketiga
  • Bab 5 – Luka yang Tertinggal
  • Bab 6 – Pergi untuk Menemukan Jawaban
  • Bab 7 – Ketika Hati Mulai Yakin
  • Bab 8 – Pengorbanan Terbesar
  • Bab 9 – Selamanya Milikmu

Bab 1 – Awal Pertemuan

Takdir mempertemukan dua insan yang berbeda dunia. Reyhan, seorang arsitek sukses yang sibuk dengan ambisinya, dan Alana, seorang gadis sederhana yang bekerja di sebuah kafe. Perjumpaan mereka tidak terduga, tetapi meninggalkan kesan mendalam di hati masing-masing.

Alana tidak pernah menyangka bahwa hari itu akan mengubah hidupnya. Ia hanya seorang barista biasa di sebuah kafe kecil di sudut kota, menjalani hari-harinya dengan rutinitas yang sama—menyeduh kopi, melayani pelanggan, dan sesekali menikmati aroma khas yang selalu membuatnya tenang. Namun, semuanya berubah ketika seorang pria masuk ke dalam kafe dengan langkah tergesa.

Reyhan Aryatama, seorang arsitek sukses, baru saja keluar dari sebuah rapat yang melelahkan. Dengan ponsel di tangan dan alis yang berkerut, ia tampak frustrasi. Hujan deras di luar membuatnya terpaksa berteduh di kafe itu—tempat yang selama ini tidak pernah ia perhatikan.

Alana, yang saat itu sedang merapikan meja kasir, memperhatikan pria itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Jas hitamnya tampak sedikit basah terkena gerimis, rambutnya berantakan, tetapi ada sesuatu di wajahnya yang membuat Alana tidak bisa mengalihkan pandangan.

Dengan sedikit ragu, ia melangkah mendekat.
“Selamat sore, mau pesan sesuatu?” tanyanya dengan senyum sopan.

Reyhan mengangkat wajahnya, menatap Alana sejenak sebelum akhirnya menghela napas. “Kopi hitam, tanpa gula.”

Alana mengangguk dan segera membuatkan pesanan. Saat ia menyerahkan cangkir kopi panas itu, jari mereka tanpa sengaja bersentuhan. Sekejap mata, ada sesuatu yang aneh—sebuah getaran asing yang membuat Alana sedikit gugup.

Reyhan menyesap kopinya perlahan, dan untuk pertama kalinya dalam sehari itu, ia merasa sedikit lebih tenang. Entah mengapa, suasana kafe ini—dan gadis di depannya—memberikan perasaan yang berbeda.

Saat ia bersiap untuk pergi, langkahnya terhenti oleh suara lembut Alana. “Hujan masih deras. Mungkin lebih baik menunggu sebentar?”

Reyhan menatap keluar jendela dan menyadari bahwa gadis itu benar. Ia kembali duduk, dan tanpa disadari, percakapan kecil pun dimulai.

Siapa sangka, hujan dan secangkir kopi bisa mempertemukan dua hati yang berasal dari dunia yang berbeda?

Bab 2 – Dekat Tapi Tak Bisa Memiliki

Semakin sering bertemu, Reyhan mulai merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Alana. Namun, jurang di antara mereka terlalu dalam—status sosial, ambisi, dan luka masa lalu menjadi penghalang.

Alana dan Reyhan semakin sering bertemu sejak pertemuan pertama mereka di kafe. Setiap sore, Reyhan selalu datang, duduk di meja yang sama dekat jendela, dan menikmati kopi hitam yang dibuat oleh Alana. Awalnya, ia hanya pelanggan biasa. Namun, seiring waktu, obrolan ringan mereka berkembang menjadi percakapan yang lebih dalam.

Alana mulai menyadari bahwa di balik sikap dingin dan tatapan tajam Reyhan, ada seseorang yang penuh dengan beban. Kadang-kadang, ia menatap kosong ke luar jendela, seolah pikirannya melayang jauh. Alana ingin bertanya, tapi ia sadar ada batas yang tidak boleh ia lewati.

Suatu sore, saat kafe sepi, Alana duduk di seberang Reyhan sambil membawa secangkir teh.
“Kenapa selalu datang ke sini?” tanyanya pelan.

Reyhan tersenyum tipis, mengaduk kopinya tanpa benar-benar berniat meminumnya. “Aku suka suasana di sini. Dan… mungkin aku juga suka seseorang di sini.”

Alana merasakan detak jantungnya semakin cepat. Tapi sebelum ia bisa berkata apa pun, Reyhan melanjutkan dengan nada pelan namun tegas. “Tapi aku tidak bisa.”

Alana mengerutkan kening. “Tidak bisa apa?”

Reyhan menatap matanya dalam-dalam. “Tidak bisa memiliki perasaan ini. Tidak bisa memiliki kamu.”

Alana terdiam. Ada sesuatu di balik kata-kata itu yang terasa menyakitkan.

Beberapa hari kemudian, jawaban atas misteri itu datang. Seorang wanita cantik datang ke kafe, mencari Reyhan. Ia mengenakan cincin berlian di jari manisnya.

“Kamu di sini lagi?” suara wanita itu lembut, tapi ada ketegasan dalam nada bicaranya.

Reyhan berdiri, wajahnya berubah menjadi datar. “Aku hanya menikmati kopi.”

Wanita itu—Clarissa—tertawa kecil. “Rey, kita akan menikah dalam dua bulan. Aku harap kamu tidak terlalu sering menghilang seperti ini.”

Dunia Alana seakan berhenti berputar.

Reyhan sudah bertunangan.

Dan kini, ia mengerti.

Mereka begitu dekat, namun tetap tidak bisa memiliki satu sama lain.

Bab 3 – Rasa yang Tak Bisa Dibohongi

Reyhan mulai mencari cara agar bisa lebih dekat dengan Alana. Sementara itu, Alana berusaha mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh karena menyadari batasan di antara mereka.

Alana mencoba meyakinkan dirinya bahwa apa yang baru saja ia lihat tidak berarti apa-apa. Bahwa Reyhan hanyalah seorang pelanggan yang kebetulan sering datang ke kafenya. Bahwa obrolan mereka, tawa mereka, dan tatapan dalam yang kadang Reyhan berikan—semua itu hanyalah kebetulan.

Tapi hatinya berkata lain.

Sejak pertemuannya dengan Clarissa, Alana mulai menjaga jarak. Ia masih bersikap ramah, masih menyajikan kopi hitam tanpa gula seperti biasa, tapi kini tanpa obrolan ringan, tanpa tatapan yang lebih lama dari seharusnya.

Reyhan menyadari perubahan itu.

Suatu sore, ketika kafe mulai sepi, Reyhan akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.
“Kamu menjauh dariku.”

Alana tersenyum tipis, berpura-pura tidak mengerti. “Aku tetap seperti biasa, Rey.”

Reyhan menatapnya, mencari sesuatu di matanya. “Kamu tahu itu tidak benar.”

Alana terdiam. Tangannya sibuk mengelap meja yang sebenarnya sudah bersih. Ia tidak ingin membahas ini, tidak ingin mengakui bahwa perasaannya perlahan tumbuh untuk seseorang yang tidak seharusnya ia cintai.

“Clarissa datang ke sini waktu itu.” Reyhan melanjutkan, suaranya lebih pelan. “Apa itu yang membuatmu berubah?”

Alana tertawa kecil, tapi tawanya terdengar getir. “Seharusnya aku yang bertanya, Rey. Kenapa kamu masih datang ke sini?”

Reyhan menghela napas, seakan ingin menjelaskan sesuatu, tapi ragu. Matanya penuh konflik—antara sesuatu yang ingin ia ucapkan dan sesuatu yang harus ia simpan.

“Aku tidak bisa berhenti datang ke sini, Alana.”

Kata-kata itu menggantung di udara.

Jantung Alana berdebar. Ia ingin bertanya, ingin mendengar penjelasan yang bisa membuat semuanya lebih mudah. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, suara bel pintu berbunyi. Seorang pelanggan masuk, mengakhiri percakapan mereka.

Alana memilih pergi, meninggalkan Reyhan dengan cangkir kopinya yang mulai mendingin.

Dan di saat itu, ia sadar.

Perasaan ini tidak bisa dibohongi.

Tapi kenyataan tetap tidak bisa diubah.

Bab 4 – Hadirnya Orang Ketiga

Ketika Reyhan mulai yakin dengan perasaannya, masa lalunya datang menghantui. Munculnya Karina, mantan tunangan Reyhan, membuat situasi semakin rumit. Alana mulai merasa bahwa ia tidak seharusnya berada di dunia Reyhan.

Alana pikir, jika ia terus menjaga jarak, perasaan itu akan memudar. Tapi kenyataannya, semakin ia mencoba menghindar, semakin hatinya terikat pada sosok Reyhan.

Dan seakan takdir ingin mengujinya lebih jauh, Clarissa semakin sering datang ke kafe.

Hari itu, saat hujan turun deras, Alana melihat sesuatu yang membuat dadanya sesak. Reyhan duduk di sudut favoritnya, seperti biasa. Tapi kali ini, ia tidak sendiri. Clarissa duduk di hadapannya, tertawa lembut sambil memainkan ujung rambutnya.

Ada sesuatu di mata Clarissa—kepemilikan.

Alana mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi suara tawa mereka terus bergema di telinganya. Ia bahkan tidak sadar saat Jihan, sahabat sekaligus rekan kerjanya, menyenggol lengannya.

“Lana, kamu nggak apa-apa?” tanya Jihan pelan.

Alana meneguk ludah, memaksakan senyum. “Aku baik-baik aja.”

Tapi hatinya berteriak sebaliknya.

Tak lama kemudian, Clarissa menghampiri meja kasir. Ia tersenyum manis, tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang terasa menusuk.

“Alana, kan? Aku Clarissa, tunangannya Reyhan.”

Kata-kata itu seperti tamparan.

Tunangannya?

Alana berusaha menyembunyikan keterkejutannya. “Oh… Selamat, ya.” Suaranya terdengar lebih kecil dari yang ia inginkan.

Clarissa tersenyum puas. “Terima kasih. Aku sering dengar tentang kamu, loh. Reyhan bilang, kopi buatanmu yang paling enak.”

Jantung Alana mencelos. Kenapa Clarissa harus mengatakan itu? Apa ini peringatan?

Sebelum Alana sempat merespons, Clarissa menambahkan, “Aku harap kita bisa berteman.”

Lalu ia pergi, kembali ke meja Reyhan dengan langkah anggun, meninggalkan Alana dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak ingin ia temukan jawabannya.

Jihan menatapnya dengan khawatir. “Lana, kamu yakin baik-baik aja?”

Alana menarik napas dalam. “Ya, Jihan. Aku baik-baik saja.”

Kali ini, kebohongan itu terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Bab 5 – Luka yang Tertinggal

Rahasia masa lalu Alana perlahan terungkap. Ia pernah mengalami pengkhianatan yang membuatnya sulit percaya pada cinta lagi. Reyhan berusaha menunjukkan kesungguhannya, tapi Alana terus menjauh.

Alana tak pernah menyangka bahwa satu pertemuan singkat dengan Clarissa bisa meninggalkan jejak yang begitu dalam di hatinya. Kata-kata “tunangannya Reyhan” terus berulang di kepalanya, menghantam setiap harapan yang diam-diam ia simpan.

Sejak saat itu, Alana mulai menjaga jarak. Ia tidak lagi berbasa-basi dengan Reyhan setiap kali pria itu datang ke kafe. Ia hanya tersenyum tipis, bertanya pesanannya, lalu pergi seolah tidak ada apa-apa di antara mereka.

Tapi Reyhan bukan orang yang bodoh.

“Lana, kita bisa bicara sebentar?” tanyanya suatu malam, ketika kafe hampir tutup.

Alana menggeleng. “Aku masih banyak pekerjaan.”

Reyhan menghela napas. “Kamu menghindar.”

Alana terkesiap, tapi ia tetap berusaha menjaga ekspresinya tetap netral. “Aku nggak ngerti maksud kamu.”

Reyhan menatapnya dalam. “Aku tahu kamu marah. Sejak Clarissa datang ke sini, kamu berubah.”

Alana tertawa pelan, getir. “Kenapa aku harus marah? Kamu bahagia, kan? Itu yang penting.”

Reyhan mengusap wajahnya, frustasi. “Lana, aku—”

“Nggak usah, Rey. Aku nggak mau dengar.”

Karena jika ia mendengar, ia takut hatinya akan semakin hancur.

Reyhan terdiam. Matanya penuh kebingungan dan sesuatu yang lain—kesedihan? Tapi Alana tidak mau menebak-nebak lagi.

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah, suara Reyhan kembali menghentikannya.

“Aku nggak bahagia, Lana.”

Alana menggigit bibirnya. Ia ingin menoleh, ingin bertanya apa maksud Reyhan, tapi ia tahu lebih baik tidak. Luka yang tertinggal sudah cukup dalam.

Jika ia terus bertahan, ia tahu dirinya hanya akan semakin terluka.

Bab 6 – Pergi untuk Menemukan Jawaban

Alana memilih untuk meninggalkan semuanya dan kembali ke kampung halamannya. Ia butuh waktu untuk memahami perasaannya sendiri. Sementara itu, Reyhan berusaha mencari cara untuk membuktikan bahwa cintanya nyata.

Alana butuh waktu untuk berpikir. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa harus menjauh dari semuanya—dari perasaannya, dari Reyhan, dan dari luka yang terus menggerogoti hatinya.

Malam itu, setelah pertengkaran kecil mereka di kafe, Alana mengambil keputusan besar. Ia harus pergi.

Tanpa banyak berpikir, ia mengemas barang-barangnya ke dalam koper kecil. Ia tidak tahu harus ke mana, tapi yang pasti, ia ingin mencari ketenangan. Ia butuh tempat di mana ia bisa berpikir jernih, tanpa bayangan Reyhan menghantuinya.

Saat ia duduk di dalam bus yang membawanya ke kota lain, pikirannya dipenuhi pertanyaan: Apakah aku benar-benar bisa melupakan Reyhan? Apakah aku hanya lari dari kenyataan?

Di tempat tujuannya—sebuah kota kecil yang tidak begitu jauh—Alana menemukan kedamaian yang ia cari. Ia menyewa kamar di sebuah penginapan kecil, menghabiskan waktu dengan berjalan di tepi pantai, menulis diari, dan mencoba memahami hatinya sendiri.

Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin kenangan tentang Reyhan memenuhi pikirannya. Bagaimana pria itu selalu tahu saat ia sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tatapan matanya yang penuh ketulusan selalu membuat hatinya hangat.

Hingga suatu hari, ia menerima pesan dari sahabatnya, Nadine.

“Lana, Reyhan mencarimu. Dia kelihatan kacau. Kamu yakin nggak mau bicara dengannya?”

Alana menatap layar ponselnya lama, jantungnya berdebar.

Apakah pergi benar-benar jawaban yang ia cari? Atau justru selama ini ia hanya menghindari sesuatu yang sebenarnya sudah jelas?

Bab 7 – Ketika Hati Mulai Yakin

Setelah berbulan-bulan berpisah, Alana mulai menyadari bahwa hatinya hanya untuk Reyhan. Tapi apakah masih ada tempat untuknya di kehidupan pria itu?

Alana duduk di tepi dermaga, menatap langit senja yang perlahan berubah warna. Angin laut menerpa wajahnya, membelai rambutnya yang terurai. Sudah hampir dua minggu sejak ia meninggalkan kota dan Reyhan. Dua minggu penuh kebingungan, pencarian, dan pertanyaan yang terus menggema di benaknya.

Namun, dalam keheningan tempat ini, Alana mulai menemukan jawabannya.

Ia mulai menyadari bahwa lari dari kenyataan tidak membuat perasaannya berubah. Setiap kali ia melihat pasangan yang tertawa bersama di kafe atau berjalan beriringan di tepi pantai, pikirannya selalu tertuju pada Reyhan. Hatinya terus memanggil namanya.

Suara langkah kaki membuyarkan lamunannya. Alana menoleh dan terkejut melihat sosok yang selama ini berusaha ia hindari.

Reyhan berdiri di sana, napasnya sedikit memburu, seolah baru saja berlari mencarinya. Matanya penuh emosi—kelegaan, kebingungan, dan ketulusan yang tak bisa disembunyikan.

“Kamu lari sejauh ini… tapi aku tetap menemukannya,” ucap Reyhan dengan suara serak.

Alana terpaku. Ia ingin mengatakan banyak hal, ingin menjelaskan alasannya pergi. Tapi di saat yang sama, ia juga ingin mendengar apa yang akan dikatakan Reyhan.

“Aku nggak akan memaksa kamu untuk kembali,” lanjut Reyhan, duduk di sampingnya. “Aku cuma mau tahu… kamu masih peduli sama aku?”

Alana menunduk, jemarinya meremas ujung sweater yang ia kenakan. Hatinyalah yang harus menjawab pertanyaan itu.

Dan untuk pertama kalinya, ia merasa yakin.

Ia menatap Reyhan, sorot matanya tak lagi ragu. “Aku pergi bukan karena aku ingin melupakanmu, Rey. Aku pergi karena aku takut… takut kalau aku jatuh terlalu dalam dan ternyata kamu nggak merasakan hal yang sama.”

Reyhan terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum miring. “Dan sekarang?”

Alana menarik napas dalam, hatinya berdebar. “Sekarang, aku tahu… aku nggak mau lagi lari.”

Reyhan tersenyum lebih lebar, lalu tanpa ragu menggenggam tangan Alana. “Kalau begitu, ayo pulang. Bersama-sama.”

Malam itu, Alana menemukan jawabannya. Bukan tempat atau jarak yang membantunya mengerti perasaannya. Tapi keberanian untuk mengakui bahwa hatinya sudah memilih—dan kini, ia yakin.

Bab 8 – Pengorbanan Terbesar

Ketika Reyhan akhirnya menemukan Alana, ia harus memilih: mempertahankan kehidupannya yang sempurna atau melepaskan segalanya demi cinta sejatinya.

Alana berpikir semuanya akan menjadi lebih mudah setelah ia dan Reyhan kembali bersama. Tapi ternyata, takdir masih menyimpan ujian yang lebih besar untuk mereka.

Hari itu, Reyhan datang dengan wajah yang sulit dibaca. Ada ketegangan di matanya, sesuatu yang ia coba sembunyikan.

“Ada yang mau aku omongin,” katanya pelan.

Alana duduk di hadapannya, merasakan ketegangan yang mulai merayap di dadanya. “Apa?”

Reyhan menghela napas dalam. “Aku dapat tawaran kerja di luar negeri. Ini kesempatan yang sudah aku tunggu-tunggu sejak lama, Lana. Tapi…”

“Tapi apa?”

Reyhan menggenggam tangan Alana. “Kalau aku pergi… aku nggak tahu gimana hubungan kita.”

Hati Alana mencelos. Ia tahu betapa Reyhan sudah lama menginginkan hal ini. Ia tahu betapa keras Reyhan bekerja untuk sampai ke titik ini. Tapi di saat yang sama, ia tak bisa membayangkan menjalani hari-harinya tanpa pria itu di sisinya.

“Berapa lama?” tanya Alana, suaranya bergetar.

“Minimal dua tahun.”

Dua tahun. Waktu yang terasa sangat lama bagi mereka yang baru saja memperjuangkan cinta ini.

“Kalau aku minta kamu tetap di sini?” Alana bertanya dengan lirih, meski ia tahu pertanyaan itu egois.

Reyhan menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum tipis. “Aku akan tetap tinggal. Tapi… aku nggak mau kamu menyesali itu nantinya.”

Alana menutup matanya sejenak, menahan air mata yang menggenang. Ia ingin mempertahankan Reyhan, ingin tetap bersamanya. Tapi, bagaimana mungkin ia meminta seseorang yang ia cintai untuk mengorbankan impiannya?

Malam itu, Alana berpikir keras. Tentang cinta, tentang masa depan, tentang apa yang benar-benar penting.

Dan akhirnya, ia membuat keputusan terberat dalam hidupnya.

Keesokan harinya, saat mereka bertemu di tempat biasa, Alana tersenyum meski hatinya remuk. “Pergilah, Rey.”

Reyhan menegang. “Lana…”

“Aku nggak mau jadi alasan kamu menyesal suatu hari nanti.” Suaranya bergetar, tapi ia tetap bertahan. “Aku percaya sama kita. Aku percaya sama cinta kita.”

Reyhan terdiam lama sebelum akhirnya menarik Alana ke dalam pelukannya. “Aku janji, Lana. Ini nggak akan jadi akhir kita.”

Dan saat itu, Alana menyadari satu hal—terkadang, pengorbanan terbesar dalam cinta bukanlah bertahan, melainkan melepaskan.

Bab 9 – Selamanya Milikmu

Pada akhirnya, cinta bukan tentang status atau masa lalu, tetapi tentang hati yang saling memilih. Reyhan dan Alana harus memutuskan apakah mereka akan memperjuangkan cinta ini atau melepaskannya untuk selamanya.

Dua tahun bukanlah waktu yang singkat.

Sejak Reyhan pergi, Alana mengisi hari-harinya dengan kesibukan, mencoba menjalani hidup seperti biasa. Tapi sejujurnya, tak ada satu haripun berlalu tanpa dirinya merindukan pria itu. Mereka tetap berkomunikasi, saling mengirim pesan, berbicara lewat video call di tengah perbedaan waktu yang melelahkan.

Tapi ada saat-saat di mana rindu terlalu berat untuk ditanggung, dan Alana bertanya-tanya apakah pengorbanan ini benar-benar sepadan.

Lalu, pada suatu malam yang dingin, Alana duduk di balkon apartemennya, menatap langit yang penuh bintang. Ponselnya bergetar, menampilkan pesan dari Reyhan.

“Aku pulang.”

Pesan singkat itu membuat dadanya bergetar hebat.

Tiga hari kemudian, di bandara, Alana berdiri di tengah kerumunan, jantungnya berdebar tak karuan. Ia melihatnya dari kejauhan—sosok yang selama ini ia rindukan, kini berdiri di sana dengan senyum yang sama seperti yang ia ingat.

Reyhan berjalan mendekat, dan sebelum Alana sempat berkata apa-apa, pria itu menariknya ke dalam pelukan erat.

“Dua tahun terlalu lama,” bisik Reyhan, suaranya dipenuhi emosi.

Alana merasakan dadanya menghangat. “Tapi kita berhasil melewatinya.”

Reyhan menatapnya dalam-dalam, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak kecil berwarna biru.

“Aku sudah cukup lama pergi, Lana. Sekarang, aku nggak akan pergi lagi.”

Reyhan berlutut di hadapan Alana, membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah cincin berlian yang berkilau di bawah cahaya lampu bandara.

“Aku nggak butuh waktu lagi untuk memastikan perasaanku.” Mata Reyhan penuh keyakinan. “Aku ingin kamu jadi bagian dari hidupku. Selamanya.”

Air mata menggenang di sudut mata Alana. Semua ragu yang pernah ia rasakan, semua rasa sakit yang dulu mengiringi perpisahan mereka, kini tergantikan oleh kebahagiaan yang begitu nyata.

Tanpa ragu, Alana mengangguk. “Aku juga.”

Sorak sorai kecil terdengar dari orang-orang di sekitar mereka yang menyaksikan momen itu, tapi bagi Alana, dunia seakan hanya miliknya dan Reyhan saat ini.

Reyhan menyematkan cincin itu di jarinya, lalu menariknya ke dalam pelukan lagi.

Dan malam itu, mereka menyadari satu hal—terkadang, cinta sejati tidak harus selalu bersama sejak awal. Tapi jika takdir memang menginginkannya, maka cinta itu akan selalu menemukan jalan untuk kembali.

Selamanya.

(Tamat.)

——THE END——

Source: MELDA
Tags: #cintasejatiHatiYangMemilihRomansaAbadi #SelamanyaMilikmuTakdirCinta
Previous Post

ASMARA DI UJUNG DOSA

Next Post

KUTITIPKAN HATI PADAMU

Related Posts

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

AKU TUNGGU KAMU KEMBALI

May 13, 2025
JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

JODOHKU, SEMOGA BUKAN PHP

May 4, 2025
AKU CINTA, KAMU CUEK

AKU CINTA, KAMU CUEK

May 1, 2025
BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

BUCIN TAK KENAL AKAL SEHAT

April 30, 2025
PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

PERTEMUAN VIRTUAL YANG TAK TERDUGA

April 29, 2025
CINTA ATAU MIE INSTAN?

CINTA ATAU MIE INSTAN?

April 28, 2025
Next Post
KUTITIPKAN HATI PADAMU

KUTITIPKAN HATI PADAMU

RINDU YANG SETIA

RINDU YANG SETIA

cinta dalam sunyi

cinta dalam sunyi

Top Stories

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

LARA DALAM BALAS DENDAM HATI

May 17, 2025
KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

KETIKA CINTA BERUBAH JADI SENJATA

May 16, 2025
KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

KISAH DENDAM SANG MANTAN KEKASIH

May 15, 2025

Tentang Kisah Cinta

Kami menyajikan kumpulan novel dan cerpen cinta yang menggambarkan berbagai sisi cinta, dari yang manis hingga yang pahit, dari yang bahagia hingga yang menyayat hati

Connect on Social

© 2024 Kisahcinta.id

No Result
View All Result
  • Bucin
  • Jarak jauh
  • Pertama
  • Segitiga
  • Terlarang
  • Dendam Cinta
  • Penghianatan Cinta

© 2024 Kisahcinta.id