Daftar Isi
Bab 1: Perkenalan yang Membawa Harapan
mulai lebih mengenal satu sama lain. Percakapan lewat pesan teks, telepon, atau video call. Mereka berbagi cerita tentang hidup mereka, mimpi, dan harapan.
muncul ketika salah satu dari mereka mulai merasa cemas tentang hubungan ini, karena jarak yang begitu jauh.
Ketegangan mulai terbentuk ketika satu karakter merasa terasing, sedangkan yang lain tetap berusaha mempertahankan komunikasi.
Cerita dimulai dengan memperkenalkan dua karakter utama, yaitu Alina dan Raka. Alina adalah seorang wanita muda yang tinggal di kota kecil, jauh dari keramaian. Ia memiliki kehidupan yang tenang, namun terasa hampa karena kurangnya interaksi sosial yang berarti. Pekerjaannya sebagai penulis freelance membawanya untuk banyak berkomunikasi dengan orang-orang melalui internet, namun ia merasa belum menemukan hubungan yang benar-benar mengisi kekosongan hatinya.
Raka, di sisi lain, adalah seorang pria yang tinggal di kota besar. Meski sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang fotografer, ia sering merasa kesepian. Ia memiliki kehidupan yang cukup sukses, namun perasaan hampa selalu ada setelah hari-hari berlalu. Raka lebih memilih berhubungan dengan orang-orang secara online, karena ia merasa dunia maya memberinya kebebasan yang tidak dapat ditemukan dalam kehidupan nyata.
Suatu malam, ketika Alina sedang menyelesaikan artikel untuk kliennya, ia menerima notifikasi dari sebuah forum online tempat ia sering berbagi cerita dan berbincang tentang topik-topik menarik. Sebuah postingan dari Raka menarik perhatian Alina. Postingan itu berisi foto yang ia ambil saat berada di sebuah tempat indah, namun ada sesuatu yang berbeda dari foto tersebut. Raka menulis tentang perasaan kesepiannya meskipun berada di tempat yang begitu menawan.
Alina merasa terhubung dengan tulisan tersebut. Ia memutuskan untuk mengomentari foto itu, berusaha mengajak Raka berbincang. Awalnya, percakapan itu berjalan biasa saja, hanya sekadar membahas tentang foto yang dibagikan Raka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai membuka diri satu sama lain.
Awal Percakapan yang Menarik
Percakapan mereka pun semakin intens. Mereka mulai berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing, mimpi, dan hal-hal yang membuat mereka merasa hidup. Meskipun berada di dua dunia yang berbeda, mereka menemukan banyak kesamaan, terutama dalam hal perasaan kesepian dan harapan akan sebuah hubungan yang lebih berarti.
Alina merasa nyaman berbicara dengan Raka, dan begitu juga sebaliknya. Mereka mulai merasa seperti saling mengenal meskipun belum pernah bertemu secara langsung. Mereka berbicara tentang buku-buku favorit, film yang mereka tonton, serta pengalaman pribadi yang hanya bisa dibagi dengan seseorang yang benar-benar mengerti.
Harapan yang Tumbuh
Seiring waktu, rasa tertarik mereka satu sama lain semakin kuat. Alina mulai merasakan ada yang berbeda dengan Raka. Ia merasa tidak hanya tertarik secara fisik, tetapi juga dalam hal perasaan dan cara berpikirnya. Raka juga mulai merasakan hal yang sama. Meskipun mereka belum pernah bertemu langsung, mereka merasa seolah-olah sudah saling mengenal sejak lama.
Mereka mulai mengatur jadwal untuk berkomunikasi lebih sering. Raka yang biasanya sibuk dengan pekerjaannya, mulai menyisihkan waktu khusus untuk berbicara dengan Alina. Begitu pula dengan Alina yang merasa hubungan ini membawa warna baru dalam hidupnya. Setiap percakapan yang mereka lakukan seolah memberikan harapan baru bagi keduanya.
Pertanyaan yang Muncul: Apakah Ini Cinta?
Mereka mulai bertanya-tanya, apakah perasaan ini hanya sekadar ketertarikan sementara atau apakah mereka benar-benar menemukan sesuatu yang lebih dalam? Raka merasa terombang-ambing antara rasanya yang nyaman dan harapan yang muncul. Di sisi lain, Alina juga merasakan hal yang sama, namun ia merasa takut akan kenyataan bahwa hubungan ini mungkin tidak bisa bertahan karena jarak yang memisahkan mereka.
Namun, meskipun ada ketakutan, mereka berdua tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan biasa. Mereka mulai berbicara lebih dalam tentang masa depan, tentang apakah mereka bisa mempertahankan hubungan ini meskipun tidak saling berada di tempat yang sama.
Awal Komunikasi Melalui Video Call
Alina akhirnya mengusulkan untuk melakukan video call pertama mereka. Ini adalah langkah besar bagi mereka, karena sebelumnya mereka hanya berkomunikasi melalui pesan teks dan telepon. Ketika mereka melakukan video call pertama kali, ada rasa canggung yang muncul, namun juga kegembiraan. Mereka bisa melihat wajah masing-masing untuk pertama kalinya, dan meskipun masih terasa asing, ada kehangatan yang mulai terasa.
Dalam video call itu, mereka berbicara tentang banyak hal, dari hal-hal lucu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari hingga impian besar yang mereka miliki. Percakapan itu membuat mereka merasa lebih dekat satu sama lain, meskipun masih ada jarak yang memisahkan mereka. Mereka tidak bisa menahan senyum ketika melihat ekspresi satu sama lain, dan dalam hati mereka, harapan akan hubungan ini semakin kuat.
Perasaan Cinta yang Mulai Tumbuh
Setelah beberapa kali video call dan percakapan mendalam, keduanya mulai merasakan bahwa ini lebih dari sekadar persahabatan. Alina mulai menyadari bahwa ia mengharapkan kabar dari Raka setiap hari, dan Raka merasakan hal yang sama. Mereka mulai merasakan perasaan yang lebih dalam, meskipun belum ada kata “cinta” yang diucapkan secara langsung. Namun, keduanya tahu bahwa perasaan itu mulai tumbuh dalam hati mereka.
Di sinilah titik balik cerita dimulai. Keduanya mulai merasa tidak hanya saling membutuhkan untuk berbicara, tetapi juga untuk saling memahami tanpa kata-kata. Mereka merasa bahwa meskipun ada jarak yang memisahkan mereka, hubungan ini memiliki potensi yang luar biasa.
momen perasaan pertama yang muncul dalam percakapan mereka. Meskipun mereka belum tahu apakah ini akan bertahan atau tidak, keduanya merasa bahwa perkenalan mereka adalah awal dari sebuah harapan baru. Mereka tidak bisa memastikan masa depan, namun mereka sepakat untuk menikmati setiap momen yang ada dan melihat ke mana perasaan ini akan membawa mereka.
Seiring berjalannya waktu, komunikasi antara Alina dan Raka menjadi lebih teratur. Mereka mulai berbicara setiap malam, mengisi waktu setelah hari yang panjang dengan cerita dan obrolan ringan yang menyenangkan. Meskipun awalnya perbincangan mereka sangat ringan dan tidak terlalu mendalam, ada sesuatu yang berubah seiring berjalannya waktu. Keduanya mulai menyadari bahwa setiap kata yang diucapkan, setiap detil kecil yang dibagikan, terasa seperti bagian penting dari sesuatu yang lebih besar.
Namun, di tengah kebahagiaan itu, ketegangan mulai muncul. Raka merasa cemas jika perasaan yang tumbuh ini tidak disambut dengan cara yang sama oleh Alina. Ia mulai meragukan dirinya, apakah dia cukup baik untuk Alina, dan apakah jarak yang memisahkan mereka akan menjadi halangan yang besar. Di sisi lain, Alina juga merasa takut jika dirinya terlalu terbuka dengan seseorang yang belum benar-benar dia temui. Dia takut merasa terlalu banyak berharap pada sesuatu yang mungkin berakhir dengan kekecewaan.
Meskipun rasa cemas ini ada, mereka berdua berusaha mengatasi ketakutan tersebut dengan cara masing-masing. Alina berusaha untuk tidak terlalu berpikir negatif, meyakinkan dirinya bahwa mereka hanya perlu menjalani hubungan ini dengan santai terlebih dahulu, tanpa terburu-buru. Raka, di sisi lain, mencoba menenangkan diri dengan berpikir bahwa mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang besar, dan mereka bisa menghadapinya bersama.
Setiap malam, sebelum tidur, mereka mengirimkan pesan panjang yang penuh dengan cerita dan pertanyaan. Raka sering berbagi kisah lucu dari pekerjaannya sebagai fotografer, menceritakan tentang perjalanan ke berbagai tempat yang menakjubkan, meskipun tanpa Alina di sana untuk menyaksikannya. Alina pun tak kalah terbuka, mengisahkan tentang rutinitas hariannya yang terkesan biasa-biasa saja, tetapi ternyata bisa jadi sangat menyenangkan untuk dibagikan.
Kadang-kadang, mereka berbicara tentang hal-hal kecil yang tampak sepele, seperti apa yang mereka makan malam itu atau bagaimana cuaca di kota masing-masing. Namun, terkadang pembicaraan mereka menjadi lebih dalam, berbicara tentang ketakutan, kekhawatiran, dan impian. Alina mulai membuka diri tentang ketakutannya untuk gagal dalam hubungan, apalagi hubungan yang dimulai dengan jarak yang jauh. Raka pun mulai berbicara lebih banyak tentang rasa sepinya meskipun dikelilingi banyak orang.
Semakin lama mereka berbicara, semakin dalam hubungan mereka terasa. Kata-kata yang awalnya terasa ringan kini menjadi lebih penuh makna. Setiap pesan terasa seperti pelukan yang menghangatkan hati, meskipun hanya terjadi melalui layar ponsel.
Pada titik tertentu, keduanya mulai merasa ada ketertarikan yang lebih dalam daripada sekadar pertemanan. Alina, yang biasanya berhati-hati dalam membuka diri, merasakan adanya kenyamanan yang luar biasa ketika berbicara dengan Raka. Begitu juga Raka, yang merasa bahwa percakapan mereka lebih dari sekadar saling bertukar cerita. Setiap kali mereka saling berbicara, ada perasaan hangat yang tumbuh, sesuatu yang membuatnya merasa lebih hidup.
Namun, meskipun ada rasa nyaman dan ketertarikan yang besar, keduanya mulai ragu. Alina bertanya-tanya apakah ini hanya perasaan sesaat, ataukah hubungan ini memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh. Ia khawatir akan kecewa jika ternyata hubungan ini hanya terhenti di dunia maya. Raka pun merasakan hal yang sama. Ia tahu bahwa rasa ini tidak bisa terus bertahan hanya lewat pesan teks dan video call. Akan ada saatnya di mana mereka perlu bertemu langsung, dan saat itu datang, apakah hubungan mereka bisa tetap berjalan?
Raka berusaha untuk tidak terlalu khawatir, berusaha untuk menikmati setiap detik dari hubungan mereka yang baru dimulai. Namun, di dalam hatinya, ada ketakutan akan kemungkinan bahwa cinta ini mungkin tidak terwujud di dunia nyata. Di sisi lain, Alina mulai merasa bahwa ia harus lebih terbuka tentang perasaan yang mulai berkembang ini, tetapi ia juga tidak ingin terburu-buru mengatakannya. Ia memutuskan untuk membiarkan waktu yang akan menjawab.
Setelah beberapa minggu saling bertukar pesan dan telepon, mereka akhirnya sepakat untuk melakukan video call pertama. Ketika malam itu tiba, ada kegugupan yang luar biasa di hati Alina. Ia memeriksa rambutnya, mempersiapkan kata-kata yang akan diucapkan, dan mencoba mengontrol perasaan gugupnya. Raka pun merasakan hal yang sama, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang.
Saat mereka pertama kali melihat wajah masing-masing melalui layar ponsel, rasanya seperti dunia mereka menjadi sedikit lebih kecil, lebih dekat. Alina melihat mata Raka yang hangat dan senyumannya yang tulus, sementara Raka melihat wajah Alina yang berseri-seri meski sedikit canggung. Tertawa bersama, mereka mulai berbicara lebih santai, meskipun ada rasa malu yang masih terasa. Namun, seiring berjalannya percakapan, keduanya mulai merasa lebih nyaman. Mereka mulai berbicara lebih banyak, saling mengungkapkan perasaan yang belum sempat mereka katakan sebelumnya.
Video call itu menjadi titik penting dalam hubungan mereka. Rasa canggung mulai hilang, digantikan dengan kenyamanan yang semakin mendalam. Mereka merasa seperti sudah mengenal satu sama lain lebih lama daripada hanya beberapa minggu. Raka mulai merasakan bahwa perasaan ini lebih dari sekadar pertemuan virtual, dan Alina pun merasakan hal yang sama. Mereka mulai saling percaya, meskipun ada jarak yang memisahkan.
Hari-hari berlalu dengan percakapan yang semakin intens. Alina mulai merasa lebih yakin bahwa perasaan yang ia rasakan bukanlah sekadar rasa suka atau ketertarikan sementara. Begitu pula dengan Raka, ia mulai merasa bahwa hubungan ini memiliki potensi untuk bertahan lebih lama dari sekadar percakapan sehari-hari.
Keduanya menyadari bahwa meskipun ada ketakutan tentang jarak yang memisahkan mereka, ada juga rasa saling mengerti yang membuat mereka merasa lebih dekat daripada yang mereka bayangkan sebelumnya. Mereka mulai berbicara lebih banyak tentang masa depan, tentang impian mereka, dan bagaimana mereka bisa menjaga hubungan ini meskipun terpisah jarak yang begitu jauh.
Akhirnya, pada suatu malam, saat video call mereka berlangsung, Alina dengan hati-hati mengungkapkan perasaan yang telah lama ia pendam. “Raka,” kata Alina dengan suara lembut, “aku merasa… aku mulai merindukanmu, meskipun kita belum pernah bertemu.”
Raka terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara penuh keyakinan, “Aku juga merasakannya, Alina. Aku rasa… aku mulai jatuh cinta padamu.”
Bab 2: Jarak yang Menyakitkan
di mana ketidakpastian mulai menguji hubungan mereka. Salah satu dari mereka merasa cemas tentang kejujuran dan komitmen pasangan, sedangkan yang lain berusaha untuk tetap setia.
Salah satu karakter mengungkapkan betapa sulitnya hidup dalam rindu yang tak kunjung selesai.
Video call atau pesan tak lagi sehangat dulu, ada sedikit ketegangan yang tercipta di antara mereka.
Setelah pertemuan virtual pertama mereka, Alina dan Raka semakin dekat satu sama lain. Meskipun hubungan mereka terasa semakin dalam, ada satu hal yang mengganggu keduanyaājarak yang memisahkan mereka. Raka yang tinggal di kota besar, sementara Alina tinggal di kota kecil, membuat mereka harus menjalani hubungan ini dalam kesendirian, terpisah oleh ribuan kilometer.
Di awal, perasaan mereka begitu hangat dan menyenangkan. Setiap pesan dan video call terasa seperti hadiah yang menyegarkan hari-hari mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai merasakan betapa sulitnya menjalani hubungan jarak jauh. Tidak ada kehadiran fisik yang bisa saling memberi rasa tenang, tidak ada pelukan yang bisa memberikan kenyamanan di tengah rasa rindu.
Alina mulai merasakan kesepian yang semakin mendalam. Meskipun mereka berbicara hampir setiap hari, tidak adanya sentuhan fisik membuat hatinya terasa kosong. Setiap malam, sebelum tidur, ia merasa seolah-olah ia sedang berbaring sendirian di ranjang yang terlalu luas, meskipun ada perasaan Raka yang mengisi ruang-ruang kosong itu. Kadang-kadang, ia merasakan kesulitan untuk tidur, memikirkan bagaimana ia bisa melanjutkan hubungan ini tanpa bisa merasakan kehadiran orang yang ia cintai.
Raka, di sisi lain, merasa tertekan oleh kenyataan bahwa ia tidak bisa melihat Alina setiap hari. Sebagai seseorang yang terbiasa dikelilingi orang banyak, ia merasa sangat kesepian tanpa kehadiran Alina di sampingnya. Meski pekerjaan sebagai fotografer menyibukkannya, ada saat-saat di mana ia merasa hampa, terutama ketika melihat pasangan lain berjalan berdua di jalanan kota. Ia mulai bertanya-tanya, apakah mereka bisa bertahan dengan hanya saling berbicara melalui layar ponsel
Rindu adalah rasa yang tidak bisa mereka hindari. Setiap kali mereka berbicara, rindu itu seperti berlarian dalam hati mereka, tetapi mereka juga tahu bahwa rindu itu menyakitkan. Rindu yang hadir dalam setiap percakapan, dalam setiap kata yang diucapkan, namun tidak bisa mereka wujudkan dalam bentuk nyata. Alina mulai merasakan bahwa rindu itu semakin berat, membuatnya hampir tak tertahankan. Ia ingin merasakan tangan Raka yang mengusap kepalanya, ingin mendengar suara Raka di dekatnya tanpa harus melihat layar ponsel.
Raka merasakan hal yang sama. Meski ia berusaha untuk terlihat tegar, hatinya terasa kosong setiap kali ia tidak bisa mendengar suara Alina. Rindu itu semakin menggerogoti hatinya, dan ia merasa bahwa setiap hari yang berlalu tanpa bertemu Alina adalah hari yang hilang. Terkadang, ia berlari ke luar rumah dan mencari tempat yang sepi hanya untuk merenung dan merindukan Alina, berharap suatu hari mereka bisa bersama.
Semakin lama, mereka mulai merasakan keterbatasan komunikasi. Pesan teks yang dulunya terasa manis, kini terasa kurang. Meskipun mereka menghabiskan berjam-jam di telepon atau video call, tidak ada cara yang bisa benar-benar mengurangi rasa sakit akibat jarak. Percakapan mereka mulai terasa lebih berat, seolah-olah mereka hanya mencoba mengisi kekosongan tanpa benar-benar bisa menyentuh inti hati satu sama lain.
Alina merasa terjebak dalam rutinitas percakapan yang monoton. Mereka berbicara tentang hal-hal biasaācuaca, pekerjaan, makanan, tetapi tidak ada kedalaman emosional yang mereka rasakan seperti dulu. Sesekali, mereka mencoba berbicara tentang perasaan mereka, tetapi itu justru membuat Alina merasa lebih tertekan, karena ia tahu bahwa perasaan itu tidak bisa sepenuhnya diwujudkan dalam kenyataan. Setiap percakapan berakhir dengan janji-janji kosong tentang suatu hari nanti, suatu saat mereka akan bertemu.
Raka, di sisi lain, mulai merasakan adanya perubahan dalam cara mereka berkomunikasi. Dulu, setiap pesan terasa begitu berarti, tetapi kini terasa seperti kewajiban yang harus dilakukan. Ia merasa cemas apakah perasaan mereka akan memudar seiring berjalannya waktu. Bahkan, ketika mereka melakukan video call, ia merasakan kehadiran Alina yang hanya sementara. Saat video call berakhir, ia merasa kembali kosong, seolah-olah hubungan itu hilang begitu saja setelah layar dimatikan.
Terkadang, Alina merasa bingung. Ia bertanya-tanya apakah ia bisa bertahan dengan hubungan ini. Ia mencintai Raka, tetapi rasa sakit akibat jarak begitu nyata. Ia ingin merasakan kehadiran fisik, ingin berbagi momen-momen kecil bersama Raka yang hanya bisa terwujud jika mereka berada di tempat yang sama. Di sisi lain, ia juga tahu bahwa cinta mereka begitu besar, dan perasaan itu tidak bisa dihentikan begitu saja hanya karena jarak.
Raka, dalam keheningan malamnya, juga merasakan hal yang sama. Ia merasa bahwa perasaannya untuk Alina semakin besar, namun ada perasaan takut bahwa hubungan ini tidak akan bertahan. Rindu itu terlalu menyakitkan, dan ia tidak tahu seberapa lama ia bisa menahan perasaan itu tanpa melihat Alina secara langsung. Terkadang ia merasa seperti berada di persimpangan jalan, di antara keinginan untuk bertemu dan ketakutan bahwa pertemuan itu mungkin tidak seindah yang mereka bayangkan.
Alina mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Meski ia mencoba untuk tetap kuat dan menjaga komunikasi, perasaan kesepian semakin menghantuinya. Ia merasa semakin terisolasi dari dunia luar, dan perasaan rindu terhadap Raka semakin menggerogoti jiwa. Setiap kali ia melihat pasangan lain berjalan bersama, hatinya terasa sakit. Ia ingin merasakan kebahagiaan yang sederhana itu bersama Raka, namun ia tahu bahwa itu belum bisa terwujud.
Raka juga merasakan hal yang sama. Ia merasa semakin tertekan dengan jarak ini. Kerinduannya semakin besar, dan meskipun ia berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan, ia merasa sepi tanpa Alina di sampingnya. Ia mulai bertanya-tanya apakah hubungan ini akan bertahan jika terus menerus terpisah oleh jarak. Setiap malam, ia terbangun dan merindukan Alina, berharap suatu hari mereka bisa bersama di dunia nyata, bukan hanya dalam dunia maya yang tak pernah bisa memberikan kehangatan sejati.
Di tengah ketidakpastian ini, perasaan kecewa mulai muncul dalam hati mereka. Mereka merasa bahwa jarak ini mulai merusak hubungan mereka. Alina merasa bahwa meskipun mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjaga komunikasi, ada sesuatu yang hilang. Rindu yang mereka rasakan terlalu kuat, dan perasaan itu hanya membuat semuanya semakin menyakitkan.
Raka pun merasakan kekecewaan yang sama. Ia tahu bahwa mereka berdua saling mencintai, tetapi apakah itu cukup untuk mengatasi jarak yang memisahkan mereka? Setiap kali mereka berbicara tentang masa depan, mereka selalu berbicara tentang harapan tanpa bisa merasakannya. Raka mulai meragukan apakah mereka bisa terus menjalani hubungan ini dalam keadaan seperti ini.
Ketika keduanya merasa semakin tertekan, mereka mulai berpikir tentang apakah ada cara untuk mengatasi jarak ini. Apakah mereka harus tetap bertahan, atau apakah mereka harus merelakan hubungan ini? Dalam pikiran mereka, ada ketakutan bahwa jika mereka tidak bertemu, hubungan ini akan semakin sulit untuk dipertahankan.
Mereka berbicara tentang kemungkinan untuk bertemu, namun kenyataan tentang jarak dan keterbatasan waktu serta biaya membuat mereka merasa putus asa. Di satu sisi, mereka tahu bahwa jika mereka tidak berusaha untuk bertemu, hubungan ini akan semakin sulit dipertahankan. Tetapi, di sisi lain, mereka juga sadar bahwa perjalanan ini bukanlah hal yang mudah, dan ada banyak hal yang harus mereka pertimbangkan sebelum membuat keputusan besar.
hubungan mereka yang semakin tertekan oleh jarak. Meskipun cinta mereka masih kuat, perasaan rindu dan kesepian semakin mendalam. Alina dan Raka mulai mempertanyakan apakah mereka bisa terus bertahan, atau apakah mereka harus mengambil keputusan yang lebih besar untuk mengatasi jarak yang semakin menyakitkan. Dalam kebingungannya, keduanya masih berharap bahwa suatu hari nanti, cinta mereka bisa mengatasi segala rintangan, dan mereka bisa bersama dalam kenyataan, bukan hanya dalam dunia maya.
Bab 3: Ujian Waktu dan Kepercayaan
Semakin lama mereka berada dalam hubungan jarak jauh, semakin banyak godaan yang datangābaik dari dalam hubungan itu sendiri (misalnya, kesalahpahaman) ataupun faktor luar seperti kesibukan, pekerjaan, atau bahkan orang ketiga.
Salah satu karakter mulai meragukan komitmen pasangannya dan merasa insecure, sementara pasangannya berusaha membuktikan kejujuran dan cintanya.
Hari-hari berlalu tanpa kepastian kapan Alina dan Raka bisa bertemu. Hubungan yang awalnya penuh dengan semangat kini mulai terasa berat. Tidak ada kepastian kapan mereka bisa berjumpa secara langsung, dan itu mulai menggerogoti ketahanan hati mereka.
Alina merasa waktu berjalan terlalu lambat. Setiap pagi ia membuka matanya dan berharap ada kabar baik dari Raka. Setiap kali ponselnya berbunyi, ia berharap itu adalah pesan dari lelaki yang dicintainya. Namun, belakangan ini, Raka mulai jarang mengirim pesan lebih dulu. Jika dulu Raka selalu menjadi orang yang paling antusias untuk berbicara, kini Alina sering kali harus menunggu lama sebelum mendapatkan balasan.
Raka sendiri bukan tidak peduli, tapi rutinitasnya yang semakin padat mulai menguras energi. Jadwal kerjanya sebagai fotografer semakin sibuk. Ia sering mendapatkan proyek besar yang membuatnya harus bekerja hingga larut malam. Kadang-kadang, ia terlalu lelah untuk mengirim pesan panjang atau menelepon Alina seperti biasanya. Ia berpikir, Alina pasti mengerti. Namun, di sisi lain, Alina mulai merasa diabaikan.
Perubahan kecil itu semakin lama semakin terasa. Alina mulai menyadari bahwa Raka sering kali sibuk dan tidak selalu bisa dihubungi.
Dulu, Raka selalu mengabari jika ia sedang ada pemotretan atau rapat dengan klien. Sekarang, Raka kadang hanya membalas dengan singkat, “Lagi sibuk, nanti aku hubungi ya.” Namun, ‘nanti’ itu sering kali tidak pernah datang.
Di sisi lain, Alina juga memiliki kehidupannya sendiri. Ia mulai disibukkan dengan pekerjaan di kantornya dan beberapa kegiatan komunitas yang diikutinya. Meski demikian, hatinya tetap merasa ada yang hilang. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini hanya fase sementara? Ataukah ini awal dari perubahan yang lebih besar?
Semakin jarang komunikasi, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepala Alina.
Apakah Raka masih mencintainya seperti dulu?
Apakah dia mulai terbiasa tanpanya?
Apakah ada seseorang di sana yang mengisi waktunya lebih dari dirinya?
Alina mencoba berpikir positif, tapi keraguan itu sulit dihilangkan.
Hingga suatu hari, ia melihat unggahan di media sosial Raka. Dalam foto itu, Raka tampak bersama seorang perempuan yang tidak dikenalnya. Senyuman di wajah Raka terlihat begitu alami, dan entah mengapa, hati Alina terasa nyeri melihatnya.
Ia mencoba menenangkan dirinya. Mungkin itu hanya klien atau teman kerja? Tapi semakin lama ia melihat foto itu, semakin besar rasa cemas dalam hatinya.
Tanpa sadar, jemarinya mengetik pesan:
“Kamu sibuk banget ya akhir-akhir ini? Aku jarang dengar kabar darimu.”
Namun, pesan itu hanya dibaca tanpa langsung dibalas.
Alina mencoba meyakinkan dirinya bahwa Raka akan menjelaskan semuanya nanti, tapi semakin lama menunggu, semakin gelisah ia dibuatnya.
Di sisi lain, Raka sebenarnya tidak pernah berniat mengabaikan Alina. Namun, ia mulai merasa tertekan dengan ekspektasi dalam hubungan ini.
Ia tahu Alina sangat mencintainya dan selalu berharap bisa bertemu dengannya. Namun, Raka tidak tahu kapan ia bisa memberikan kepastian itu. Ia ingin menemui Alina, tapi pekerjaannya saat ini tidak memungkinkan.
Ia mulai merasa takut, takut bahwa ia akan mengecewakan Alina.
Di sisi lain, perempuan yang ada di fotonya adalah rekan kerja barunya, seseorang yang membantunya dalam proyek fotografi. Namun, ia merasa tidak perlu menjelaskan ini pada Alina karena menurutnya itu bukan hal besar.
Tapi tanpa ia sadari, sikapnya yang tertutup justru membuat Alina semakin ragu.
Malam itu, Alina tidak bisa lagi menahan pertanyaannya. Ia menelepon Raka, dan untungnya, kali ini Raka mengangkat panggilan itu.
“Kamu sibuk banget ya akhir-akhir ini?” suara Alina terdengar tenang, tapi ada nada kecewa di dalamnya.
“Iya, maaf banget, aku beneran sibuk. Banyak deadline.”
“Tapi, kamu sempat pergi sama teman-temanmu?”
Raka terdiam sejenak. Ia tahu apa yang dimaksud Alina.
“Oh, itu cuma makan malam biasa. Sama tim kerja.”
“Kenapa kamu nggak cerita?”
“Aku nggak ngerasa itu sesuatu yang penting buat diceritain.”
Ucapan itu membuat hati Alina mencelos.
“Jadi, aku bukan seseorang yang berhak tahu soal keseharianmu?” tanyanya dengan suara lebih pelan.
Raka menghela napas panjang.
“Bukan begitu, Alina. Aku cuma⦠aku nggak tahu gimana menjelaskan semuanya tanpa bikin kamu berpikir macam-macam.”
“Tapi justru aku malah makin mikir yang aneh-aneh karena kamu nggak bilang apa-apa.”
Percakapan itu berakhir dengan kebisuan. Tidak ada yang berkata-kata lebih jauh, hanya ada suara napas mereka yang terdengar di ujung telepon.
Akhirnya, Alina menutup telepon lebih dulu, dengan perasaan campur aduk di dalam dadanya.Setelah percakapan itu, baik Alina maupun Raka tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Alina mencoba memahami bahwa Raka sibuk, tetapi ia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia merasa dikesampingkan.
Sementara itu, Raka merasa bersalah, tapi juga tidak tahu bagaimana menjelaskan keadaannya dengan baik. Ia mencintai Alina, tapi ia juga merasa terbebani dengan situasi ini.
Beberapa hari berlalu tanpa komunikasi. Mereka sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing.
Namun, di lubuk hati mereka, ada pertanyaan yang belum terjawab:Apakah cinta ini cukup kuat untuk bertahan meski terpisah oleh jarak?
Ataukah ujian waktu dan kepercayaan ini akan menjadi titik akhir hubungan mereka?
Pada akhirnya, pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh mereka berdua.
Bab 4: Ketika Rindu Menjadi Beban
Emosi semakin tertekan, dan karakter utama merasa terjebak antara ingin menyerah dan terus bertahan. Mereka mulai berpikir, apakah hubungan ini bisa bertahan atau sudah waktunya untuk mengakhirinya.
Mereka merenung, berpikir tentang semua kenangan indah yang telah tercipta, serta mengingat alasan mereka tetap bertahan.
Setelah berdebat tentang apa yang harus dilakukan, mereka akhirnya memutuskan untuk berbicara secara jujur tentang perasaan masing-masing. Salah satu karakter mungkin mengungkapkan keraguan, sementara yang lain menyatakan harapannya untuk tetap bersama.
Mereka merenungkan kembali nilai dari hubungan ini dan apakah mereka benar-benar siap untuk melanjutkannya meski ada tantangan.
Bab 6: Kekuatan Cinta yang Tak Terlihat
Setelah melalui ujian berat, mereka mulai menemukan cara untuk kembali mendekatkan diri, meskipun masih terpisah oleh jarak.
Mereka berusaha saling mendukung, mengerti kebutuhan masing-masing, dan berkomitmen untuk bertahan bersama.Mereka merencanakan masa depan bersama dan akhirnya menemukan jalan menuju kebahagiaan.